BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Ekonomi Tentukan Pemenang Pilpres

Ekonomi Tentukan Pemenang Pilpres

Written By gusdurian on Sabtu, 20 Desember 2008 | 10.03

Ekonomi Tentukan Pemenang Pilpres

JAKARTA(SINDO) – Kondisi ekonomi akan memainkan peran krusial dalam menentukan partai politik dan calon presiden yang akan memenangi Pemilu 2009.
Siapa yang bisa memanfaatkan kondisi ekonomi sebagai bahan strategi kampanye akan bisa mengambil keuntungan. ”Isu ekonomi dianggap pemilih jauh lebih penting dibandingkan isu lain seperti keamanan atau isu hukum,” kata Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA saat konferensi pers pemaparan hasil survei terbaru LSI di Jakarta kemarin. Menurut Denny, dengan kondisi saat ini calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri terus menempel popularitas Susilo Bambang Yudhoyono untuk bersaing pada Pemilihan Presiden 2009. Berdasarkan hasil survei nasional (LSI), selisih keduanya tinggal 2% saja.Responden yang memilih Megawati jika pemilihan presiden dilakukan hari ini adalah 40,7% di bawah SBY yang mendapatkan suara responden 42,9%. Survei dilakukan pada 5–15 Desember 2008 di seluruh provinsi di Indonesia melalui wawancara tatap muka dengan 1.200 responden. Margin of errorsurvei ini sebesar 2,9% Menurut Denny, naiknya popularitas serta elektabilitas Megawati sangat dipengaruhi kondisi ekonomi saat ini. Karena itu, untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemenang dalam pilpres mendatang juga sangat bergantung pada kondisi perekonomian yang dihadapi masyarakat. ”Megawati dan SBY bersaing ketat. Jika ekonomi membaik, SBY semakin dominan. Sebaliknya, jika ekonomi memburuk, Mega potensial mengalahkan SBY,” tandas Denny. Dia menambahkan, kondisi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat yang merasa ekonominya semakin sulit lebih banyak dibandingkan masyarakat yang merasa ekonomi kini lebih baik. Sebanyak 53,8% responden mengatakan akan mendukung Megawati jika kondisi ekonomi 2009 semakin sulit. ”Responden yang mengatakan ekonomi tambah sulit sebanyak 35,2%,sementara yang menyatakan lebih baik hanya 29,0%,” ungkapnya. Survei tersebut juga mengungkap bahwa tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan SBY di bidang keamanan dan hukum cukup tinggi, mencapai 75% dan 68%. Namun, kelemahan di bidang ekonomi belum tertutupi dengan tingkat kepuasan publik sebesar 36,7%, sementara yang tidak puas mencapai 59,5%. ”Di bidang ekonomi,SBY mengalami defisit kepuasan hingga 22,8%,”ujar Denny. Fakta itu menjadi peringatan penting bagi SBY. Belum lagi fakta bahwa persepsi ekonomi yang berbeda menghasilkan perilaku pemilih yang berbeda. ”Yang puas dengan kondisi ekonomi cenderung akan memilih SBY dan Partai Demokrat, sementara yang tak puas dengan kondisi ekonomi cenderung memilih Megawati dan PDIP.Pola ini konsisten diuji melalui empat survei nasional berturutturut selama tahun ini,” ujarnya. Denny menyatakan, PDIP sudah tepat melakukan kampanye politik dengan mengusung tema kesejahteraan rakyat melalui program sembako murah. Terlebih perkembangan ekonomi 2009 akibat krisis global akan melahirkan semakin banyak angry voters atau pemilih yang marah. Dia menambahkan, angry voters dapat berpotensi menjadi golput, bahkan mengalihkan suaranya kepada kelompok oposisi, dalam hal ini Megawati sebagai calon presiden dari PDIP. ”Sementara SBY masih mengusung isu keamanan dan penegakan hukum, bagi wong cilik yang penting perut,” tandasnya. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (BP-Pemilu) PDIP Tjahjo Kumolo mengakui pengambilan isu ekonomi karena pihaknya melihat bahwa isu itu merupakan titik lemah pemerintahan SBY. ”Ekonomi adalah isu yang saat ini diresahkan masyarakat bawah. Karena itu PDIP dan Ibu Megawati sebagai capres mengusung isu sembako murah untuk diperjuangkan,” ujar Tjahjo. Selain memaksimalkan isu ekonomi dengan sembako murah, lanjut dia, PDIP dan Megawati juga akan terus terjun ke daerah-daerah untuk menyerap aspirasi masyarakat. ”Jadi, hal yang realistis jika popularitas dan tingkat elektabilitas Ibu Megawati terus naik,”bebernya. Sementara itu,Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum tidak mengkhawatirkan popularitas Megawati yang terus naik.Menurut Anas, popularitas dan elektabilitas calon presiden bersifat dinamis. Demikian juga partai politik (parpol). ”Jadi hasil survei tersebut biasa saja. Kami melihatnya sebagai bahan masukan,” kata Anas kepada SINDO kemarin. Selain itu, pelaksanaan pemilihan presiden juga masih jauh, sehingga masih banyak waktu yang bisa dilakukan oleh masing-masing kandidat.Saat ini,kata Anas, Partai Demokrat sedang konsentrasi pada pemilu legislatif, belum kampanye pemilihan presiden. ”Kami yakin kalau SBY sudah kampanye, angkanya akan makin menjauh. Pemilih makin cerdas dan rasional. Sudah mampu membedakan antara janji sembako murah dan bukti sekarang swasembada beras dan inflasi yang terkontrol,” lanjutnya. Tidak Anjlok Direktur Institute for Development of Economics and Finance M Ikhsan Modjo mengatakan bahwa isu ekonomi belum menjadi bagian penting untuk komoditas politik. Terlebih situasi ekonomi tahun depan diperkirakan tidak anjlok drastis, yaitu pertumbuhan ekonomi akan turun antara dua hingga tiga persen.”Baik buruk situasi ekonomi akan memengaruhi suara sekitar 20% pemilih yang rasional,” kata Ikhsan. Kategori pemilih kedua adalah 80% masyarakat yang hidup prihatin dan paling terkena imbas krisis. Meski begitu, karena rasionalitas sikap politik mereka masih rendah, situasi krisis tidak mengalihkan simpati mereka sepanjang ada programprogram yang menguntungkan. ”Misalnya seperti PNPM (program nasional pemberdayaan mandiri), KUR (kredit usaha rakyat). Bila digelontorkan menjelang pemilu, mereka akan senang dan lupa akan situasi ekonomi,” ramalnya. Ikhsan menambahkan, Presiden SBY akan mendapat ujian dalam menangani krisis keuangan global. Mengingat pusat krisis ada di luar negeri dan Indonesia hanya terkena imbas, maka pemilih kategori tersebut akan menaruh simpati kepada SBY bila dapat menangani imbas krisis dengan benar. Bila salah dan situasi bertambah parah, baru mereka akan bersikap antipati. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, gejolak ekonomi global tidak begitu berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia. Ibarat tsunami,Indonesia hanya kebagian dampak ketiga, karena episentrum gempa tidak terjadi di Indonesia. ”Kita hanya kena imbas ketiga saja, secara kebetulan perekonomian kita tidak terlalu fokus ke Amerika,” kata Jusuf Kalla dalam dialog politik akhir tahun 2008 bertema ”Partai Politik: Keterbukaan dan Seleksi Nasional” di Jakarta kemarin. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 30%, sehingga jika dibilang terkena dampak yang besar, Kalla keberatan. ”Beda dengan negara-negara Eropa, atau China yang memang banyak berhubungan secara langsung dengan Amerika Serikat,” ungkapnya. (rahmat sahid/ m ma’ruf/sofian dwi)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/197587/38/
Share this article :

0 komentar: