Penulis : Maya Puspita Sari
MI/ADAM DWI PUTRAPolitik pembiaran anggota dewan malas bersidang masih berlangsung. RAPAT Paripurna DPR kemarin berlangsung di ruang kosong. Jumlah peserta rapat sangat sedikit dan tidak kuorum. Meski demikian, rapat paripurna tetap dilangsungkan dan mengambil keputusan penting pula. Ada lima rancangan undang-undang yang disahkan DPR, kemarin. Rapat yang seharusnya dimulai pukul 10.00 WIB itu terpaksa ditunda selama 1 jam karena di dalam ruangan kosong melompong. Di luar ruangan sejumlah anggota dewan asyik mengobrol dan merokok. Sebagian anggota dewan malah memilih belanja di bazar yang digelar tidak jauh dari ruang rapat paripurna. Jumlah anggota dewan yang mengisi daftar hadir hingga pukul 12.30 berjumlah 285 dari 550 total anggota DPR. Akan tetapi, dalam ruang sidang cuma ada 65 orang. Berdasarkan pemantauan Media Indonesia, ada anggota DPR datang hanya untuk menandatangani daftar hadir lalu kabur. Pemandangan yang sama terjadi pada rapat paripurna yang digelar sehari sebelumnya, Rabu (17/12). Rapat pengambilan keputusan empat rancangan undang-undang itu hanya dihadiri 80 orang. Tanda tangan daftar hadir ternyata jauh lebih penting bagi anggota dewan, bahkan memiliki legitimasi lebih kuat jika dibandingkan dengan kehadiran fisik. Padahal, menurut Pasal 6 Kode Etik DPR, anggota harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya. Ketidakhadiran anggota secara fisik sebanyak tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis, tanpa izin dari pimpinan fraksi, merupakan suatu pelanggaran kode etik.
Politik pembiaran Politik pembiaran untuk melanggar kode etik sedang berlangsung di DPR. Hampir semua jenis rapat di DPR tidak pernah kuorum dan tidak satu pun anggota yang diberi sanksi. Tengok misalnya rapat pembahasan RUU Komisi Yudisial di Komisi III DPR pada 11 Desember. Rapat hanya dihadiri delapan dari 25 anggota panitia kerja. Rapat pun dibatalkan. Begitu juga rapat Pansus Penghilangan Orang secara Paksa akhir bulan lalu, yang hanya dihadiri 20 dari 50 orang anggota pansus. Ketika itu Ketua Pansus Effendi Simbolon mengatakan akan melaporkan ke pimpinan dewan untuk menegur fraksi-fraksi yang anggotanya malas. Anggota dewan juga malas menghadiri rapat dengar pendapat seperti yang terjadi di Komisi III ketika mengadakan rapat dengan Komisi Yudisial pada 17 Maret. Rapat tersebut hanya dihadiri enam dari 49 anggota komisi hukum itu. Rapat kemudian diubah menjadi dialog. Adalah fakta bahwa rapat dewan yang terkait dengan nasib rakyat tidak pernah kuorum. Sebaliknya, rapat untuk menaikkan anggaran dewan berlipat-lipat atau rapat untuk menentukan studi banding pasti selalu kuorum. Bahkan, rapat pembahasan RUU Mahkamah Agung yang banyak ditentang rakyat itu malah selalu kuorum. Karena itulah, Ketua Fraksi PKB Effendi Choirie menggulirkan gagasan untuk mengumumkan nama-nama anggota dewan yang bolos rapat. Ia berpendapat sanksi yang paling tepat bagi para anggota dewan yang malas rapat adalah diumumkan kepada publik. "Biar publik yang menilai dan tidak memilih para anggota DPR yang sering bolos," katanya. Anggota DPR tidak sekadar malas bersidang. Ada pula yang menitipkan daftar hadir kepada sekretaris. Ketua F-PPP Lukman Hakim Saifuddin sudah mengetahui anggota dewan yang memalsukan daftar hadir. "Saya serahkan ke Badan Kehormatan (BK) untuk menindaklanjutinya." Ketua BK DPR Irsyad Sudiro pun berjanji untuk membahas usulan merekapitulasi tingkat keaktifan anggota dewan dalam setiap rapat. Wakil Ketua BK Tiurlan Hutagaol mengakui anggota dewan sudah dijangkiti fenomena 'hadir, tanda tangan, lalu pulang'. (*/X-8)
http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NTEzNDM=
0 komentar:
Posting Komentar