BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Runtuhnya Kerajaan Media Murdoch

Runtuhnya Kerajaan Media Murdoch

Written By gusdurian on Senin, 18 Juli 2011 | 12.09

Jonathan Schell, VISITING FELLOW PADA YALE UNIVERSITY, PENGARANG BUKU THE SEVENTH DECADE: THE NEW SHAPE OF NUCLEAR DANGER

Selama empat dekade sejak Watergate melengserkan Presiden Amerika Serikat Richard Nixon, para politikus telah berulang kali mengabaikan pelajaran yang seharusnya mereka petik dari skandal tersebut: menutup-nutupi kejahatan lebih buruk daripada melakukan kejahatan itu sendiri. Seperti Nixon, para politikus itu telah membayar harga yang lebih mahal— karena menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan—daripada harga yang sepantasnya mereka bayar karena kejahatan itu saja.
Sekarang ada lagi skandal yang tidak mengambil pelajaran itu: skandal penyadapan telepon di Inggris, yang telah mengguncang dunia politik di negeri itu. Selama sepuluh tahun terakhir ini, tabloid The News of the World, milik News Corporation yang dikuasai Rupert Murdoch, telah menyadap voice mail 4.000 orang, termasuk bukan hanya voice mail keluarga kerajaan, para pesohor, dan orang-orang penting lainnya, tapi juga keluarga para anggota tentara yang tewas di Afganistan dan Irak serta keluarga korban serangan teroris pada Juli 2005 di London.

Semua kejahatan ini terbongkar ketika harian The Guardian melaporkan bahwa tabloid itu telah menyadap voice mail Milly Dowler, seorang gadis berusia 13 tahun yang dinyatakan hilang. Tampaknya tabloid tersebut melakukan hal itu dengan harapan memperoleh ungkapan-ungkapan pribadi kesedihan anggota keluarga Dowler yang dapat dimuat di halaman muka tabloid. Ketika jasad gadis yang dibunuh itu ditemukan enam bulan kemudian, keluarga dan polisi mengira ia mungkin masih hidup karena orang-orang dari The News of the World menghapus sejumlah pesan saat mailbox telepon gadis malang itu terisi penuh (menurut Scotland Yard, para penyadap Murdoch itu menyogok beberapa perwira menengah polisi untuk memasok juga informasi).

Dalam sejarah penyadapan, apa yang dilakukan tabloid itu merupakan sesuatu yang baru. Bahkan Stalin tidak pernah menyadap orang-orang yang sudah wafat.

Setelah terbongkarnya skandal itu, dilakukanlah upaya menutup-nutupinya. James Murdoch, putra Rupert Murdoch, ketua dan direktur utama media-media yang ada di bawah naungan News Corporation di Eropa dan Asia, memerintahkan diberikannya pembayaran secara rahasia sebesar 1 juta pound sterling (US$ 1,6 juta) kepada korban-korban penyadapan itu agar mere

ka tutup mulut. Jutaan e-mail News Corporation dimusnahkan. Namun perbuatan yang tidak berperikemanusiaan itu tetap saja lebih mengejutkan daripada upaya menutup-nutupinya tersebut.
Walaupun demikian, konsekuensi politik dari skandal penyadapan ini bakal bergantung pada hasil investigasi yang sekarang sedang dilakukan di Inggris. Di samping semua itu, besarnya dampak skandal ini juga bakal bergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat menilai apa dan siapa News Corporation itu sebenarnya.
Keluarga Murdoch menamakan News Corporation itu suatu kerja usaha jurnalistik.
Sebenarnya News Corporation pertama-tama adalah suatu bisnis entertainment. Sebagian besar penghasilan News Corporation mengalir dari bisnisnya di bidang perfilman dan televisi. Kedua, dan lebih penting lagi, News Corporation adalah mesin propaganda gagasan-gagasan kaum konservatif dan tokoh-tokoh politiknya. Inilah wajah utama News Corporation di Amerika Serikat, dalam bentuk Fox News, yang ciri khasnya adalah tiada henti-hentinya menyebarkan ideologi kaum konservatif.
Padahal propaganda politik itu merupakan ranah pemerintah dan partai politik. Resminya, Fox News tidak membawakan suara pemerintah maupun partai politik--walaupun sebagian besar dari apa yang dilakukannya adalah melayani kepentingan Partai Republik di Amerika Serikat.

Di Inggris, News Corporation telah menciptakan semacam negara sendiri dengan mengkorup polisi, mengambil alih hak polisi dalam mengawasi masyarakat, dan mengintimidasi para politikus supaya memalingkan muka. Di Amerika Serikat, News Corporation berperilaku serupa, menggunakan kekuatan media korporat untuk memberikan pijakan hidup kepada Tea Party, organisasi politik yang berdiri sendiri. Semua perilaku ini berbeda dengan apa yang seharusnya dilakukan suatu organisasi jurnalistik. Peran utama jurnalisme dalam suatu demokrasi adalah memberdayakan masyarakat dengan menyampaikan informasi mengenai pemerintah dan lembaga-lembaga berkuasa lainnya, gerakan-gerakan masyarakat, peristiwaperistiwa internasional, dan seterusnya. Tapi News Corporation menggantikan jurnalisme semacam itu dengan gosip dan berita-berita yang merangsang, seperti yang dilakukannya ketika ia mengakuisisi News of the World, yang sudah berusia 168 tahun, dan mengubahnya menjadi tabloid pada 1984 serta dengan kampanye memihak kaum konservatif, seperti yang dilakukannya ketika ia mendirikan Fox News pada 1996.

Tidal mengherankan, pada Fox News, seperti juga pada banyak media News Corporation lainnya, independensi redaksi dikorbankan dan diletakkan di bawah kendali yang sangat ketat. Berita dan komentar dicampuradukkan ke dalam arus kampanye politik yang tidak putus-putusnya.

Ideologi mengalahkan fakta. Dan tokohtokoh utama Partai Republik, termasuk mereka yang mungkin bakal menjadi calon-calon yang akan ikut dalam pemilihan presiden, ditampilkan sebagai “komentator”. Sesungguhnya kelihaian khas Fox News adalah mengubah propaganda menjadi media populer yang berhasil secara finansial.

Mengingat keberhasilan The News of the World dari segi finansial inilah maka tidak mengherankan jika Murdoch sudah menciptakan di tempat-tempat lainnya replika dari tabloid utamanya di Inggris yang terpaksa mereka tutup itu. Apa pun yang bakal terungkap, skandal penyadapan yang

terjadi di Inggris itu tidak berbeda dengan transformasi informasi menjadi propaganda yang dilakukan Murdoch: kedua-duanya mencerminkan upaya menghancurkan dinding-dinding esensial demokrasi yang memisahkan media, negara, dan partai politik. Murdoch telah mencampuradukkan ketiga entitas itu menjadi suatu kekuatan tunggal tanpa pertanggungjawaban yang, seperti kita saksikan di Inggris sekarang ini, tidak memiliki kekangan atau etika apa pun.
Upaya yang dilakukan Murdoch ini menghadapkan kita kepada suatu realitas yang mendasari baik skandal penyadapan beserta bayang-bayang kekejaman dan korupsinya itu maupun Fox News, saluran berita paling populer di Amerika itu: terlalu banyak orang menginginkan apa yang disajikan News Corporation. Dan apa yang terlalu banyak orang inginkan itu bisa membahayakan suatu masyarakat yang beradab dan berbasis hukum.

Untuk sepintas melihat seberapa berbahayanya, lihatlah Italia. Di negeri itu, konglomerasi MediaSet Perdana Menteri Silvio Berlusconi telah berhasil merayu sebagian besar pemilih sejak 1990-an dengan menampilkan kombinasi variety show dan teater politik model Murdoch.
Ketika sistem politik Italia pasca-perang ambruk pada awal 1990-an, Berlusconi berhasil membentuk partainya sendiri, memenangi pemilihan, serta, selama tiga kali memerintah, membengkokkan hukum dan lembaga-lembaga pemerintah supaya melayani kepentingan bisnis dan pribadinya.

News Corporation tampaknya bertekad membawa Inggris dan Amerika menapak jalan serupa. Tapi sekarang para politikus Inggris sudah melakukan perlawanan. Perdana Menteri David Cameron--yang sebelum ini punya hubungan erat dengan para petinggi News Corporation, bahkan menunjuk mantan Pemimpin Redaksi The News of the World, yang baru-baru ini ditangkap karena terlibat penyadapan sebagai sekretaris pribadinya--telah menamakan penyadapan itu sebagai sesuatu yang “memuakkan“. Sementara itu, para pemimpin Partai Buruh, yang dulu juga pernah meminta dukungan Murdoch, sudah bersumpah akan memblokir upaya News Corporation untuk sepenuhnya menguasai stasiun televisi berbayar paling besar di Inggris. Masih harus dilihat apakah perlawanan ini nantinya akan menyeberang Atlantik ke daratan Amerika juga. HAK CIPTA: PROJECT SYNDICATE, 2011.

http://epaper.korantempo.com/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/07/18/ArticleHtmls/Runtuhnya-Kerajaan-Media-Murdoch-18072011011006.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: