BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Media Sosial: Dari “The Angels” hingga “The Curhaters”

Media Sosial: Dari “The Angels” hingga “The Curhaters”

Written By gusdurian on Kamis, 09 Juni 2011 | 14.11

“MARRY Me..Harry!” “I wanna be a princess... Harry,would you marry me?” Demikian jeritan yang banyak ditemui di Twittersaat pernikahanWilliam- Kate.

Kalimat ini bertaburan dan terekam dalam hastag#RoyalWedding. Tentu saja gadis-gadis itu hanya iseng, atau sekadar curhat mungkin mengisyaratkan mimpinya untuk menjadi bagian dari kisah dongeng putri dan pangeran di kerajaan. Para Tweeps (pengguna Twitter) tersebut, dalamstudiETNOMARK Consulting, digolongkan sebagai “The Curhaters”. Tipe pengguna media sosial memang bervariasi.Tidak semua orang memiliki motivasi dan kebutuhan yang sama,walaupun mereka sama-sama aktif sebagai pengguna setia media sosial. Media sosial berkembang dengan sangat cepat, secara eksponensial. Perkembangan ini sayangnya tidak diikuti dengan pemahaman yang penuh tentang variasi perilaku penggunanya.

Masih banyak media planner dan manajer pemasaran yang menggunakan pemilihan segmentasi di media sosial berdasarkan variabel demografi seperti usia, income dan gender.Atau,paling banter seputar pemahaman perbedaan psikografinya, seperti perbedaan lifestyle dan interest/ hobi. Sudah waktunya untuk melihat pengelompokan segmen dalam media sosial bukan saja dari sisi tradisional demografi psikografi tetapi juga dari perilaku/ behaviour penggunanya. Pengelompokan cara ini akan lebih tajam karena setiap segmen menjadi lebih homogen motivasi dan needsserta perilaku lainnya. Media sosial digunakan bukan hanya dikonsumsi atau dinikmati. Sifat ini tentu berbeda dengan mediamedia tradisional di mana audience adalah pihak yang pasif, dan media bisa secara intrusif menyampaikan pesan.

The New York Times pada 2010 menyebutkan media sosial adalah campuran dari alat penyampaian pesan, penguatan jaringan sosial, “microblogging” dan sesuatu yang disebut “presence/kehadiran”. Perubahan perilaku konsumen terhadap media yang digunakannya sudah diprediksi oleh ahli media,Marshall McLuhan, di awal 1960an. Beliau mengatakan bahwa kultur visual dan individualistis dari “cetak” dan “visual” akan digantikan oleh sebuah kultur baru “electronic interdependence”. Media elektronik akan menggantikan kultur visual dengan kultur aura/oral.Masyarakat akan berubah dari individualistis dan terfragmentasi menjadi berkumpul dalam sebuah komunitas “tribal base”.

Organisasi sosial baru ini pada 1964 disebut oleh McLuhan sebagai “global village”. Bagi McLuhan, medium komunikasi merupakan perluasan dari diri sendiri, yang kemudian penjelasan ini semakin konkret dengan menjamurnya media sosial. Di mana, tiap-tiap orang mempunyai medianya sendiri untuk berkomunikasi satu dengan lainnya.

Tipologi Pengguna Media Sosial

Dalam penelitiannya, ETNOMARK Consulting memetakan tipe pengguna media sosial berdasarkan motivasi dan tujuan posting dalam “status update”. Insightsmendalam yang diperoleh dalam studi ini adalah hasil eksplorasi dengan metode netnografi. Netnografi adalah teknik studi etnografi via internet, yang merupakan studi kualitatif kontekstual. Eksplorasi dilakukan melalui ratusan posting dalam Facebook dan Twitter. Hasil studi menjelaskan adanya tujuh tipe pengguna media sosial.

1. The Angels.

Opinion leaders. Senang sharingpengetahuan dan pengalaman. Dosen, pembicara,motivator,ustad,dll. “Sebagai icon dari brand negerinya, William-Kate perlu mempertahankan brand imagenya”

2. The Learners.

Para pembelajar, pengumpul referensi, mencari solusi dari masalah. Mereka juga sering melakukan sharingulang atau Re-tweet/RT. “udah dateeenngg...itu mobil anti peluru, anti roket launcher ga ya?”

3. The Journalists.

Tipe pengguna media sosial terdepan dalam penyampaian berita. Berita singkat, tetapi terus menerus. “Sir Elton John beserta suami sudah datang.. Monggo monggo duduk.. Sir” (@Among Tamu)

4.The Social Networkers.

Selalu ingin memperluas network, termasuk memberikan perhatian dengan sharing (atau RT) opini orang lain. Juga memancing diskusi forum.“Bagaimana pendapat teman-teman tentang busana pengantin Kate?”

5. The “Eksis-Narsis”.

Senang mencari perhatian, harus hadir dalam setiap bahasan,posting dilengkapi foto-foto. Perhatian lebih kepada “ME”atau dunianya sendiri.“Kate, jangan kaget kalau setiap malam nanti Wills manggil? namaku ya”

6. The “Curhaters”.

Tipe yang sangat sering impulsif berkeluh kesah terhadap apa saja yang ditemui dan dialaminya. Kadang kala hanya sebagai tulisan iseng yang tidak penting bagi komunitasnya. “Aku ga mau royal wedding, aku cuma butuh loyal wedding”

7. The Observers.

Passive users, tipe pengamat ini mengikuti posting teman-temannya, ingin mengetahui apa yang terjadi, tetapi jarang respons dan share opini temannya. Hampir tidak ada posting yang ditulisnya. Implikasi dari segmentasi di atas adalah bagi pemilik brand untuk lebih selektif dalam menentukan target audience di media sosial.Pembagian kelompok ini tidak mengisyaratkan perbedaan usia,gender,income bahkan hobi sekalipun. Kelompok ini lebih kontekstual homogen dalam interaksi dengan media sosial.

Branded Posting dan WOM

Hasil penelitian dari ETNOMARKlebih lanjut menjelaskan bahwa dari sekian banyak rangkaian posting di tiap-tiap segmen,ternyata tidak semua mempunyai kecenderungan untuk posting suatu tulisan/update status yang mengandung nama brand(branded posting). Dari ketujuh tipe segmen, hanya empat segmen yang berpotensi sebagai kontributor word-of-mouth (WOM) komunikasi brandmelalui postingan mereka, yaitu The Angels, The Learners, The Journalist, dan The Social Networkers.

Sedangkan, ketiga segmen lainnya, yaitu The Curhaters, The Eksis-Narsis dan The Observers tidak mempunyai sumbangan yang nyata terhadap brand communication antarpengguna media sosial. Sudah saatnya brand berhenti untuk mencari followers sebanyak-banyaknya. Biaya rekrut semakin tinggi. Jika akhirnya komunitas brand dalam media sosial hanya dipenuhi oleh para Curhaters dan Eksis- Narsis, maka hilang kesempatan branduntuk lebih dekat dan berperan dalam kehidupan konsumennya.

Buat strategi untuk menarik perhatian pengguna media sosial yang lebih berperan dalam WOM. Kualitas followerslebih penting daripada kuantitasnya.

AMALIA E. MAULANA, PH.D.
Brand Consultant & Etnografer ETNOMARK Consulting

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/396433/
Share this article :

0 komentar: