BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Pers Dituntut Suarakan Pluralisme

Pers Dituntut Suarakan Pluralisme

Written By gusdurian on Minggu, 13 Maret 2011 | 03.01

Sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi setiap warganya untuk menjalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya."

Ulil Abshar Abdalla Fungsionaris DPP Demokrat
MARAKNYA penolakan di sejumlah daerah terhadap aktivitas Jemaat Ahmadiyah merupakan sikap intoleran dalam kehidupan antarpemeluk agama. Menurut Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, pemerintah harus menunjukkan perannya dalam melindungi setiap warga negaranya.

"Permasalahan Ahmadiyah saat ini berkaitan erat dengan konstruksi negara Indonesia yang berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika. Sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi setiap warganya menjalankan kegiatan keagamaan dan atau kepercayaannya, meski setiap orang bilang Ahmadiyah itu sesat," kata Ulil dalam diskusi yang digelar Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) di Kantor Media Indonesia Jakarta, Selasa (8/3).

Ia mengkritisi peran media massa yang jarang menyuarakan pluralisme dalam pemberitaannya. Media massa baru ramai memberitakan persoalan kehidupan beragama begitu sebuah konflik sudah terjadi.

"Untuk itu, setiap stakeholder harus melakukan peran atau tugasnya dengan benar. Media Indonesia selaku salah satu stakeholder besar di Indonesia memiliki andil dalam membangun Indonesia," ujarnya.

Senada dengan Ulil, koordinator Sejuk, Ahmad Junaidi, mengungkapkan pentingnya peran media massa dalam menyuarakan hak-hak kelompok minoritas. Selain kebebasan beragama, media massa ditun tut menyuarakan HAM, keberpihakan pada perempuan, dan multipluralisme.

Di tempat yang sama, Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong sepakat tentang pentingnya media massa untuk menegakkan idealisme dan pluralisme. "Ideologi pers memang harus pada pluralisme. Masyarakat tidak menerima kaum minoritas ini karena mereka kurang mengenalnya. Tugas pers memberi ruang untuk memperkenalkan minoritas ini," ungkapnya.

Di tempat berbeda, kelompok masyarakat Solidaritas Perempuan meminta pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) No 3/2008 tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia. SKB itu hanya akan menebar ancaman terhadap perempuan dan anak.

"Perempuan dan anak-anak Ahmadiyah tidak punya ruang berekspresi, ruang gerak, dan mobilitas. Itu berdampak pada trauma psikis dan ancaman kekerasan seksual," kata Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Risma Umar di Jakarta, kemarin. (*/P-2)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/03/10/ArticleHtmls/10_03_2011_004_002.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: