BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Hot Money Ancam Negara Berkembang

Hot Money Ancam Negara Berkembang

Written By gusdurian on Sabtu, 12 Maret 2011 | 15.58

Siklus lonjakan ekonomi selalu berakhir dengan sebuah krisis. Dunia perlu mewaspadai setidaknya pada 2012 akan terjadi krisis pada emerging markets.
P ASCAKRISIS glo bal pada 2007/2008, pemulihan perekono mian di negara-negara maju berjalan lambat. Sebaliknya, ekonomi negara-negara berkembang melaju cepat. Hal itu membuat aliran modal asing menyerbu Indonesia.

Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang kewenangan di sektor moneter terus mewaspadai banjirnya dana asing itu, apalagi yang sifatnya `uang panas' atau hot money, yang bisa dengan cepat mengguncang perekonomian.

"Arus modal masuk secara besar-besaran dalam bentuk portofolio investasi bisa sangat sensitif jika terjadi perubahan karena bisa menyebabkan pembalikan modal," jelas Gubernur BI Darmin Nasution dalam Konferensi Bersama BI-IMFBKPM bertajuk Coping with Asia's Large Capital Inflows in a Multi Speed Global Economy di Nusa Dua, Bali, kemarin.

Darmin menyebutkan, setiap negara harusnya berusaha mengembangkan sektor infrastruktur, sumber daya manusia, dan teknologi sehingga bisa menarik dana asing masuk secara riil dan tak hanya di portofolio atau sektor keuangan.

"Kalau tertinggal, negara tersebut bisa lebih rentan terhadap risiko yang menyertai besarnya `uang panas' yang mengalir," jelas Darmin.

Dalam konferensi satu hari tersebut, BI menggandeng IMF dan BKPM untuk mencari sebuah strategi tepat mengelola banjirnya dana asing ke dalam negeri. "Lonjakan arus mo dal masuk menjadi tantangan untuk bagaimana mengelola risiko yang melekat terhadap dana tersebut. Sementara pada saat yang sama, kita harus bisa memanfaatkan peluang yang ada," Darmin menambahkan.

Seperti diketahui, tahun ini mungkin dana asing sebesar US$15 miliar bakal membanjiri Indonesia. "Sayangnya, dana tersebut lebih banyak dalam bentuk portofolio dan berjangka pendek. Dana seperti itu sangat rentan bagi terjadinya arus pembalikan menjadi uang keluar."

Ancaman krisis Sementara itu, Harpel Professor of Capital Formation and Growth Harvard University Jeffrey Frankel mengingatkan bahwa lonjakan ekonomi (economic boom) yang terjadi saat ini tidak bertahan selamanya.
Dari data historis, siklus lonjakan ekonomi selalu berakhir dengan sebuah krisis. "Jangan berasumsi siklus itu sudah mati. Lonjakan ekonomi yang keempat ini tidak akan bertahan selamanya."

Jeffrey mengingatkan, sebelumnya telah terjadi tiga lonjakan ekonomi dan seluruhnya berakhir dengan krisis. Ia memerinci, lonjakan ekonomi karena ekspor minyak pada 1975-1981 berakhir dengan krisis utang global pada 1982.

Kemudian, lonjakan ekonomi negara-negara ekonomi berkembang (emerging markets) pada 1990-1996 diakhiri oleh krisis ekonomi Asia pada 19971998. Terakhir, lonjakan pasar keuangan pada 2003-2008 berakhir dengan krisis keuangan global 2008-2009. Oleh karena itu, papar Jeffrey, dunia perlu mewaspadai setidaknya pada 2012 akan terjadi krisis pada emerging markets mengingat siklus krisis ekonomi global bertahuntahun sebelumnya. "Siklus itu terjadi 15 tahun sekali, 7 tahun gemuk (lonjakan ekonomi negara maju), diikuti krisis, 7 tahun kurus (lonjakan ekonomi negara berkembang)."

Menurutnya, agar terhindar dari siklus tersebut, bank sentral di negara ekonomi berkembang perlu melakukan kontrol modal (capital control), intervensi untuk menumpuk cadangan devisa, dan sterilisasi. Langkah ini harus didukung pemerintah melalui kebijakan fiskal dan kebijakan komoditas pangan. (*/E-4)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/03/12/ArticleHtmls/12_03_2011_005_022.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: