Demi Politik, NU Korbankan Khittah
Fachry Ali
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Tanggal 31 Januari ini, Nahdlatul Ulama (NU) genap berusia 83 tahun. Sebagai ormas keagamaan yang mengklaim memiliki 40 juta jamaah, NU telah melewati periodisasi manis-pahitnya perjalananan republik ini. Bagaimana masa depannya?
Organisasi yang lahir di Surabaya, pada 1926 ini, tidak bisa dilepaskan dari perjalanan bangsa Idonesia, mulai dari era prakemerdekaan, kemerdekaan, hingga saat era reformasi. Jatuh bangun organisasi NU juga terekam dengan baik, mulai keterlibatannya di politik praktis sejak Pemilu 1955 hingga awal Orde Baru, hingga keputusan Khittah 1926 dalam Muktamar 1984 di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.
Persoalan pelik muncul saat memasuki era reformasi 1998. Keputusan PBNU untuk mewadahi partai politik untuk warga NU seperti menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi selama Orde Baru NU merasa terpinggirkan, namun di sisi lain dengan pendirian partai politik (PKB) NU seperti mengingkari konsensus yang telah dibuat.
Menurut pemerhati NU, Fachry Ali, sejak era reformasi ini elit NU cenderung lebih terpesona pada dinamika politik. Padahal, kata dia, NU seharusnya lebih baik fokus pada basis sosial keagamaan dan ekonomi.
“Harusnya NU menjadi kekuatan civil society yang menggarap masalah sosial keagamaan dan ekonomi,” kata Fachry kepada INILAH.COM, Jumat (30/1) di Jakarta.
Langkah-langkah apa sajakah yang perlu ditempuh NU untuk mempertahankan eksistensinya? Berikut ini wawancara lengkapnya:
Apa yang harus NU lakukan di tengah intensitas politik yang semakin meninggi, apalagi di musim politik tahun 2009 ini?
NU harus lebih kembali kepada Khittah 1926 sebagai sebuah wahana mengalirkan energi umat untuk bakti sosial keagaaman. Kalau bisa, bakti ekonomi.
Pasca Muktamar NU di Boyolali 2004 lalu, apakah ada perkembangan signifikan dalam implementasi Khittah NU?
Khittah masih jalan di tempat. Tetapi kesan saya, NU dan aktor NU itu lebih terpesona kepada dinamika politik daripada dinamika sosial keagamaan.
Apa muara elit NU lebih terpesona pada dinamika politik daripada sosial-keagamaan yang mestinya memang NU jalankan?
Karena mereka selalu melihat ada kemungkinan-kemungkinan masuk ke dunia politik. Karena pertama, dunia politik memang semakin terbuka, kedua elit NU merasa punya massa. Nah itulah yang menyebabkan mereka terpesona dengan politik.
Mengisi momentum hari ulang tahun ke-83 NU, apa pekerjaan rumah yang harus digarap oleh stakeholder NU?
NU harus melahirkan pemikiran segar yang mengisyaratkan lepas dari dunia politik. Bahwa NU adalah kekuatan civil society. Ini harus diejawantahkan NU yang mampu mengorgansiasikan diri, dan karenanya tidak tergantung kepada negara dari segi ekonomi, sosial, dan politik. Hakikatnya, NU sudah membuktikan. NU yang berdiri 1926, maka sebenarnya kelahiran organsiasi ini mendahului negara bangsa Indonesia. Nah, NU sudah membuktikan itu, tetapi justru pada masa reformasi, NU lebih terpesona ke dunia politik.
Di periode mana NU paling buruk dalam mengimplemetasikan dalam relasi dengan kekuasaan?
Saya kira ketika pimpinan NU tanpa kamfulase terjun menjadi aktor politik. Nah itu, terjadi saat reformasi ini. [P1]
http://inilah.com/berita/politik/2009/01/31/80056/demi-politik-nu-korbankan-khittah/
Demi Politik, NU Korbankan Khittah
Written By gusdurian on Sabtu, 31 Januari 2009 | 10.09
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar