BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Terobosan Hukum MK

Terobosan Hukum MK

Written By gusdurian on Minggu, 13 Maret 2011 | 03.17

Sebagai salah satu lembaga pelaku kekuasaan kehakiman yang dibentuk pasca-Perubahan UUD 1945, keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) telah dikenal oleh masyarakat luas.


Salah satu faktor yang memengaruhi adalah pemberitaan media massa, terutama terkait putusan- putusan MK yang dipandang kontroversial, yang menimbulkan diskursus publik. Putusan-putusan dimaksud dipandang sebagai ‘terobosan’ hukum, bahkan ada yang berpendapat sebagai ‘terabasan’ hukum. Putusan yang dapat dikategorikan sebagai terobosan adalah putusan yang dipandang keluar dari bingkai hukum positif, terutama putusan yang menerobos kebekuan hukum dengan cara menyimpangi seraya membentuk prinsip dan argumentasi hukum baru.

Jika merunut putusan-putusan yang telah dijatuhkan MK, kita dapat menjumpai banyak terobosan hukum, khususnya perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) dan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

Terobosan Hukum

Untuk perkara PUU, setidaknya ada terobosan yang telah dilakukan MK. Pertama, MK membuat terobosan dengan menyimpangi ketentuan dalam UU MK yang membatasi undang-undang yang dapat diajukan pengujian hanya undang-undang yang dibentuk setelah perubahan pertama UUD 1945.Pembatasan itu diterobos karena dipandang telah mereduksi wewenang MK yang diberikan UUD 1945 yang tidak membatasi undang-undang yang boleh diajukan pengujian. Selain itu, pembatasan itu juga akan menimbulkan ketidakadilan karena undangundang lama yang sangat mungkin melanggar hak konstitusional warga negara dan bertentangan dengan UUD 1945 pascaperubahan menjadi tidak dapat diuji.

Kedua, terobosan dalam perkara PUU adalah putusan yang menyatakan keseluruhan undang-undang bertentangan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat walaupun pemohon hanya mengajukan pengujian pasalpasal tertentu dalam undangundang dimaksud. Terobosan ini dilatarbelakangi oleh fakta dan argumentasi bahwa ketentuan yang diuji ternyata merupakan pasal-pasal ‘jantung’ yang mewarnai dan menentukan keseluruhan substansi undang-undang yang diuji.Apabila undangundang hanya dibatalkan sebagian, dan sebagian lagi tetap dilaksanakan, tentu justru menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum, bahkan akan menghilangkan arti dari putusan MK itu sendiri. Ketiga,terobosan dalam perkara PUU adalah dikeluarkannya putusan sela.

Putusan sela ini memerintahkan kepada pelaksana undang-undang (yang sedang diuji) untuk menghentikan sementara pelaksanaan ketentuan undang-undang yang dimaksud hingga ada putusan akhir MK. Putusan sela ini merupakan terobosan bukan hanya karena tidak diatur dalam UU MK, melainkan juga mengurangi asas praduga keabsahan undang-undang dengan konsekuensi putusan MK tidak berlaku surut.Terobosan ini dilakukan demi perlindungan hak konstitusional warga negara yang sedang terancam pada saat ketentuan yang mengancam itu sedang diuji oleh MK.

Untuk perkara PHPU, terobosan dilakukan oleh MK pada putusan pertamanya setelah ada pengalihan wewenang dari MA untuk memutus perselisihan hasil pilkada. MK pada saat itu memutus memerintahkan penyelenggaraan pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang di daerah tertentu karena terbukti ada pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan sistematis. Putusan ini menjadi terobosan hukum karena keluar dari bingkai normatif wewenang PHPU yang membatasi pada perselisihan penghitungan hasil suara antara peserta dengan penyelenggara pilkada.Sebagai pengadilan konstitusi, MK juga mengadili apakah suatu pemilihan telah memenuhi prinsipprinsip konstitusional Pemilu yang jujur dan adil.

Dalam perkara PHPU Kepala Daerah, MK juga melakukan terobosan hukum dengan memutus mendiskualifikasi pasangan calon tertentu yang dalam persidangan MK terbukti melakukan pelanggaran berat yang mengancam demokrasi.Di beberapa kasus MK memutus memerintahkan pemilu ulang tanpa diikuti pasangan calon yang telah didiskualifikasi,dan ada yang diputus memerintahkan KPU untuk menetapkan pasangan calon lain sebagai pasangan calon terpilih karena pilkada itu hanya diikuti dua pasangan calon.

Hukum dan Keadilan

Terobosan hukum sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru di dunia hukum, apalagi pada saat hukum telah mengalami kebekuan jika dihadapkan dengan realitas persoalan hukum masyarakat. Mekanisme judicial review pada awal mulanya justru muncul dari terobosan hukum yang dilakukan MA Amerika Serikat.Terobosan hukum oleh institusi peradilan merupakan konsekuensi dari karakteristik norma hukum positif yang bersifat statis dihadapkan dengan kehidupan masyarakat dan praktik berhukum yang dinamis. Karena itu, terobosan hukum MK sebenarnya suatu kewajaran.

Namun, hal itu menjadi diskursus hangat karena kondisi hukum di Indonesia yang cenderung stagnan. Terobosan hukum justru harus ada jika dilihat dari tiga aspek. Pertama, tujuan tertinggi dari hukum adalah untuk mewujudkan keadilan. Meski demikian, hukum dan keadilan memang tidak selalu sama. Kedua,dalam pembentukan hukum selalu terdapat keterbatasan terutama dalam memperkirakan perkembangan praktik dan peristiwa hukum yang akan terjadi di masa depan. Manifestasi keadilan yang dirumuskan dalam norma hukum juga terbatas pada keadilan yang dipahami dan dirasakan oleh pembentuk hukum saat itu.

Dalam penerapannya, ada kemungkinan jika suatu norma hukum diterapkan untuk kasus tertentu justru menimbulkan ketidakadilan.Pada titik ini tidak tepat kiranya jika hakim harus selalu berposisi sebagai corong undang-undang, melainkan harus pula bertindaksebagai pembentuk hukum. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong konvergensi antar sistem atau tradisi hukum di semua negara,antara civil lawdan common law. Peran hakim sebagai pembentuk hukum dengan sendirinya akan menguat pada saat norma hukum positif masih dalam tahap awal perkembangan. Inilahyangmenjadifaktor ketiga berbagai terobosan hukum MK.

MK berdiri hanya bermodalkan dua aturan yaitu UUD 1945 dan UU MK.Pembentukan UU MK pun dilakukan dengan orientasi utama untuk memenuhi amanat UUD 1945 yang mengharuskan MK sudah terbentuk pada 17 Agustus 2003 sehingga hal-hal yang di atur di dalamnya bersifat garis besar dan belum dapat memprediksipersoalan-persoalan hukum yang akan dihadapi karena belum pernah ada MK di Indonesia. Karena itu, segala bentuk terobosan hukum MK dan diskursus yang menyertai adalah perkembangan yang wajar menuju tatanan hukum yang lebih matang dan berkeadilan.●

JANEDJRI M GAFFAR
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/386306/
Share this article :

0 komentar: