BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Bab Al Qawa'id Pranata Hukum yang Terlupakan

Bab Al Qawa'id Pranata Hukum yang Terlupakan

Written By gusdurian on Sabtu, 12 Maret 2011 | 15.56

SISWANTINI SURYANDARI



Sebuah kesalahan besar jika orang Siak melupakan kearifan h budayanya sendiri. Bab Al Qawa'id jadi satu bukti lagi bagaimana a - generasi penerus yang ada saat ini tercerabut dari lingkungannya.
m
SUAP, korupsi, dan tabiat buruk sebagian pejaba maupun rakyat jelatadi negeri ini, termasuk teledor menjaga lingkungan, terjadi di mana-mana. Tak terkecuali di tanah Melayu.

Itu semua bukan karena tidak ada hukum yang mengaturnya atau ketidaktahuan anak negeri terhadap akibat yang ditimbulkan dari tabiat buruk tadi. Sebab, sejak Nusantara masih diperintah oleh raja-raja, ternyata semua itu sudah diatur lewat peraturan bahkan sudah dikodifikasi.

Di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, misalnya, dahulu dikenal Bab Al Qawa'id, sebuah kitab tua berisi peraturan yang dibuat oleh Kerajaan Siak, yang tampaknya hanya tinggal kenangan sejarah. Nama kitab itu atau biasa disebut dengan Kitab Pintu Segala Pegangan, berupa undang-undang yang mengatur pemerintahan dan hukum. Kitab itu lahir di masa Sultan Assadin Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin (18891908), Raja Siak Indrapura yang cukup termasyhur.

Kitab itu ditulis berdasarkan kesepakatan antara raja dan orang-orang berpengaruh di masa itu, pegawai, penghulu, maupun kepala induk di Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kitab itu dibagi dalam beberapa bab dan menyangkut 10 provinsi yang ada pada saat itu.

Berdasarkan kitab itu pula, ada pembagian tugas dalam pemerintahan, termasuk pengangkatan hakim, polisi, serta tugas dan fungsinya bagi masyarakat. Kitab tersebut yang kemudian menjadi pegangan hukum pemerintahan Kerajaan Siak.

"Saya yakin, jika Anda bertanya kepada orang Siak tentang kitab itu, mereka tidak akan tahu," ujar peneliti sejarah dari Balai Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjung Pinang, Anastasia Wiwik Swastiwi.

Dijelaskan, kitab itu mengungkap banyak sisi hukum dan penegakan keadilan di segala bidang, yang bila dirunut masih sangat relevan dengan kondisi sekarang ini.

Bahkan di kitab tersebut telah diatur hukuman bagi mereka yang melanggar undang-undang, termasuk apabila hakim atau polisi menerima suap.
Apabila direfleksikan di masa sekarang, peraturan yang dibuat pada masa Sultan Hasyim telah dipikirkan kemungkinan adanya korupsi yang dilakukan kalangan penegak hukum.

Kitab itu juga memuat pembagian wilayah berdasarkan fungsinya. Hutan lindung yang menjadi hutan adat harus dijaga dan dilestarikan. Pemerintah dan masyarakat punya kewajiban sama untuk menjaga dan melindungi hutan.

Sumber daya alam lainnya juga tidak luput dipagari dengan peraturan.
Kawasan yang dilindungi tidak boleh dieksploitasi begitu saja dengan alasan apa pun, termasuk dijadikan alat untuk menambah devisa negara apalagi dijarah.

Sementara pembangunan di sektor perekonomian difokuskan pada perdagangan. Sektor perekonomian cukup maju.
Perdagangan masyarakat Riau saat itu sudah mencapai Johor dan Malaka.
Dosa sejarah Namun, sangat ironis apabila melihat Riau terkini. Hutan lindung bisa digadaikan untuk kepentingan kelompok, pasir dijual secara ilegal, dan hukum bisa diperjualbelikan.

Saat menanggapi hal itu, budayawan Riau Ok Nizami Jamil yang juga menulis buku Bab Al QawaÊid Transliterasi dan Analisis menilai pemerintah daerah sekarang ini kurang peduli dengan warisan budaya lokalnya.

Bahkan kitab itu pun tidak menjadi pegangan dalam pemerintahan daerah sekarang ini.

Ketua Bidang Budaya dan Adat Lembaga Adat Melayu ini mengakui generasi muda Riau tidak lagi mengenal kitab tersebut. Kitab aslinya pun di pastikan sulit ditemukan lagi.

Namun di negeri jiran Malay sia, kitab yang ditulis dengan huruf Arab Melayu itu bisa ditemukan. Padahal di Riau sendiri, kitab itu telah diterje mahkan dalam bahasa Indo nesia, bukan lagi memakai tulisan Arab Melayu.

Pemerintah Provinsi Riau hanya memakai kitab itu apa bila membahas masalah per batasan wilayah. Sebab da lam Bab Al Qawa'id memang telah dijelaskan masalah batas wilayah suatu daerah.

Sementara materi lainnya jarang dibahas atau dipela jari. Melihat kondisi itu cukup memprihatinkan.

Cita-cita Sultan Hasyim menciptakan keselarasan, keseimbang an antara pe merintah dan rakyat, ber dasarkan norma hukum tidak dilakukan masyarakat Riau masa kini.

Para pemangku budaya Riau menyayangkan waris an budaya Riau asli justru terabaikan dan dilupakan.

Di masa lalu masyarakat Siak Indrapura bisa hidup makmur. Pasalnya mereka patuh pada aturan sehingga roda pemerintahan berjalan dengan baik. Rakyat pun terjamin kehidupannya.

Namun kini, setelah In donesia merdeka, pada se bagian masyarakat Indone sia umumnya, khususnya yang terjadi di Riau, justru sering ditemui pelanggar an-pelanggaran aturan.

Korupsi merajalela, hutan lindung dan sumber daya alam dieksploitasi (asing), lain nya dirusak dan dijarah serta dijual dengan cara ilegal.

Keributan dengan nega ra tetangga yang memper soalkan batas wilayah tidak bisa diselesaikan dengan baik. Malah menyulut ama rah dan pertengkaran.

Kearifan lokal yang dikem bangkan Sultan Hasyim ini harusnya terus dijaga dan dirawat agar anak cucu tidak melupakan ajaran mulia itu.
EADI Pada sisi lain, di negeri te tangga, kitab itu menjadi bahan pelajaran bagaimana menata sebuah pemerintahan berbasis hukum, termasuk bagaimana hukum berbicara menyangkut masalah perbatasan wilayah.

Minimnya promosi yang dilakukan pemerintah daerah ke sekolah atau perguruan tinggi menjadikan warisan Kerajaan Siak itu tinggal kenangan.

Sebuah fakta yang memprihatinkan jika berselancar di dunia maya. Kitab Bab Al Qawa'id saat ini sedang menjadi kajian serius di universitasuniversitas ternama di AS.

Seperti dikatakan Ok Nizami bahwa kitab itu tidak terekam jejaknya. Dia mengaku memiliki kitab itu dari warisan orang tuanya yang masih memiliki hubungan erat dengan keluarga Kerajaan Siak.

Pemikiran Sultan Hasyim pada masa itu telah membuktikan apabila pemerintahan tidak ditata dengan baik, termasuk hukum ditegakkan, yang terjadi adalah malapetaka. Sultan Hasyim pun telah memikirkan apabila sumber daya alam tidak dijaga akan menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat.

Kemiskinan yang semakin nyata dialami rakyat, kerusakan lingkungan, dan kerugian negara akibat pelanggaranpelanggaran yang dilakukan segelintir orang atau kelompok seharusnya bisa terhindarkan.
Bahkan harga diri yang menyangkut batas wilayah pun seharusnya bisa diselesaikan dengan arif. Kearifan lokal yang telah dipikirkan para leluhur di masa lalu tidak ada buruknya diangkat lagi, dan ditularkan ke generasi penerus. (M-1)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2011/03/12/ArticleHtmls/12_03_2011_011_003.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: