BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Yanuar Rizky : MD Bukan Anak Kemarin Sore

Yanuar Rizky : MD Bukan Anak Kemarin Sore

Written By gusdurian on Senin, 11 April 2011 | 14.59

HARI hari belakangan ini kita dis ajikan pemberitaan mengenai kasus pembobolan dana nasabah Citibank yang dilakukan karyawannya sendiri, Inong Melinda, atau yang populer dengan nama Melinda Dee (MD). Sebelumnya Kepolisian juga telah menggulung komplotan pelaku pembobol bank milik negara, yakni BNI, PT Taspen, Bank Mandiri dan BRI.

Gampangnya bank-bank papan atas itu dibobol orang dalam membuat kita bertanya-tanya, sebegitu tumpulkah pengawasan internal perbankan sehinggak para pengelolanya begitu mudah memanfaatkan kelemahan-kelemahan sistem transaksi perbankan untuk menangguk untung bagi diri sendiri.

Untuk mengupas hal tersebut, berikut bincang-bincang wartawan Suara Merdeka, Kartika Runiasari dengan pengamat perbankanYanuar Rizky.

Mengapa kasus Melinda Dee (MD) sampai bisa terjadi?
Kasus MD akarnya adalah perebutan nasabah kaya.
Ada orang kaya seperti pengusaha yang memutar-mutar duitnya. Bank hanya untuk lalu lintas pembayaran.
Kalau semua nasabah begitu, bank nggak bisa ngapangapain. Bank butuh profil nasabah yang dananya cenderung mengendap lama. Tinggalin pokoknya, sudah cukup dengan bunganya saja. Orang kalau sudah sampai kasta itu ada maunya. Bank juga bersaing soal kenyamanan dan keistimewaan buat nasabah. Nggak perlu antri teller. Ini yang kita sebut private banking. Kedua, kalau semua bank sudah menyelenggakrakan private banking, produknya semua sama, akhirnya bersaing melalui suku bunga. Tapi kalau bank jor-joran suku bunga, sebagai nasabah kita harus bertanya. Karena dana simpanan yang dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) hanya Rp 100 juta.

Jasa private banking kalau dihitung-hitung cost-nya juga lebih besar. Bebannya akan jatuh ke nasabah.
Artinya, nasabah bayar bunga dan biaya administrasi lebih tinggi. Jadi uang itu harus diputar lebih tinggi. Perbankan kita menganut asas konvensional untuk produk deposito dan tabungan.Ada orang mengenal produk bank investasi. Kalau mau lihat aturan yang ada, kita nggak kenal namanya investment banking. Jadi kalau bank sudah jual produk investasi, itu sudah bukan produk bank, itu produk pasar keuangan. Di negara-negara maju ada bank investasi. Tapi tidak di Indonesia.
Indonesia hanya mengenal bank konvensional. Kalau berdasarkan yurisdiksi Indonesia, produk investasi di jual di pasar keuangan.

Nyatanya banyak produk investasi di perbankan kita?
Bank Indonesia sudah harus tegas, apa yang boleh apa yang tidak boleh. Begini, kalau nasabah ingin return yang tinggi berarti harus sadar risikonya juga tinggi.
High risk, high return. Tidak pernah ada return tanpa risiko. Dari sisi perbankan, private banking yang jadi masalah adalah hubungan yang terlalu personal.

Seperti kasus Melinda Dee?
Kalau kita antri di bank, KTPtandatanganbedasedikit supervisor sudah teriak. Sekarang bayangkan, pelayanan private banking yangada hanya nasabah dan relationship manager-nya. Dari sisi pengendalian internal, risikonya terbesar adalah penyimpangan perilaku relationmanager. Potensi moralhazardnya besar. Ditambah hubungan yang terlalu personal dengan nasabahnya.Yang jadi pertanyaan, Citibank membangun sistem pengendalian internalnya dimana?
Bagaimana dia secara rutin mengecek perputaran dana nasabah, perilaku relationmanager-nya, supervisinya.
Citibank mengakui relationship manager tidak mau dirotasi dengan pertimbangan nasabah nggak nyaman karena tidak kenal relationship manager lainnya.

Kasus MD ada beberapa varian. Nasabah murni dicolong oleh MD.Atau, ada orang yang beli produk investasi minta angkanya berapa, tapi dialokasikan MD lebih banyak, plus mungkin ada yang diambil MD secara pribadi.Ada yang memang tidak ada dana yang diambil, tapi beli produk investasi dan terjadi keseretan pembayaran. Pernahkah kita bertanya kasus ini asal muasalnya dari mana? Citibank kasih laporan internal audit. Saya menduga, salah satu nasabah tidak peduli pokok (simpanan), hanya peduli return. Mungkin dia beli salah satu produk investasi, karena return-nya mungkin sudah tidak sesuai harapan dia perintahkan untuk berhenti. Nah, karena ada product knowledge yang tidak nyambung, uangnya pun tidak bisa langsung ditarik. Maka terjadi dispute. Yang salah bisa nasabahnya, karena atas dasar kesadarannnya beli produk investasi.

Varian kedua, misal nasabah minta beli 10 dari 100 simpanannya, tapi ternyata dibeli semua. Bisa jadi nasabah nggak merasa beli, tapi kok uangnya nggak ada, lalu lapor ke Citibank. Kalau mau dibuat ramai, ini soal reputasi.Akan lebih baik diselesaikan Citibank.

Private banking itu, maaf ya, belum tentu semuanya halal. Karena private banking itu memungkinkan orang melanggar KYC (know your customer/client). Sorry to say. Sekarang sudah terlanjur ada yang melempar bola ke tengah, maka selesaikanlah.

Masalahnya,banyaknasabahyangtidakmerasadicolong?
Di sini menariknya kasus ini. Bisa jadi memang ada penghilangan jejak, money laundering-lah. Misal saya orang kaya, ada yang halal, ada yang haram, nggak mau ketahuan orang lain. Orang yang halal nggak mau ketahuan orang juga ada, misalnya menghindari koreksi pajak. Kedua, ada orang yang sepertinya tidak pantas mendapat duit segitu. Contohnya Gayus Tambunan.
Tapi kalau buat rekening atas nama dia, bisa dilaporin PPATK (Pusat Pelaporan dan analisis Transaksi Keuangan). Dia pasti ngomong ke private banking, aturlah.

Pertanyaannya, uang yang kata polisi ditransfer ke rekening perusahaan MD sebenarnya benar-benardicolong atau pinjam-meminjam rekening untuk menghilangkan jejak? Kalau menurut saya, bisa saja ada dispute disini. Yang tadinya MD orang kepercayaan, lalu mulai ada tingkah. Kasus ini lucu. Beda dengan kasus Century danAntaboga, nasabahnya sampai lari-lari minta ganti uangnya. Kita tahu siapa yang hilang duitnya, tapi respon Kepolisian dan DPR lambat. Kasus MD ini, polisinya cepat, sangat terbuka, DPR juga respon. Tapi nasabahnya siapa ?
Jadi memang ada uang yang merasa hilang entah ditipu atau apa, tapi menggunakan instrumen-instrumen menekan secara politis. Nah, kasus MD nggak ada asap kalau nggak ada api. MD juga bukan anak kemarin sore.
Dia sudah 22 tahun di Citibank, tahu nasabahnya. Ini mulai kelihatan ada aparat yang punya mau dialihkan ke perdata. Kasus ini mulai lambat ketika orang mau tahu siapa nasabahnya.

Jadiinibukansekadarpembobolan?
MD mengutil, iya. Tapi yang dikutil apa jadi masalah juga. Kalau jadi MD, dia bisa saja mengaku, tapi dia bisa ancam buka darimana dana nasabah. Jadi perlu pemeriksaan menyeluruh dari BI, PPATK juga bisa. Suka tidak suka.

BagaimanadenganpengawasanBI?
Kita harus proprsional. Salah juga kalau mengartikan sehari-hari pengawasan tanggung jawab BI juga. BI hanya mengawasi sistem perbankan. Kejadian MD jauh dari jangkauan BI. Kasus MD ya tanggung jawab Citibank. Setiap bank kan ada internal audit, pemeriksaan, dan pengawasan. Tapi seperti dalam kasus ini BI harus melakukan investigasi secara menyeluruh, sebetulnya MD ini transaksinya apa, membelikan produk investasi apa. Ini penting. Kalau paket investasi gagal bayar, ada implikasi nggak ke perekonomian.

Tahun 2004, private banking di Jepang disetop setelah pemeriksaan. Sebab walaupun private banking sudah diregulasi, risiko kolusinya besar, nggak bisa dikendalikan, dekat dengan money laundering yang akhirnya mengganggu pasar valuta. Jadi pilih ditutup. Seharusnya DPR meminta BI perkuat sistem pengawasan, bukan memanggil Citibank. Berlebihan, sandiwara saja. DPR harusnya menegur BI saja.

Sinyal MD ini penting buat perekonomian. Harus di-review menyeluruh. Jangan-jangan ada permainan orang kaya yang membahayakan perekonomian. Tindak pidananya, MD silahkan diselesaikan. Kayaknya kok ada yang ngeributin atas nama nasabah. Lebih baik Citibank selesaikan secara internal. Kalau nasabah menandatangani blanko lalu ada masalah, itu urusan antara nasabah danrelationship managernya.

Bukan saya menjelekkan nasabah. Kita harus proporsional. MD salah, sistem lemah, betul. Kalau nasabah benar-benar ditipu, kita belain. Tapi kalau nasabah yang ada masalah, bagaimana?
Tapi bukankah memang ada pembobolan yang benar-benardilakukandiduniaperbankan?
Iyaada.Tapi kalau memang dibobol atau apa, pasti dijamin oleh negara melalui LPS. Sepanjang bank tidak bangkrut seperti Century, bank harus ganti uang nasabah. Kalau dikutil karyawan, kalau nasabah nggak pernah neko-neko, nggak pernah tanda tangan sembarangan, masa iya tidak diganti. Tanggungjawab karyawan ya perusahaan. Jadi nasabah nggak perlu khawatir. Yang penting cari bank yang kuat, punya modal. Makanya BI punya regulasi yang penting bank modalnya kuat.

Bukankah Citibank bank yang kuat?
Iya, tapi kalau ini benar semua diambil oleh MD, Citibank harusnya ganti semua, nggak perlu berisik begini. Ini menarik. Polisi jarang-jarang terbuka loh sama kasus kaya gini. Saya lihat ada yang dibelakang untuk menekan Citibank. Kalau langsung diselesaikan sama nasabah, pasti semua clear. Melaporkan MD ke polisi, ya karena dia melakukan tindak pidana di Citibank. Opini yang berkembang bahwa MD membobol dana nasabah. Saya nggak yakin kalau benar-benar diambil MD semua. Rasanya tidak semudah itu Citibank mengorbankan reputasi. Dari aspek luas, ada indikasi kuat money laundering. (83) Kartika Runiasari

http://mcetak.suaramerdeka.com/PUBLICATIONS/SM/SM/2011/04/10/ArticleHtmls/Yanuar-Rizky-MD-Bukan-Anak-Kemarin-Sore-10042011004004.shtml?Mode=
Share this article :

0 komentar: