BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Di Mana Posisi Indonesia?

Di Mana Posisi Indonesia?

Written By gusdurian on Kamis, 02 Juni 2011 | 14.35

Pertemuan tahunan KTT ASEAN dilakukan dengan agenda utama persiapan menuju ASEAN Community 2015.Pertemuan di Jakarta pada awal Mei lalu juga menghasilkan beberapa kesepakatan untuk mewujudkan terbentuknya Masyarakat ASEAN.

Di antara 10 kesepakatan yang dihasilkan dalam KTT ASEAN tersebut, salah satunya komitmen untuk segera mewujudkan konektivitas ASEAN. Apa sebenarnya manfaat Masyarakat ASEAN bagi Indonesia? Akankah Indonesia berpotensi mendapatkan keuntungan besar dari agenda ini? Tentu tidak mudah untuk menyimpulkannya.

Saat ini masih ada gap yang cukup lebar antara keyakinan pemerintah di satu sisi dan kekhawatiran masyarakat di sisi lain. Pemerintah sangat optimistis dengan menyebut sederet peluang yang akan diperoleh Indonesia. Sementara di pihak lain masyarakat pesimistis bukan hanya Indonesia tidak mendapat manfaat, tetapi justru mendapatkan kerugian saja.

Perdagangan bebas ASEAN dengan China (ACFTA) yang menimbulkan banyak dampak negatif bagi Indonesia selalu menjadi pembandingnya.Memang benar ada manfaat ACFTA bagi masyarakat konsumen karena saat ini dapat menikmati berbagai produk dengan harga lebih murah.Akan tetapi di sisi produksi,ACFTA telah menimbulkan biaya besar dengan terjadinya deindustrialisasi.

Demi Investor

Pada Bali Concord II bulan Oktober 2003 ditetapkan tiga pilar untuk merealisasikan visi ASEAN, yakni ASEAN Economic Community, ASEAN Security, dan ASEAN Socio-Cultural Community. Di bidang ekonomi, bersatunya ASEAN dinilai sangat penting baik dilihat dari sisi konsumsi maupun sisi pasok karena Masyarakat ASEAN akan menjadi pasar yang sangat besar (single regional market) dan sebagai basis produksi yang efisien (regional production based).

Integrasi ekonomi ASEAN ini akan memberikan konsekuensi pada dihapuskannya semua hambatan investasi dan perdagangan, baik tarif maupun nontarif untuk memperlancar aliran barang dan jasa, modal maupun tenaga kerja. Selain itu, semua aturan di seluruh negara ASEAN juga harus diharmonisasikan dan disederhanakan sehingga investor ASEAN akan bebas memasuki sektor yang semula masih tertutup.

Tentu saja integrasi ASEAN akan menjadi kawasan ekonomi yang sangat menarik bagi investor-investor raksasa dunia. Tidak mengherankan bila para menteri ekonomi Indonesia sering menyatakan bahwa prioritas pembangunan ekonomi Indonesia yang paling utama adalah bersolek dan berlomba untuk menarik investasi yang akan masuk ke kawasan ASEAN.

Jargon debottlenecking pun dikampanyekan Presiden SBY ke seluruh daerah. Bahkan kemudian sering disederhanakan menjadi “menghilangkan segala hambatan yang mengganggu investor”. Tanpa strategi industrialisasi, baik di pusat maupun daerah, tentu langkah ini menjadi berbahaya karena debottlenecking akhirnya diartikan sebagai menyediakan segala sesuatu yang diminta investor.

Akhirnya, tidak peduli apakah pasar tradisional dan ritel kecil akan tersingkirkan, yang penting sektor ini harus dibuka untuk investor kakap asing yang sudah tidak tahan melihat potensi pasar ritel Indonesia.

Juga tidak ingat lagi apakah lembaga keuangan mikro yang telah mengakar dengan budaya masyarakat di setiap daerah akan tergusur, yang penting liberalisasi harus dilakukan karena lembaga keuangan bank maupun nonbank asing sudah sangat ingin menjadikan masyarakat perdesaan Indonesia sebagai pasar barunya.

Demi de-bottlenecking, tidak sempat dipikirkan lagi apakah batu bara penting bagi penyediaan energi di daerahnya di masa depan, yang penting izin harus segera diberikan karena investor-investor besar dunia sudah siap menggelontorkan dana.

Memosisikan atau Diposisikan

Tidak mengherankan bila dalam membangun industri, pemerintah pusat maupun daerah akhirnya tidak lagi menjadi tuan dan pengatur pengelolaan ekonomi di negeri sendiri. Pemerintah di setiap negara digiring untuk sekadar sebagai penyedia segala persyaratan yang diperlukan untuk memperlancar bisnis para pemilik modal global.

Pada akhirnya, menyongsong terbentuknya Masyarakat ASEAN,setiap negara di kawasan ini akan berdandan dan saling berlomba untuk menarik investasi lebih banyak. Maka tidak jarang mereka lupa apa yang menjadi agenda utama pembangunan ekonominya dan lupa pada kepentingan nasionalnya.

Karena pada dasarnya secara tidak sadar telah menyerahkan agenda kepada multinational corporation (MNC). Pemilik modal yang akan merencanakan ASEAN akan menjadi pasar apa dan produsen apa. Dengan strategi outsourcing, MNC akan memetakan strategi industri di 10 negara ASEAN.

Untuk produk elektronik misalnya,Malaysia akan menjadi produsen electronic equipment dengan medium technologykarena kesiapan SDM yang relatif berpendidikan dan berketerampilan. Adapun Filipina akan menjadi basis produksi peralatan elektronik dengan teknologi rendah.

Sementara Indonesia, dengan kondisinya saat ini, sangat mungkin akan dipetakan sebagai pemasok bahan baku dan bahan mentahnya saja. Hal yang sama akan terjadi pada berbagai sektor industri. Bila ini yang terjadi, saat ASEAN telah terintegrasi sebagai basis produksi,Indonesia akan menjadi pencipta nilai tambah minimal.

Tanpa ada strategi dan implementasi yang jelas, Indonesia tidak akan mampu memosisikan dirinya untuk mendapatkan manfaat maksimal. Indonesia dipaksa untuk ikhlas bila diposisikan oleh para pemilik modal dunia sebagai penyedia energi,bahan baku, dan bahan energi bagi industri-industri di ASEAN.

Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain berpikir dan bekerja keras untuk menyiapkan diri dalam empat tahun yang tersisa. Bila tidak mampu, terpaksa pemerintah harus menahan malu dan berupaya mencari terobosan untuk menunda implementasi Masyarakat ASEAN karena taruhannya adalah kesejahteraan masyarakat.● HENDRI SAPARINI Direktur Eksekutif Econit

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/401513/
Share this article :

0 komentar: