BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Berjalan Mundur Menaklukkan Waktu

Berjalan Mundur Menaklukkan Waktu

Written By gusdurian on Jumat, 16 Januari 2009 | 12.45

The Curious Case of Benjamin Button menghasilkan sebuah adaptasi bebas akan ide utama tentang seorang pria yang menua berlawanan dengan waktu.

D ALAM esai Yogya dari Atas Sadel Sepeda (Media Indonesia, 4 Mei 2008), editor Indonesia Boekoe Zen Rachmat Soegito menulis manusia kota besar hidup dalam setting sosial yang menjadikan ruang dan waktu layaknya 'monster' yang harus ditaklukkan.
"Seberapa berhasil ruang dan waktu itu ditundukkan bisa menjadi ukuran seberapa berhasil orang itu melakukan apa yang dalam kamus masyarakat modern disebut sebagai efektif dan efisien," tulisnya.

Berangkat dari situ, lalu seberapa efektif dan efisienkah upaya seorang Benjamin Button 'menaklukkan' waktu dalam The Curious Case of Benjamin Button? Bayi Benjamin Button (diperankan Brad Pitt) lahir dipermainkan oleh waktu. Ia bayi dengan arthritis, kulit keriput, dan semua kelemahan fisik yang dimiliki seorang berusia 90 tahun.

Orang tua kandung Benjamin membuang dia ke sebuah rumah, yang untungnya adalah rumah jompo. Seorang Queenie (Taraji P Henson) memutuskan merawat bayi renta itu sebagai anaknya sendiri.

Masa kecil Benjamin cukup 'normal'. Ia punya figur ibu yang menyayangi dan mengajarinya berbagai hal. Ia punya teman-teman 'sebaya' dan muncul sepupu Tizzy, ayah angkatnya, yang terus-menerus menulari pengaruh pada Benjamin untuk berkelana ke berbagai tempat asing di dunia.

Virus bertualang itulah yang kemudian membawa Benjamin menjadi awak kapal buat Captain Mike (Jared Harris). Dan, pada berbagai fase kehidupan Benjamin, selalu ada Daisy (Cate Blanchett).

The Curious Case of Benjamin Button berdasar pada cerita pendek F Scott Fitzgerald. Hasilnya lebih sebuah adaptasi bebas akan ide utama tentang seorang pria yang menua berlawanan dengan waktu.

Nama 'Daisy' pun dipinjam dari nama Daisy Buchanan di novel tenar Fitzgerald The Great Gatsby, objek fiksasi yang mewakili sebuah dunia ideal yang hendak dicapai oleh karakter utama Jay Gatsby.

Cerita cinta Daisy-Benjamin dan Daisy Buchanan-Jay Gatsby punya alur yang mirip. Di Curious Case, saat Benjamin dan Daisy sama-sama anak kecil, kedekatan keduanya bersifat alamiah. Sama seperti kedekatan Daisy Buchanan belia dan Jay Gatsby yang perwira muda di The Great Gatsby.

Daisy sempat menolak kehadiran Benjamin, tapi ia menerima Benjamin lagi saat keduanya berada di kondisi yang seimbang secara usia. Dan, Benjamin 'sempurna' secara fisik.

Di novel The Great Gatsby, kualitas keseimbangan yang membuat Daisy dan Jay dekat lagi adalah uang. Bahwa Jay Gatsby sudah menjadi orang dengan kelas ekonomi yang sama dengan pujaan hatinya.

Sutradara David Fincher menghadirkan sebuah film dengan kualitas dongeng buat orang dewasa. Betapa pun sulitnya masa atau situasi yang dihadapi oleh Benjamin, kualitas penceritaan yang diberikan Fincher seperti tak pernah benar-benar menyentuh kenyataan. Hampir semuanya terasa seperti mimpi, kecuali pada bagian Daisy yang sudah jadi perempuan tua bercerita pada anak perempuannya, Caroline (Julia Ormond).

Adegan perang yang mengerikan, oleh Fincher dibuat jadi heroik. Masa muda Benjamin sebagai anak berpenampilan tua, yang bisa jadi masa-masa sulit karena 'keunikan' penampilannya jika dibanding kan dengan teman-teman bermain seusianya, dihaluskan. Benjamin tumbuh besar di antara orang-orang dengan penampilan fisik yang tak berbeda dengannya. Karena itulah dia beruntung. Dia tidak tumbuh besar dengan hinaan atau cercaan.

Rasa sayang yang terus mengelilingi Benjamin itulah yang membuat karakternya seperti tak pernah mendendam. Pada Daisy yang pernah menolaknya, pada ayah yang membuangnya, bahkan pada waktu yang 'mencuranginya'. Yang ditampilkan dari Benjamin selalu kepatuhan, keinginan tanpa henti untuk belajar, ketabahan, dan bahwa kita tak pernah terlambat untuk berusaha menjadi sosok yang kita inginkan.

Yang terakhir itu yang membuat kesimpulannya jadi, bahwa hidup Benjamin dijalani dengan efektif dan efisien. Walaupun pemaknaan dua kualitas itu tak dilihat dari kacamata yang sama oleh manusia modern.

Palet warna Seperti film-film Fincher sebelumnya (Fight Club, Se7en, The Game, Panic Room, dan Zodiac) ada palet warna yang intens dalam adegan-adegan di The Curious Case. Tetapi saat sebelumnya Fincher melihat dari kacamata yang kelam, kini ia menggunakan rona kuning yang hangat untuk memberikan efek dongeng itu buat hidup Benjamin.

Yang menarik dicatat, kualitas teknis film ini, terutama dari segi tata rias dan efek digital buat karakter Benjamin dan Daisy, bisa menemukan proporsi yang pas. Cukup untuk membuat mereka tetap manusia dan mendukung cerita, dan tidak menjadi sesuatu yang berlebih sampai kita meragukan keautentikannya.

Ada enam aktor yang digunakan Fincher untuk memerankan Benjamin. Tetapi pada sebagian besarnya, muka Brad Pitt dialterasi secara riasan dan/atau digital, lalu 'dipasangkan' pada tubuh aktoraktor itu.

Ini ketigakalinya Pitt dan Fincher bekerja sama membuat sebuah film panjang. Di film ini, Pitt, lagi-lagi dibuat Fincher sebagai representasi buat konsep manusia 'ideal'. Pada Se7en, karakter detektif David Mills yang diperankan Pitt digambarkan punya kehidupan ideal, yang akhirnya jadi sumber keirian si pembunuh berantai dan berujung petaka.

Di Fight Club, Pitt yang memerankan Tyler Durden melontarkan dialog kunci ini, "Segala yang ingin kamu capai, itu aku. Aku (penampilan fisik) terlihat seperti yang kamu inginkan, aku bercinta seperti kau ingin bisa bercinta. Aku cerdas, mampu, dan yang paling penting, aku bebas dalam segala cara kamu tidak bebas."

Dan kesempurnaan Tyler Durden juga tidak membawa sebuah kebaikan bagi banyak orang. Dia adalah kekacauan. Dan, di Curious Case, fisik Pitt lagi-lagi jadi medium akan kontradiksi sempurna/tidak sempurna itu. Ketidaksempurnaan fisik Benjamin adalah bungkus buat kesempurnaan perangainya walaupun penon ton tak benar-benar bisa melepaskan sosok Pitt dari Benjamin. Sehingga saya jadi bertanya, di tengah intensitas kultur selebritas yang sedang kita alami, apakah Fincher sedang membuat penonton mempertanyakan seberapa sempurnakah (fisik maupun intrinsik) seorang Brad Pitt? (X-10) isyana@ mediaindonesia.com



http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/01/15/ArticleHtmls/15_01_2009_017_001.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: