Pelajaran dari Balik Fenomena Dukun Tiban
Oleh Bagong Suyanto *
Niat hati ingin mencari kesembuhan, tetapi justru nyawa taruhannya. Kenyataan seperti itulah yang kini terjadi di masyarakat ketika mereka antre berobat di Ponari (10 tahun), dukun tiban cilik di daerah Jombang.
Ribuan orang yang antre berdesak-desakan untuk berobat ke dukun tiban cilik, yang tiba-tiba populer karena konon memiliki batu ajaib yang bisa mengobati berbagai macam penyakit, tidak menyadari bahwa ada beberapa di antara mereka yang kelelahan dan tak kuat antre terlalu lama menunggu giliran.
Hingga praktik Porani ditutup, sudah ada empat orang dilaporkan tewas ketika antre. Terlepas kasus tewasnya calon pasien dukun cilik asal Jombang itu bakal membuat praktik Ponari ditutup ataukah tidak, yang jelas fenomena ribuan orang yang rela antre untuk mencari kesembuhan ke dukun tiban cilik seperti Ponari menarik untuk dikaji lebih jauh.
***
Di tanah air ini, fenomena munculnya dukun tiban sebetulnya bukan hal yang baru. Sebelum dan selain Ponari, kita tahu masih banyak dukun tiban lain yang secara mendadak populer karena dipromosikan dari mulut ke mulut.
Berbeda dengan daya tarik pengobatan medis modern yang metode penyembuhannya ilmiah dan rasional, metode penyembuhan ala dukun tiban biasanya memang irrasional dan bahkan magis.
Tidak ada alasan rasional yang dapat menjelaskan mengapa batu milik bocah cilik Ponari dipercaya masyarakat begitu bertuah untuk menyembuhkan pelbagai macam penyakit.
Sebagai metode penyembuhan alternatif, apa yang dilakukan bocah cilik seperti Ponari memang tidak mungkin bisa dipahami dengan nalar yang sehat. Meski demikian, paling tidak memang ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunculan dukun tiban selalu menyedot perhatian massa.
Pertama, ketika kemampuan petugas layanan kesehatan medis dinilai tidak selalu mampu menangani berbagai jenis penyakit yang kronis dan spesifik, salah satu alternatif yang menarik bagi masyarakat tak pelak adalah lari dan mencari kesembuhan di dunia supranatural.
Dalam konteks itu, kehadiran dukun tiban adalah jawaban yang sangat menjanjikan bagi masyarakat yang mungkin merasa telah jenuh berusaha mencari kesembuhan lewat cara-cara medis modern, namun tak kunjung berhasil.
Kedua, biaya yang dibutuhkan untuk membayar jasa layanan medis modern terlampau berat. Tidak terjangkau. Sementara itu, di saat yang sama tarif dukun tiban relatif murah, sesuai kemampuan, bahkan tidak membayar pun biasanya tidak menjadi soal.
Sudah lazim terjadi, orang-orang yang berobat ke dukun tiban biasanya membayar sesuai kemampuan masing-masing. Tidak pernah ada ketetapan yang pasti berapa yang seharusnya mereka bayar.
Ketiga, model pengobatan dan sikap petugas kesehatan medis modern sering menimbulkan alienasi atau keterasingan masyarakat karena sikap petugas yang superior, secara sosial berjarak, dan bahkan tak jarang arogan.
Sementara itu, model pengobatan dukun tiban yang acapkali informal sering menempatkan pasien amat manusiawi. Hubungan antara pasien dan dukun tiban yang bersangkutan umumnya bersifat personal.
***
Untuk menghindari agar kasus kematian warga masyarakat yang antre dukun tiban tidak lagi terjadi, cara yang paling mudah ialah menghentikan praktik dukun tiban. Melarang masyarakat untuk datang ke tempat praktiknya.
Tetapi, apakah langkah pragmatis seperti itu menyelesaikan masalah, termasuk dapat mencegah sama sekali risiko kemungkinan tewasnya pengunjung yang ingin mencari kesembuhan di dukun tiban?
Di tengah meningkatnya kepercayaan masyarakat akan kesaktian batu milik Ponari, sebetulnya akan lebih bijak jika aparat dan pemerintah daerah setempat tidak terburu-buru menutup tempat praktik Ponari dan membiarkan masyarakat pulang ke rumah dengan tanpa hasil.
Di mata masyarakat yang telanjur percaya kepada tuah batu Ponari, tentu lebih arif jika yang dilakukan ialah menata antrean calon pasien. Membatasi sekecil mungkin risiko terjadinya kasus kematian orang akibat berdesak-desakan.
Fenomena antrean ribuan pasien ke dukun tiban seperti yang terjadi di Jombang, cepat atau lambat, niscaya akan berkurang dengan sendirinya. Belajar dari pengalaman, kemunculan dukun tiban biasanya tidak pernah permanen. Apa pun namanya, tuah, kesaktian, pulung, dan semacamnya, niscaya akan memudar pada waktunya.
Berdebat tentang kemanjuran dan kebenaran tuah dukun tiban, baik dari sudut medis maupun agama, sah-sah saja. Tetapi, daripada terjatuh pada sikap menghakimi dan upaya mencari kambing hitam, jauh lebih produktif jika fenomena munculnya dukun tiban itu menjadi tantangan dunia kedokteran modern dan pemerintah untuk lebih mengembangkan layanan dan akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat yang membutuhkan perawatan maupun kesembuhan penyakitnya.
Jika ribuan orang rela antre untuk memperoleh kesembuhan dari seorang dukun tiban, lantas pertanyaannya: kapan masyarakat yang sama rela antre untuk memperoleh layanan puskesmas? (*)
*. Bagong Suyanto, staf pengajar pada FISIP Unair Surabaya
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=51980
Pelajaran dari Balik Fenomena Dukun Tiban
Written By gusdurian on Jumat, 13 Februari 2009 | 11.21
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar