Aksi Korporasi
Jungkir-Balik Akuisisi Jumbo
Jejak Bakrie berceceran di tiga perusahaan yang diakuisisi. Bapepam akan menakar ulang nilai ketiganya.
DIREKSI Bumi Resources bernapas lega. Selasa pekan lalu, rangkaian akuisisi yang digeber perusahaan batu bara ini nyaris diutak-atik Dewan Perwakilan Rakyat. Bersama Bank Century, PT Antaboga Delta Sekuritas, dan PT Sarijaya Permana Sekuritas, nama Bumi masuk materi rapat antara Dewan dan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan. ”Dewan minta persoalan Bumi dibahas,” kata Ahmad Fuad Rahmany, Kepala Bapepam-Lembaga Keuangan, Kamis pekan lalu.
Agenda itu gugur di tengah jalan. Alasannya, Dewan memprioritaskan kasus yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Adapun materi presentasi yang disiapkan Bapepam sudah beredar. Isinya: transaksi yang dilakukan Bumi bersifat material. Akuisisi baru bisa dilaksanakan setelah mendapat restu pemegang saham. Namun Fuad mengatakan pemeriksaan yang dilakukan belum rampung benar. ”Fokusnya soal afiliasi dan ketidakwajaran nilai transaksi,” ujarnya.
Ia mengaku mendapat data dan informasi sahih ihwal akuisisi jungkir-balik ini. Ada indikasi terjalin afiliasi antara Bumi dan tiga perusahaan yang diakuisisi serta harga transaksi yang tidak wajar. Bila ini terbukti benar, langkah Bumi menabrak ketentuan Bapepam-Lembaga Keuangan nomor IX.E1 tentang benturan kepentingan.
Konsekuensinya, rapat umum pemegang saham independen mesti digelar. Pemegang saham publiklah yang memutuskan boleh-tidaknya transaksi itu dilangsungkan. Mereka yang selama ini menjadi pengendali tidak punya hak suara. Dan prosedur ini mestinya ditempuh sebelum transaksi dimulai.
Nyatanya, kisruh tadi bermula setelah Bumi mencaplok tiga perusahaan tanpa melapor lebih dulu ke Bapepam-Lembaga Keuangan. Dimulai dari akuisisi tidak langsung 44 persen saham PT Darma Henwa Tbk. pada akhir Desember, perusahaan batu bara Grup Bakrie ini melahap 77 persen saham PT Fajar Bumi Sakti, lalu 85 persen saham PT Pendopo Energi Batubara. Semuanya terjadi kurang dari tiga pekan. Biayanya US$ 619 juta atau sekitar Rp 6,8 triliun.
Ironisnya, aksi ini ditempuh kala perusahaan dibelit utang. Per September 2008, total kewajiban Bumi naik 60,42 persen menjadi US$ 2,31 miliar. Akibat aksi ini, saham Bumi tumbang pertengahan Januari lalu. Nilainya menyentuh Rp 520 per lembar—terendah sepanjang enam tahun ke belakang. Pasar mencium bau kental Grup Bakrie di tiga perusahaan itu.
Hal itu mudah ditelusuri dari Indonesian Coal Book 2008-2009. Di situ tertulis pemegang mayoritas saham Fajar adalah Capital Managers Asia, sebanyak 89,23 persen. Perusahaan yang berpusat di Singapura ini bikinan Anindya Bakrie untuk menyelesaikan utang Bakrie & Brothers pascakrisis ekonomi 1998. Anindya tak lain dari anak sulung Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.
Merujuk data Accounting and Corporate Regulatory Authority di Singapura, Direktur Capital adalah Nalinkant Amratlal Rathod dan Robertus Bismarka Kurniawan. Nalinkant merupakan Komisaris Utama Bumi, sedangkan Robertus Direktur ANTV, stasiun televisi yang didirikan keluarga Bakrie.
Nalinkant dan Ari S. Hudaya, Direktur Utama Bumi, membantah keterkaitan itu. Menurut Nalinkant, kepemilikan Bakrie di Fajar sudah dilepas pada 1997. ”Saat krisis, Bakrie melego aset ke para kreditor, sedangkan nama di perusahaan tidak diubah,” ujarnya.
Tapi, berdasarkan akta perubahan anggaran dasar perseroan yang diperoleh Tempo, pada 16 Juni 1997 Bakrie justru memperbesar porsi sahamnya. Bakrie Investindo, misalnya, menempatkan modal Rp 27,72 miliar dari sebelumnya Rp 6,732 miliar. Jejak Bakrie sudah ada sejak 1992. Sedangkan Nirwan Dermawan Bakrie, adik Aburizal, menaruh Rp 280 juta dari sebelumnya Rp 68 juta. Satu lembar saham setara dengan Rp 100 ribu. Berdasarkan akta perubahan ini, Fajar didaftarkan di kantor pendaftaran perusahaan Jakarta Selatan pada September 2000.
Pertautan kelompok Bakrie dikuatkan Andi Muchtar, juru bicara Fajar. Ia membenarkan, Grup Bakrie masuk Fajar sejak 1992. Tapi masuknya lewat PT Bakrie Tondongkura Pratama. Perusahaan ini, kata dia, gulung tikar pada 1995-1996. ”Meski begitu, yang kami tahu Grup Bakrie masih pemilik Fajar,” katanya Rabu dua pekan lalu.
Sesuai dengan akta notaris perusahaan, Nalinkant tercatat sebagai komisaris. ”Tapi saya tidak ingat sejak kapan,” katanya. Sedangkan Yufli Gunawan, Direktur Utama Fajar, dan Andi Pravidia, Direktur Fajar, kata Andi Muchtar, dulunya bekerja di Capital Managers Asia.
Kedekatan Bakrie di Darma Henwa dan Pendopo juga terendus. Darma, misalnya, mengantongi kontrak sepuluh tahun untuk penambangan batu bara di Bengalon, Kalimantan Timur. Ladang ini milik PT Kaltim Prima Coal, anak usaha Bumi. Sedangkan PT Bakrie Capital Indonesia, menurut Indonesian Coal Book 2008-2009, memiliki 90 persen saham Pendopo.
Jejak Bakrie di Darma juga tampak lewat Capital Managers Asia dan Long Haul Holdings Ltd. Hingga akhir November, Capital memiliki 8,97 persen saham emiten bersandi Dewa itu. Sedangkan Long Haul mendekap 11,53 persen. Tapi, menjelang akuisisi, Capital dan Long Haul lenyap dari daftar pemilik saham Darma.
Long Haul sendiri menyisakan beragam rekam di kelompok usaha Bakrie. Perusahaan yang berpusat di New Jersey, Amerika Serikat—bersama Minarak Labuan (kini operator Lapindo)—itu aktif memborong saham baru yang diterbitkan Bumi pada 2000. Saat itu Bumi hendak membeli Gallo Oil Ltd., pemilik konsesi ladang minyak di Yaman, senilai Rp 9,3 triliun. Belakangan ketahuan Long Haul dan Minarak ternyata pemilik Gallo. Per 31 Januari lalu, Long Haul memiliki 19,86 persen saham Bakrie & Brothers.
Pertautan itu dibantah Bumi. Sekretaris Perusahaan Bumi Dileep Srivastava mengatakan tidak ada afiliasi antara Bumi dan tiga perusahaan yang diakuisisi. Kalaupun ada jejak Bakrie di Pendopo, Ari S. Hudaya menambahkan, itu karena perusahaan ini pernah minta bantuan Bumi US$ 10 juta. Dalam penjelasannya kepada otoritas bursa, nama Capital Managers Asia, Bakrie Capital, Bakrie Investindo, dan Long Haul tidak tampak dalam struktur kepemilikan saham tiga perusahaan tadi.
Yang tertera adalah Ancara Properties Ltd. dan Indomining Resources Holding Ltd. Dua perusahaan yang berdomisili di Republik Seychelles—negara yang terdiri atas 115 pulau di Samudra Hindia—ini secara tidak langsung menguasai 99,9 persen saham Fajar dan 95 persen Pendopo. Bumi Resources Investment, anak usaha Bumi, membeli saham Fajar dan Pendopo dari dua perusahaan tadi. Sedangkan Bumi masuk Darma setelah membeli 80 persen saham Zurich Assets International Ltd. dari Goodrich Management Corporation.
Itu baru kemelut afiliasi. Soal harga, Dileep bilang nilai pembelian itu wajar. Namun Fuad mensinyalir kelewat mahal. Nilai saham Darma yang dihargai enam kali lipat, misalnya, bagi Fuad tidak masuk akal. Ia mendapat bisikan, ada upaya untuk menggerus dana dari Bumi. ”Kalau kemahalan, berarti ada somebody else yang terima uang kebanyakan di pihak satunya,” ujarnya.
Felicia Barus, analis Danareksa Sekuritas, menilai Bumi membeli Dewa dengan rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (price to earning ratio) pada 2009 hingga 27 kali. Padahal rasio Bumi pada 2009 hanya 4,8 kali. ”Kami menyimpulkan pembelian saham Dewa tidak menguntungkan pemegang saham minoritas,” kata Felicia dalam risetnya.
Ia juga menuliskan, Darma Henwa sebelumnya membeli 11 persen saham Pendopo senilai US$ 11 juta. Artinya, nilai keseluruhan saham Pendopo (100 persen) hanya US$ 100 juta. Sedangkan Bumi membeli 85 persen saham Darma di kisaran US$ 118 juta.
Karena kejanggalan itu, sejak akhir Januari lalu, Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-Lembaga Keuangan turun tangan. Namun Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Sardjito belum bisa menjelaskan hasil penyidikan sementara.
Proses ini, kata Fuad, butuh waktu karena Bapepam masih memeriksa penilai independen yang disewa Bumi. ”Kalau mereka melayani keinginan emiten untuk mark up, saya cabut izinnya,” ujar dia. Selanjutnya, Bapepam akan menyewa penilai independen untuk menakar ulang nilai wajar tiga perusahaan tadi.
Ari sendiri menegaskan tujuan akuisisi murni demi ekspansi. Fajar, kata dia, dibeli karena sudah memiliki pengalaman memproduksi batu bara di bawah tanah. Batu bara yang dihasilkannya juga berkualitas tinggi, 6.300 kilokalori.
Adapun Darma dibeli untuk mendukung pasokan alat-alat berat buat Arutmin dan Kaltim Prima Coal, dua unit usaha Bumi. Sedangkan Pendopo dibeli karena punya keahlian mengolah batu bara menjadi gas dan pengembangan pembangkit listrik. Perusahaan yang beroperasi di blok Benuang dan Sigoyang, Sumatera Selatan, itu juga sudah meneken kesepahaman dengan Mitsui dan Sumitomo untuk menyuplai gasifikasi batu bara dan memasok batu bara di pembangkit mulut tambang 2 x 300 megawatt.
Ditemui di kediamannya, Nirwan Bakrie—sambil sesekali mengisap rokok—mengatakan aksi ini tidak akan mengganggu arus kas Bumi sama sekali. ”Kami pakai skema menarik,” katanya. Bumi hanya membayar uang muka 10 persen dan sisanya dicicil tiga tahun.
Saat pelunasan, penjual harus bisa membuktikan kinerja perusahaan persis seperti yang mereka janjikan. ”Seperti kontrak dengan penyanyi. Dia akan dibayar bagus kalau albumnya meledak,” kata Nirwan. Bila meleset, nilai akuisisi akan disesuaikan. Namun Fuad minta Bumi memberikan bukti. Bila nanti terbukti informasi yang diberikan ke Bapepam dan publik tidak benar, perusahaan itu bisa dipidana.
Yandhrie Arvian, Wahyu Muryadi, Efri Ritonga, Agoeng Wijaya
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/02/16/EB/mbm.20090216.EB129542.id.html
Jungkir-Balik Akuisisi Jumbo
Written By gusdurian on Selasa, 17 Februari 2009 | 11.51
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar