BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Achmad Basarah: Pimpinan Nasional Kita Sangat Lemah!

Achmad Basarah: Pimpinan Nasional Kita Sangat Lemah!

Written By gusdurian on Senin, 06 Juni 2011 | 16.30

Laporan: A. Supardi Adiwidjaya


RMOL. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda, di bawah pimpinan Wakepri Umar Hadi menggelar pertemuan delegasi MPR RI dengan masyarakat Indonesia di Belanda di Wisma Duta, Wassenaar, Belanda.

Dalam acara yang digelar pada hari Kamis waktu setempat (12/5), Rakyat Merdeka Online berkesempatan berbincang-bincang dengan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Achmad Basarah, yang hadir sebagai salah seorang anggota delegasi MPR.

Perbincangan berkisar tentang maksud kunjungan delegasi MPR/DPR RI ke Strasbourg (Sidang Parlemen Uni Eropa) dan Belanda (Eerste Kamer) dan situasi poleksosbud Indonesia dibawah pemerintahan SBY-Boediono. Berikut kutipannya.

Dapat Anda jelaskan tentang maksud kunjungan delegasi MPR/DPR ke Belanda dan Strasbourg?

Jika kaitan kunjungan, saya kira, seperti yang telah dijelaskan oleh Pak Lukman Hakim Saifuddin, bahwa beberapa tahun yang lalu itu Presiden Senat Belanda berkunjung ke MPR RI, ke Indonesia, untuk membangun hubungan kerjasama antara parlemen kedua negara. Dan memang mereka pada saat kunjungan itu menyampaikan undangan, agar Pak Taufik Kiemas juga mau mengunjungi parlemen Belanda, khususnya Senat (Eerste Kamer) untuk melakukan kunjungan balasan supaya hubungan parlemen kedua negara ini semakin baik.

Saya kira, Belanda, seperti yang kemarin disampaikan oleh Presiden Eerste Kamer, tetap menganggap Indonesia penting dalam percaturan dunia, khususnya di Asia dan ASEAN, apalagi dengan terpilihnya Indonesia sebagai Ketua ASEAN. Jadi formalnya, kita memenuhi undangan Eerste Kamer Belanda untuk melakukan kunjungan balasan atas undangannya yang disampaikan beberapa waktu yang lalu.

Bagaimana mengenai kunjungan ke Strasbourg?

Di Strasbourg juga sama. Jadi, parlemen Uni Eropa juga sama berkunjung ke MPR/DPR RI. Dan dalam kunjungan itu mereka menyampaikan undangan yang sama . Nah sebetulnya kunjungan balasan dijadwalkan sejak tahun 2010 yang lalu, tetapi karena yang diundang Bapak Taufik Kiemas sebagai Ketua MPR, cuma karena kesehatan beliau sangat tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh, sehingga akhirnya dia memutuskan, sebenarnya dokter yang memutuskan karena dia tidak boleh bepergian jauh dan Eerste Kamer Belanda dan Parlemen Uni Eropa meminta siapa pun yang datang, yang penting jangan ada penundaan-penundaan lagi, karena ke sana juga atas saran dari KBRI kita di sini. Dan oleh karena itu akhirnya Pak Taufik Kiemas memutuskan tidak jadi berangkat dan mengutus Pak Lukman Hakim Saifuddin dan kami untuk mewakili beliau. Dan kami berangkat dari Indonesia pada hari Sabtu (7/5) dan kami menurut jadwal kami kembali ke Indonesia pada hari Jumat (13/5).

Apa yang ingin dicapai dalam kunjungan ini?

Pertama hubungan bilateral Indonesia-Belanda ingin kita tingkatkan. Sebagai kedua negara yang punya sejarah yang sangat khas, sangat spesifik. Belanda cukup lama menjajah Indonesia dan kita sekarang telah menjadi negara yang masing-masing berdaulat di regionalnya masing-masing. Kita di Asia dan Belanda di Eropa. Kita ingin tetap membina hubungan baik menjadikan bekal hubungan di masa lalu itu sebagai modal untuk membangun hubungan ke depan yang lebih baik. Secara spesifik isu-isu yang dibicarakan pada saat pertemuan dengan Senat Belanda, pertama sekali yang menyangkut tentang masyarakat Indonesia yang ada di Belanda dan juga masyarakat Belanda yang masih punya hubungan sejarah dengan Indonesia.

Yang kedua, kita juga mendapatkan informasi, bahwa bantuan beasiswa bagi pelajar-pelajar Indonesia ke Belanda mengalami penurunan. Sekaitan ini kita tanyakan apa sebab musababnya. Dan kemarin Presiden Senat Belanda menyatakan komitmennya untuk menanyakan kepada pemerintah Belanda dan mendesak untuk meningkatkan bantuan-bantuan beasiswa kepada pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa Indonesia.

Isu lain yang penting tentang batalnya kunjungan Presiden SBY tahun 2010 yang lalu. Kita meminta kepada pemerintah Belanda melalui Senat untuk tidak membiarkan siapapun mengganggu hubungan baik antara Indonesia dan Belanda. Dan oleh karena itu kita meminta kepada Senat Belanda menyampaikan kepada pemerintah Belanda apabila undangan untuk kunjungan Presiden Indonesia ke Belanda akan kita realisasikan kembali , maka hal-hal yang sifatnya dapat mengganggu hubungan kedua negara itu bisa dihindari. Kita menyadari bahwa pemerintah Belanda tidak bisa mencampuri urusan yudikatif, tetapi ada hal-hal yang sebetulnya secara politis itu bisa mereka lakukan untuk tidak membuat kunjungan Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara RI itu mengalami hal-hal yang dapat merugikan citra dan kewibawaan Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat.

Kemudian isu lain yang strategis dan saya kira ini menjadi bahagian bangsa-bangsa Eropa, itu tentang perkembangan hubungan antara negara dan Islam di Indonesia. Mereka tanyakan tentang isu NII, maraknya aksi-aksi kekerasan atas nama agama, sampai berita kematian Osama bin Laden dan efeknya terhadap masyarakat Indonesia. Kita tegaskan soal posisi ideologis bangsa Indonesia yang sedang kita sosialisasikan di Indonesia dengan istilah empat pilar itu, pertama, soal Pancasila sebagai ideologi bangsa; kemudian UUD 1945 sebagai Konstitusi kita; NKRI sebagai bentuk negara dan Bhineka Tunggal Ika sebagai sistem budaya kita.

Kita katakan bahwa aksi-aksi kekerasan yang menunjukkan seolah-olah ada persoalan antara Islam dan Negara sebetulnya secara substansi tidak perlu dibesar-besarkan. Karena sebetulnya kalau bicara tentang masalah orientasi umat Islam Indonesia itu mayoritas adalah moderat. Islam mainstream seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya itu mereka tidak ada persoalan dengan empat pilar itu. Nah hanya kelompok-kelompok kecil inilah yang seolah-olah mempersoalkan atau ada persoalan antara Islam dengan Negara Pancasila. Oleh karena itu kita juga meminta kepada kalangan media massa terutama untuk memberitakan hal-hal yang sifatnya memperkuat posisi NKRI, bukan justru memperlemah. Itu yang, antara lain, kita jelaskan.

Siapa yang ditemui di Eerste Kamer Belanda dan di Strasbourg?

Kami bertemu dengan Presiden de Eerste Kamer langsung. (Dalam kunjungan ke Eerste Kamer Belanda, delegasi MPR/DPR RI diterima langsung oleh Ketua Senat Van der Linden. Turut serta mendampingi Van der Linden, Wakil Ketua Senat Klaas de Vries, para senator Tiny Kox (Ketua Fraksi SP/Partai Sosialis), Frank van Kappen (VVD) dan Roel Kuiper (ChristenUnie)-red.)

Sedang di Strasbourg kami bertemu secara khusus, kita berdialog dengan Ketua Parlemen Uni Eropa yang membidangi Asia Tenggara. Dalam pembicaraan tersebut, isinya juga sama masih berkisar soal hubungan antara negara Pancasila dengan kelompok-kelompok Islam dan juga implikasinya dengan kematian Osama bin Laden. Kita sampaikan secara tegas, seperti yang kita sampaikan juga di Eerste Kamer Belanda.

Bagaimana menurut Anda, ke mana akan dibawa Indonesia sekarang ini di bawah pemerintah SBY-Boediono?

Rakyat, bangsa dan Negara Indonesia hari ini memang sedang mengalami apa yang disebut dengan istilah transisi demokrasi. Dalam negara yang sedang menjalani transisi demokrasi itu memang selalu saja terjadi benturan-benturan, apakah itu benturan nilai, benturan kepentingan dan lain sebagainya. Nah oleh karena itu pemerintah Indonesia seharusnya punya komitmen yang kuat untuk menjaga apa yang disebut dengan cita-cita negara proklamasi, dengan falsafah dan tujuan negara yang dirumuskan di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 kita.

Oleh karena itu siapapun presidennya, apalagi presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung dengan legitimasi 60 persen suara rakyat. Dan dia memiliki sumpah pada saat dilantik jabatannya untuk setia kepada UUD Negara Republik Indnesia. Setia kepada UUD Negara RI seperti sumpah yang dirumuskan di dalam UUD kita Janji Presiden atau Sumpah Presiden itu berarti dia juga harus setia kepada Negara Pancasila, karena di dalam undang-undang dasar RI itu di pembukaan terdapat Pancasila.

Nah, oleh karena Presiden Republik Indonesia memiliki sumpah untuk setia kepada Pancasila, mustinya dia bawa rakyat, bangsa dan negara Indonesia sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam alenia keempat: Melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam upaya melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi, keadilan sosial bagi segala bangsa. Ini seharusnya menurut konstitusional, kita bangsa Indonesia harus dibawa ke situ.

Persoalannya hari ini, Presiden Republik Indonesia berada pada kegamangan politik untuk tetap komitit terhadap sumpahnya untuk setia terhadap UUD 1945 dalam arti sumpah tetap setia terhadap Pancasila dan tujuan dasar bernegara dengan berbagai macam tarikan-tarikan kepentingan. Indonesia ini kan sekarang dalam geopolitik internasional dikepung. Antara kepentingan fundamentalisme pasar dan reaksi kepentingan fundamentalisme agama. Baik fundamentalisme agama, maupun fundamentalisme pasar, menurut saya, mengganggu ekstisensi negara proklamasi. Karena fundamentalisme pasar itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar kita bernegara, terutama sila keadilan sosial Indonesia, di mana negara punya kewajiban untuk mengatur yang menyangkut hak-hak hidup, hajat hidup orang banyak rakyat Indonesia, sementara fundamentalisme pasar ini menyerahkan nasib rakyat kepada pasar. Sisi lain reaksi fundamentalisme agama ini mengganggu eksistensi Negara Pancasila, karena ingin merubah dari dasar negara nasional menjadi negara agama.

Nah ini dua-duanya berkembang sangat pesat di Indonesia. Kelompok fundamentalisme pasar masuk melalui berbagai cara, yang kemudian mempengaruhi kebijkan-kebijakan negara lewat peraturan perundang-undangan, kita tahu banyak peraturan perundang-undangan yang sudah banyak berorientasi pasar. Kemudian kelompok fundamentalisme agama secara ekstrim bermain di luar mekanisme demokrasi, yaitu melalui kelompok-kelompok penekan, baik yang sifatnya soft, sampai yang ekstrem melalui terorisme. Tetapi dua-duanya punya tujuan yang sama, yaitu mau merubah jati diri bangsa Indonesia sebagai Negara Pancasila.

Dan oleh karena itu Presiden RI harusnya mengambil garis embarkasi yang tegas. Dia menolak fundamentalisme pasar dan dia juga jangan memberikan angin kepada fundamentalisme agama. Nah karena tidak ada ketegasan ini, maka kemudian berbagai peristiwa yang berlatar belakang kekerasan agama sampai dengan isu adanya Negara Islam Indonesia (NII) hendaknya itu ditindak tegas oleh Presiden. Begitu juga untuk menghadapi fundamentalisme pasar, Presiden harus mempunyai konsep yang jelas untuk membangun ekonomi kita, ekonomi nasional yang tetap berprinsip pada pasal 33 UUD 1945, bahwa bumi, laut dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Permasalahannya SBY ini kan sudah 7 tahun bekuasa dalam periode kepresidenannya yang pertama (2004-2009) dan sekarang ini pemeritahan SBY telah sekitar dua tahun berjalan, tapi kesejahteraan rakyat masih sangat jauh dari harapan...

Itu yang dari segi kalkulasi politik, saya sebagai anggota parlemen dan juga sebagai politisi tidak bisa memahami. Kenapa saya katakan tidak bisa memahami , mestinya ini kan periode terakhir bagi Presiden SBY di mana pada pemilu presiden untuk periode yang akan datang, sesuai dengan konstitusi , Pak SBY sudah tidak bisa mencalonkan lagi. Mestinya, di periode terakhir ini dia harus menorehkan tinta emas bagi meletakkan kembali prinsip-prinsip dasar membangun Negara Indonesia sesuai dengan cita-cita Proklamasi.

Kalau pada periode pertama barangkali dia harus menghitung popularitas dan sebagainya dia akan maju lagi pada periode berikutnya. Dan hal ini sudah terjadi . Dia sudah menang untuk kedua kalinya. Seharusnya di periode yang kedua ini, karena dia sudah tidak ada kepentingan lagi untuk maju di periode pemilu tahun 2014, mestinya hal-hal yang sekedar untuk membangun pencitraan dan lain sebaginya itu harus dia tinggalkan. Hari ini harusnya dia berfikir bagaimana seluruh fikiran, tenaga, enerji dan orientasi tujuan pemerintahan yang dia pimpin itu kembali pada cita-cita Poklamasi. Nah sampai hari ini kita belum melihat ada upaya dari Presiden SBY untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan amanat yang diembannya melalui pemilu presiden tahun 2009 kemarin untuk sungguh-sungguh menuaikan janji dan sumpahnya, yaitu setia kepada Pancasila dan UU 1945.

Kalau kita lihat dari segi ekonomi, ekonomi Indonesia sekarang ini sangat tergantung sekali dari kepentingan kaum kapitalis besar asing ...

Ini kan blueprint pada saat Bung Karno dijatuhkan dulu dan dibukanya penanaman modal asing sebesar-besarnya di Indonesia. Ini kan membuktikan ramalan Bung Karno bahwa akan terjadi sebuah penjajahan dalam bentuk baru atau yang diistilahkan neoimperialisme kan memang terbukti. Blueprint Orde Baru sampai dengan era reformasi ini masih blueprint-nya kapitalisme, yang oleh Bung Karno sudah diramalkan jauh-jauh hari. Satu hari akan terjadi penjajahan dalam bentuk baru yang dia sebut dengan neoimperialisme. Bahasa gaulnya sekarang neolib, yang masuk melalui kebijakan-kebijakan ekonomi, kebijakan perundang-undangan di bidang ekonomi, yang akhirnya sistem ekonomi kita berpihak kepada kepentingan kapitalisme global sekarang ini.

Sekarang ini sudah sering kita dengar istilah bahwa Indonesia sekarang ini sudah menjadi bangsa kuli. Bagaimana pandangan Anda?

Ini kan situasi yang sebetulnya tidak perlu terjadi, kalau pasal 33 UUD 1945 itu dijalankan dengan sungguh-sungguh. Kekayaan bangsa Indonesia yang begitu melimpah baik di darat, di laut dan bahkan di udara itu ternyata tidak bisa dikelola sedemikian rupa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hingga kemudian potensi sumber daya alam Indonesia hari ini kan menjadi ekspoitasi bangsa asing. Batu bara kita dijarah, minyak kita dijarah dan lain sebagainya. Dan kemudian karena kita secara ekonomi dijajah secara halus melalui berbagai kebijakan dan perjanjian-perjanjian internasional, sehingga akhirnya prinsip-prinsip negara untuk menyejahterakan rakyatnya ini kan terhindarkan. Oleh karena itu kan akhirnya, pengangguran terjadi demikian besar, sehingga negara tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan, padahal hal ini kan merupakan janji negara Indonesia di dalam konstitusi, sehingga akhirnya kemudian rakyat Indonesia eksodus untuk mencari pekerjaan dan sumber penghidupan yang layak.

Dan pemerintah Indonesia pun tidak berdaya terhadap situasi semacam ini, sehingga akhirnya tuntutan untuk mengekspor tenaga kerja Indonesia akhirnya dilakukan dan itu kan secara sistemik dilakukan melalui Kementerian Tenaga Kerja yang sekarang melalui Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengekspor tenaga kerja Indonesia tanpa skill. Akhirnya kemudain tenaga-tenaga kerja kita yang diekspor ke luar negeri tanpa skill itu, kemudian jadi kuli dan bahkan jadi budak di Negara lain, kemudian kita sering mendengar nasib mereka terancam, baik keselamatan, maupun hak-hak dasarnya sebagai manusia. Dan ini tentu saja membuat citra Indonesia di dunia internasional akhirnya menjadikan pandangan dunia bahwa Indonesia memang negara yang mengekspor tenaga-tenaga tanpa skill, yang kemudian ada istilah Indonesia menjadi bangsa kuli itu tadi.

Bagaimana menurut Anda, biaya pendidikan di Indonesia kok sangat mahal, sehingga rakyat kecil tidak mampu menyekolahkan atau memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya?

Kembali kepada yang saya katakan itu tadi, bahwa sistem Negara Indonesia, apakah itu sistem ekonomi, sistem politik, termasuk di dalamnya sistem pendidikan ini sudah berorientasi kepada sistem ekonomi pasar.

Demokrasi kita sudah bergeser dari sosio-demokrasi , sosio-nasionalisme dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang diajarkan oleh Bung Karno, yang dirumuskan dalam pidatonya 1 Juni 1945 sudah menjadi demokrasi liberal. Padahal ketika Bung Karno pidato pada tanggal 1 Juni 1945 itu sudah jelas, bahwa kita tidak hendak membangun demokrasi liberal, bahkan disebut contoh-contoh negaranya. Demokrasi kita itu adalah demokrasi musyawarah, demokrasi mufakat. Sekarang ini demokrasi kita adalah demokrasi free fight liberalism. Semua orang bertempur dengan kepentingan-kepentingan dengan dukungan modal untuk mendapatkan suara rakyat. The winner take all. Itu adalah demokrasi liberal. Jadi pendidikan kita juga berorientasi begitu. Pendidikan kita diserahkan kepada mekanisme pasar. Padahal janji negara di dalam alenia keempat UUD 1945 jelas sekali untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemudian pilar keempat Bhineka Tunggal Ika, pluralisme di Indonesia. Dalam prakteknya sekarang ini kita melihat dengan adanya gerakan-gerakan fundamentalisme yang seperti Anda kemukakan, maka kemudian, antara lain, berbagai peristiwa yang berlatar belakang kekerasan agama sampai dengan isu adanya Negara Islam Indonesia (NII) terjadi dan ini jelas membahayakan pilar keempat tersebut. Komentar Anda?

Para pendiri Republik ini telah merumuskan dasar negara dan konstitusi negara. Dirumuskanlah dasar negara kita Pancasila. Bung Karno pada saat menyampaikan pidato 1 Juni 1945 sila yang ditawarkan pertama kali adalah persatuan. Kenapa persatuan Indonesia , karena wilayah Indonesia yang begitu besar, suku, bahasa, etnik, agama dan sebagainya yang begitu plural ini harus diikat dengan sebuah ikatan yang namanya persatuan nasional. Ini embrionya sudah muncul sejak zaman pergerakan Budi Oetomo, Supah Pemuda dan Bung Karno merumuskan itu dengan baik. Kedua, founding father merumuskan bentuk negara sebagain negara kesatuan. Karena di dalam negara kesatuan itulah suku-suku bangsa, agama dan segala macam sub-sub suku ini hidup dalam taman sarinya nasionalisme Indonesia.

Lalu kemudian, aturan main dasarnya diikat oleh sebuah konstitusi yang di dalamnya ada Pancasila, bentuk negara dan sebagainya. Nah kemudian yang terakhir Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang ada di burung Garuda. Apa maknanya? Maknanya adalah bahwa untuk menjaga kebhinekaan dalam rangka satu tujuan itu pertama negara harus kuat. Oleh karena itulah digunakan sistem presidensial. Maksudnya negara kuat itu apa? Ya dalam rangka negara dapat menunaikan janjinya untuk melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam menjaga ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Artinya apa? Kalau negara ini lemah, atau secara lebih khusus pemerintah ini lemah, atau lebih spesifik lagi presidennya lemah, maka dia tidak bisa mengawal Negara Republik Indonesia yang begitu besar, begitu besar, begitu kompleks berbagai macam permasalahannya. Jadi persoalan-persoalan yang mencuat tadi - isu separatisme, konflik agama, terorisme dan segala macam itu, kunci utama adalah karena pimpinan nasional kita pada saat sekarang ini sangat lemah. [yan]

http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=27272
Share this article :

0 komentar: