BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » KOLOM AJAIB, Calon Presiden

KOLOM AJAIB, Calon Presiden

Written By gusdurian on Rabu, 29 Juni 2011 | 00.21

Sepanjang perjalanan sejarah, belum ada seseorang yang secara terbuka mencalonkan diri menjadi presiden. Kalaupun terdapat yang berminat menjadi calon presiden,saat mencalonkan diri selalu dimulai dengan kata-kata, “Atas desakan beberapa teman” atau “Atas permintaan banyak pihak”, atau kalimat-kalimat semacam itu.


Bahkan, almarhum Presiden Soeharto pada penghujung tahun 1997, setelah Indonesia dan beberapa negara Asia lain didera krisis keuangan pada pertengahan tahun 1997, “terpaksa“ mengajukan diri lagi sebagai calon presiden periode 1998–2003 setelah pimpinan legislatif mengatakan bahwa rakyat masih menginginkan beliau memimpin.

Pencalonan seorang presiden memang melalui tahap yang cukup rumit dan penuh “gebrakan” yang sering kali dapat menimbulkan kekagetan. Sepanjang sejarah republik, agaknya hanya presiden pertama, almarhum Bung Karno, dan presiden kedua, almarhum Pak Harto, yang telah “merancang” dirinya untuk menjadi pemimpin bangsa.

Sebagai penggerak revolusi dan salah seorang pelopor yang mencanangkan kemerdekaan, sudah selayaknya almarhum Ir Soekarno menjadi pemimpin bangsa didampingi almarhum Moh Hatta, dwitunggal yang selalu dikenang sepanjang masa. Sedangkan, almarhum Jenderal Besar HM Soeharto,agaknya juga telah lama mengincar kursi kepresidenan.

Meski tidak secara terbuka,almarhum Pak Harto diuntungkan dengan percobaan kudeta yang gagal oleh kelompok yang kemudian disebut Gerakan Tiga Puluh September (GESTAPU) atau ada yang menamakan Gerakan Satu Oktober (GESTOK) karena terjadi setelah lewat tengah malam, yang berarti telah berganti hari.

Gerakan tersebut diyakini dimotori oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada waktu itu.Teka-teki yang memang tidak memerlukan jawaban. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memimpin bangsa dan negara saat ini tentunya juga telah merancang strategi untuk menjadi presiden.

Meski, awalnya dipicu oleh kekecewaan merebut kursi nomor dua dalam kepemimpinan nasional pada pertengahan tahun 2000.Kegetiran yang pada gilirannya menghasilkan berdirinya Partai Demokrat yang pada PEMILU 2009 menjadi partai pemenang pertama.

Oleh karena itu, pengunduran diri sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) menjelang akhir 2003 tentunya bukan tidak beralasan. Rencana memang telah disiapkan secara matang.

Berbeda dengan ketiga presiden tersebut, Prof DR Ir BJ Habibie berhasil memegang tampuk kepemimpinan sebagai konsekuensi dari pengunduran diri almarhum Presiden Soeharto. Sebagai wakil presiden saat itu, sudah selayaknya Prof Habibie tampil menggantikan almarhum Presiden Soeharto.

Pilihan yang sangat konstitusional. Sedangkan, almarhum KH Abdurrahman Wahid berhasil menjadi presiden karena kemenangan “Poros Tengah”, koalisi partai PAN, PKB, dan PPP, yang berhasil mengalahkan suara partai pemenang Pemilu 1999, PDIP, dalam Pilpres 2000 yang digelar setelah pemilu untuk memilih anggota legislatif masa bakti 1999–2004.

Keberhasilan yangsempat “ditangisi”olehMegawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP waktu itu. Seperti halnya Prof Habibie yang sempat memimpin bangsa kurang dari dua tahun, almarhum Gus Dur juga hanya memerintah tidak lebih dari dua puluh bulan.

Keputusan MPR,sebagai lembaga tertinggi negara, yang dipimpin Amien Rais, memaksa almarhum Gus Dur menyerahkan kepemimpinan kepada Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden saat itu.Sambil menyelesaikan sisa masa tugas pasangan KH Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputri sampai tahun 2004,Presiden Megawati mulai merancang untuk maju dalam Pilpres 2004.

Ternyata, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang menjadi pilihan rakyat pada waktu itu. Sejarah kepresidenan memang selalu diwarnai dengan berbagai peristiwa menarik. Dalam alam demokrasi,bukan merupakan kesalahan bagi seseorang untuk mencalonkan diri menjadi presiden.

Juga bukan suatu keanehan bila tidak berminat maju menjadi calon presiden. Meskipun, seharusnya hal tersebut hanya berlaku untuk diri sendiri.Tidak perlu membawa keluarga,sanak-saudara, maupun keluarga terdekat. Akan menjadi beban moral yang berat bila apa yang telah diucapkan akan berbeda dengan kenyataan pada kemudian hari.

Apalagi bila ternyata terjadi perubahan yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya misalnya rakyat tetap menghendaki.Konon, seperti yang disampaikan Ketua MPR/DPR pada penghujung tahun 1997 tentang pencalonan kembali almarhum Presiden Soeharto.Jalan masih panjang.

Separuh dari masa bakti 2009–2014 belum lagi terlewati. Perubahan bisa saja terjadi. Jadi, tidak perlu terlontar ucapan yang bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri ataupun kerabat terdekat. Wacana pencalonan untuk kursi kepresidenan periode 2014–2019 masih lebih dari tiga tahun lagi.

Namun,agaknya setiap pihak sudah mulai membuat ancang-ancang. Bahkan, bukan saja calon presiden dan calon wakil presiden yang sudah mulai mematut diri. ● PRIJONO TJIPTOHERIJANTO Guru Besar Bidang Ekonomi SDM pada Universitas Indonesia


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/409006/
Share this article :

0 komentar: