Penulis: M.Latief | Editor: Latief
JAKARTA, KOMPAS.com - Belum usai temuan BPK atas indikasi dan potensi
kerugian negara/daerah sedikitnya Rp 5,7 miliar dalam pengelolaan dana
BOS, BOP, dan Block Grant RSBI di 7 sekolah di DKI Jakarta
dituntaskan, BPK kembali menemukan dugaan penyimpangan anggaran
pendidikan tahun 2009 sekitar Rp 2,3 triliun di tubuh Kementerian
Pendidikan Nasional. Apakah pendidikan memang sudah semakin menjadi
lahan subur korupsi yang harus mendapat perhatian ekstra dari Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Berdasarkan catatan Kompas.com dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) itu, kerugian negara dalam pengelolaan dana BOS/BOP di SMPN
Induk DKI Jakarta ditaksir mencapai Rp 1,1 miliar lebih. Sementara
itu, kerugian terbesar berasal dari SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi yang
mencapai Rp 4,5 miliar.
Terkait kasus di DKI Jakarta tersebut, KPK akhirnya mau melakukan
supervisi tugas-tugas Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam menuntaskan
kasus penyelewengan dana block grant rintisan sekolah berstandar
internasional (RSBI) di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur.
Itu pun setelah KPK mendapatkan pengaduan masyarakat melalui Indonesia
Corruption Watch (ICW).
Kini, menanggapi kasus paling hangat temuan BPK berupa penyimpangan
anggaran pendidikan tahun 2009 sekitar Rp 2,3 triliun di tubuh
Kementerian Pendidikan Nasional, Mendiknas Mohammad Nuh malah
membentuk satuan tugas untuk menuntaskan dugaan penyimpangan anggaran
di kementriannya itu. Mendiknas berharap, upaya pengusutan oleh satgas
bentukannya itu bisa selesai pada Maret 2011.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah belum saatnya KPK "melirik"
temuan BPK di tubuh Kementrian Pendidikan Nasional ini?
Kembali pada catatan Kompas.com, saat ini KPK sendiri sudah punya
agenda besar dengan Kementrian Pendidikan Nasional, yaitu
penandatangan MoU pendidikan antikorupsi di lembaga-lembaga
pendidikan. Pada 2011 ini, Kemdiknas dan KPK sepakat akan memasukkan
pendidikan antikorupsi di semua sekolah pada tahun ajaran baru tahun
2011 mendatang.
Rencananya, KPK dan Kemdiknas menerapkan pendidikan antikorupsi di
semua jenjang pendidikan formal, mulai dari taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi. Rencana tersebut bahkan disampaikan Menteri
Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan Wakil Ketua KPK Haryono Umar
seusai pertemuan di Jakarta, Senin (4/10/2010) lalu.
Melihat rencana itu dan mengaitkannya dengan kasus-kasus dugaan
korupsi tadi tentu menimbulkan satu pertanyaan baru, yaitu, sebegitu
pentingkah KPK-Kemdiknas bahu-membahu menerapkan pendidikan
antikorupsi di sekolah atau perguruan tinggi?
Pendidikan antikorupsi di semua jenjang pendidikan tentu sangat bagus
diterapkan sebagai upaya pembelajaran anak didik, pendidik dan
pengelola pendidikan terhadap bahaya laten korupsi dan perlunya
kesamaan visi dan misi untuk mencegahnya. Tapi, bagaimana dengan
dugaan kasus-kasus korupsi yang kini kadung ditemukan BPK di sekolah
dan bahkan di institusi pendidikan paling tinggi, yaitu Kementrian
Pendidikan Nasional?
Mencegah tentu lebih baik daripada mengobati, begitu pepatah lama
mengatakan. Namun, "penyakit" yang kebetulan sudah tercium, tentu
lebih baik "diobati" lebih dulu sebelum menjalar dan makin sulit
dicegah. "Penyakit" itu, yaitu dugaan kasus-kasus korupsi, sebaiknya
lebih dulu dibongkar dan dituntaskan sebelum pembelajaran terhadap
pencegahannya diterapkan.
Sejatinya, pencegahan dan pengobatan tidak bisa seiring sejalan karena
salah satunya harus didahulukan. Maka, terkait korupsi di dunia
pendidikan saat ini, pendidikan antikorupsi sangat diutamakan, namun
bukan berarti menomorduakan pemberantasan korupsi yang sudah lebih
dulu terjadi.
Mencegah tanpa memberantas korupsi, apakah bisa?
http://edukasi.kompas.com/
0 komentar:
Posting Komentar