BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Beban Kesehatan Akibat Perang Gaza

Beban Kesehatan Akibat Perang Gaza

Written By gusdurian on Jumat, 13 Februari 2009 | 12.45

Beban Kesehatan Akibat Perang Gaza
Fachmi Idris, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia

"Sebenarnya apa tujuan yang diinginkan oleh Israel dengan melancarkan serangan ke Jalur Gaza?" Satu pertanyaan mendasar yang pastinya hanya bisa dijawab oleh Israel sendiri. Jawaban umumnya adalah untuk membela diri, membalas serangan roket yang diluncurkan Hamas. Tapi, melihat fakta berupa dampak yang begitu hebat dan luas akibat kebrutalan dan keserampangan Israel, banyak pengamat dan pemimpin dunia menilai bahwa serangan tersebut lebih merupakan skenario Israel untuk menghancurkan Gaza. Bahkan begitu kejamnya tentara Israel mengejar dan membunuh orang-orang Palestina tanpa pandang bulu. Mungkin ada benarnya, apa yang dikhawatirkan pengamat dunia, jangan-jangan ada skenario genosida di balik serangan Israel tersebut.

Semua tahu bahwa perang merupakan perselisihan pihak-pihak bersengketa dengan memakai kekuatan senjata. Tanpa maksud untuk mengadili dan menilai siapa yang benar atau salah, yang menang atau kalah, dan tanpa maksud mendukung salah satu pihak yang bertikai, maka masyarakat dunia senantiasa menyeru kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dalam meja perundingan tanpa kekerasan senjata. Tujuannya untuk menghindari semakin banyak korban yang tidak berdosa dan kerusakan yang tidak diinginkan akibat perang. Korban yang terukur secara kuantitatif sangat jelas. Korban mati, dari bayi sampai orang dewasa yang tidak berdosa, lebih mudah dihitung. Korban yang tidak terukur, berupa cacat permanen atau status kesehatannya menjadi terganggu, merupakan beban masa depan yang sangatlah berat.

Masyarakat dunia telah membuat aturan untuk disepakati bersama dalam bentuk Hukum Humaniter Internasional atau dikenal dengan The Law of War tentang apa-apa yang tidak boleh dilakukan dalam perang oleh pihak-pihak yang bertikai dengan dalih apa pun. Aturan tersebut ditujukan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia, antara lain dengan melindungi orang-orang yang tidak terlibat atau dianggap tidak terlibat dalam perang, melokalisasi perang hanya pada daerah pertempuran bukan di daerah masyarakat sipil, serta menghindari kerusakan yang hebat dari dampak peperangan dengan membatasi metode dan senjata yang digunakan dalam peperangan.

Pada 1967, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Resolusi 237 yang dipertegas oleh Majelis Umum PBB dengan resolusi 2252, yang menegaskan bahwa hak asasi manusia harus dihormati oleh setiap pihak yang terlibat pertikaian, mereka harus memenuhi semua kewajiban yang telah mereka terima dalam konvensi Jenewa 1949. Walau resolusi-resolusi ini sering kali dianggap sampah oleh negara agresor, paling tidak kita harus selalu saling mengingatkan tentang hal ini.

Dilihat dari kacamata kejujuran, serangan brutal dan serampangan Israel tersebut lebih merupakan tragedi kemanusiaan dan telah melanggar Hukum Humaniter Internasional (Konvensi Jenewa 1949, Protokol Jenewa I dan II 1977, dan Hukum Den Haag). Banyak korban yang jatuh akibat serangan Israel tersebut justru di pihak warga sipil yang tidak terlibat dalam perang dan tidak tahu-menahu soal perang, yaitu anak-anak dan wanita. Sebuah persoalan humanitarian yang mau tidak mau pada akhirnya melibatkan profesi kedokteran yang memiliki tradisi luhur (noble officium) serta selalu tergerak dalam membantu dan menyelamatkan nyawa setiap manusia.

Masalahnya kemudian muncul berita yang menyedihkan bahwa serangan Israel juga menghantam sejumlah rumah sakit yang di dalamnya terdapat pasien sebagai orang yang tidak berdaya dan tenaga medis, seperti dokter dan perawat, yang sedang bekerja untuk kepentingan kemanusiaan. Serangan tersebut juga telah menghancurkan terowongan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan dunia luar sehingga menyulitkan keluhuran profesi kesehatan dalam membantu korban luka dan lain-lain karena sulitnya pasokan daya dukung pengabdian profesi yang diperlukan, seperti obat-obatan, peralatan medis, dan relawan medis yang akan membantu lebih lanjut.

Berkaitan dengan ekses kesehatan, dari perkembangan terakhir diduga Israel telah menggunakan senjata kimia berupa bom yang mengandung fosfor putih dalam serangannya (sebagaimana diakui oleh Human Rights Watch, sebuah organisasi hak asasi manusia yang berkedudukan di New York). Tindakan Israel tersebut jelas-jelas melanggar aturan perang yang melarang penggunaan senjata pemusnah massal, seperti senjata kimia dalam bentuk fosfor putih tersebut, serta mendapat kecaman keras dari PBB dan dunia internasional.

World Medical Association (WMA) dalam deklarasinya di Santiago pada 2005 mengutuk setiap pihak yang menggunakan dan mengembangkan senjata kimia dan biologis (senjata pemusnah massal). Pertimbangannya jelas, senjata tersebut berdampak bukan hanya kepada anggota militer di area target peperangan, tapi juga ke area yang sangat luas sampai ke permukiman masyarakat sipil. Belum lagi ia akan mengancam kesehatan manusia dalam jangka waktu lama, menyebabkan kesakitan, penderitaan, serta penyakit dan kerusakan populasi yang sangat lama. Lebih parah keadaannya akan menyebabkan perubahan lingkungan hidup permanen, kompleks, dan tidak bisa diprediksi, termasuk kerusakan pada tanaman, hewan, dan sumber air serta merusak sumber makanan bagi manusia. Kondisi ini akan semakin miris mengingat tenaga, teknologi, dan pelayanan kesehatan yang ada selama ini tidak dapat berbuat banyak untuk membantu memulihkan penderitaan korban akibat senjata kimia dan biologi.

Deklarasi WMA menggambarkan bahwa akan ada beban masalah kesehatan kronis apabila isu penggunaan senjata kimia merupakan kenyataan lapangan. Bangsa Palestina di Jalur Gaza akan mengalami penderitaan yang sangat panjang, jauh setelah perang selesai yang pada gilirannya akan mengalami krisis kemanusiaan baru terkait dengan problem dan beban kesehatan baru.

Kepedihan, penderitaan, kecacatan, wabah penyakit, kelaparan dan busung lapar, serta ketakutan dan depresi berkepanjangan pada anak-anak dan wanita adalah problem kesehatan yang secara nyata merupakan dampak perang di Gaza. Keadaan ini diperparah lagi dengan akan terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang menyediakan sumber makanan dan sumber air bersih yang dibutuhkan oleh penduduk Jalur Gaza.

Untuk menghindari krisis kemanusiaan lanjutan pascaperang yang sarat dengan problem kesehatan tersebut, walaupun dengan asa yang mulai pupus, masyarakat dunia yang beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan harus cepat mengambil tindakan tegas untuk menghentikan perang brutal yang dilancarkan oleh Israel. Tidak cukup dengan hanya kecaman, kutukan, dan resolusi di atas kertas dan di atas podium karena selama ini Israel tidak pernah mengindahkan itu semua.

Saatnya sekarang bagi badan dunia yang berwenang untuk tujuan mengawal hak asasi manusia segera tampil secara konkret hadir di Jalur Gaza untuk mengawasi dan bahkan menghentikan secara total perang yang tidak berperikemanusiaan tersebut. Bukan hanya gencatan senjata "pura-pura", yang tiba-tiba secara sepihak dan mendadak senjata kimia dihambur-hamburkan lagi untuk rakyat yang tidak berdosa.



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/02/03/Opini/krn.20090203.155625.id.html
Share this article :

0 komentar: