BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Pingky Saptandari : "Mendorong Kesadaran Warga Kota"

Pingky Saptandari : "Mendorong Kesadaran Warga Kota"

Written By gusdurian on Minggu, 18 Januari 2009 | 11.05

Pingky Saptandari
"Mendorong Kesadaran Warga Kota"
Sebagian besar waktunya habis di Ibu Kota. Tugas sebagai staf khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan membuat wanita berusia 52 tahun itu harus mondar-mandir Surabaya-Jakarta. "Empat hari di Jakarta, sisanya di sini (Surabaya)," ujar Pingky kepada Tempo, Kamis siang lalu.

Pinky Saptandari, yang juga staf pengajar Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Airlangga bukan tipe dosen yang hanya mengajar di kelas. Namanya dikenal secara luas justru karena aktivitas sosialnya. Dari membidani lahirnya Kelompok Perempuan Prodemokrasi (KPPD) pada 2000 hingga mendirikan Dewan Kota pada 2001. "Kami membentuk organisasi ini karena perempuan kelompok yang paling rentan menjadi korban proses kemiskinan," kata Pingky.

Ditemui di ruangannya yang sederhana di kantor jurusan Antropologi FISIP Universitas Airlangga, Pinky mengenakan baju batik dengan setelan celana hitam. Rambut pendek dan berkacamata membuat Pingky tampak energetik. Padahal, Rabu malam sebelumnya, dia baru saja tiba dari Jakarta. Kementerian memintanya mendampingi seorang buruh migran yang menjadi korban penyiksaan majikan di negara tempat bekerja, Arab Saudi.

Ibu dua anak ini memang menaruh banyak kepedulian terhadap masalah perempuan. Bahkan, melalui KPPD yang didirikannya bersama sejumlah aktivis perempuan, Pingky mencoba memasok kesadaran kaum perempuan untuk memperoleh haknya.

Di KKPD, Pingky mendorong kesadaran kaum perempuan, sedangkan di Dewan Kota, Pingky didaulat menjadi sekretaris jenderal, mendorong kesadaran warga dan pemerintah untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Karena struktur Dewan Kota bukan lembaga formal, tugas Pingky sebagai sekretaris jenderal hanya menjalankan fungsi kesekretariatan dalam menjalankan roda organisasi.

Pada awalnya, Dewan Kota dikesankan banyak orang sebagai tandingan Dewan Perwakilan Rakyat. "Dewan Kota lebih berfungsi untuk menampung aspirasi masyarakat," kata Pingky. Karena itu, Dewan Kota mendiskusikan bermacam persoalan yang terjadi di Kota Surabaya dalam forum Reboan, diskusi rutin yang diselenggarakan setiap Rabu.

Peserta diskusi Reboan ini dari berbagai kalangan, mulai warga biasa, ketua rukun tetangga/rukun warga, pejabat dinas, praktisi, akademisi, hingga tokoh masyarakat. Tempat diskusinya dilakukan di berbagai tempat, mulai gedung pemerintah hingga kantor organisasi profesi. "Diskusi juga kita lakukan di rumah warga," kata Pingky.

Menurut dia, forum ini ternyata efektif untuk memberikan pendapat dan saran dalam membangun Kota Surabaya. Topik diskusi yang dibicarakan selalu masalah yang aktual, seperti masalah banjir, kemacetan lalu lintas, tata kota yang semrawut, juga jalanan kota yang terus dipenuhi reklame.

Cara ini, kata dia, sekaligus menjadi "jembatan" yang menghubungkan kepentingan warga dan pemerintah kota. Di forum, warga bisa mendapat tergugah memperoleh hak dan kebutuhan sebagai warga negara. Sementara itu, pemerintah menjadi tersadarkan akan kewajibannya memenuhi kesejahteraan warga.

Awalnya, sejak didirikan pada 2000, forum tak berjalan mulus. Sejumlah pejabat menilai forum ini menjadi ajang "pengadilan". Mereka merasa ditelanjangi dengan program yang tak beres mereka lakukan. Namun, lambat laun, persepsi itu berubah. Aspirasi masyarakat dapat mereka serap dari forum. "Tugas pejabat tidak hanya berbicara kewenangannya, tetapi harus menyerap aspirasi warga," kata Pingky.

Menamatkan pendidikan S1 sosiologi di Universitas Airlangga pada 1984, Pinky segera mengabdikan diri di almamater yang sama pada 1985. Dia menjadi dosen pengajar jurusan antropologi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik hingga kini. Pada 1994, Pingky menyelesaikan pendidikan magister antropologi di Universitas Indonesia.

Dewan Kota kini sudah berumur delapan tahun. Selain masih menggelar diskusi Reboan, forum diskusi yang berkantor di Jalan Diponegoro 133 Surabaya ini kini giat menjalin hubungan dengan warga kota yang ada di luar negeri. Caranya, dengan membuat situs internet, yakni www.dewankotasurabaya.org, yang kini masih dikebut penyelesaiannya.

Pingky berharap situs Dewan Kota ini bisa lebih banyak menjaring masukan warga kota yang tinggal di luar negeri. Dia juga berharap, dari situs yang akan diluncurkan Februari ini, Kota Surabaya terinspirasi bisa membangun kota yang nyaman, aman, dan bersih seperti yang ada di kota-kota negara maju. ANANG ZAKARIA

Potensi yang Dilupakan

Bagi sebagian warga Surabaya, Gedung Nasional Indonesia (GNI) di Jalan Bubutan tak lebih dari gedung tua peninggalan masa lalu. Tapi, tidak bagi Pinky Saptandari. "Sekarang sudah jadi tempat resepsi pengantin," kata dia. Padahal, kata dia, semasa pergerakan merebut kemerdekaan, GNI menjadi aktivitas pejuang Indonesia.

Ikatan emosionalnya dengan gedung itu begitu kuat. Sekitar 80 tahun yang lalu, Kanjeng Raden Mas Haryo (K.R.M.H.) Soejono Handayaningrat, eyang Pinky, bersama Dr Soetomo, merupakan tokoh pergerakan di Indonesia yang memprakarsai pendirian gedung itu. Keturunan Mangkunegaran VI dari Keraton Solo, kala itu, berharap gedung akan menjadi pusat pendidikan bagi kaum pribumi.

Surabaya memang dikenal dengan cerita kepahlawanan sejak lama. Sejumlah pahlawan, dari Soekarno, Tjokroaminoto, Semaoen, Dr Soetomo, hingga Bung Tomo lahir di kota ini.

Sayangnya, kata Pinky, tak banyak generasi muda yang tahu jasa-jasa mereka. Bahkan, kaum muda sekarang lebih mengenal tokoh perjuangan rakyat Kuba, Che Guevara, ketimbang para pahlawan di negerinya sendiri.

Keterasingan kaum muda dengan masa lampu ini tak lain karena minimnya informasi tentang para pahlawan di Surabaya. Tempat tempat bersejarah banyak yang sudah beralih fungsi. Padahal, jika pemerintah kota serius menangani, kata Pingky, tempat bersejarah ini bisa menjadi potensi bagi Kota Surabaya. "Kalau tempat bersejarah dipelihara, Surabaya menjadi kota yang lebih berkarakter," katanya. ANANG ZAKARIA



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/17/Berita_Utama_-_Jatim/krn.20090117.154057.id.html
Share this article :

0 komentar: