RMOL.Dari 46 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2010 yang
diserahkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ke 11
Komisi, sampai saat ini baru Komisi VII saja yang memberikan jawaban.
Padahal banyak temuan yang dari BPK itu yang perlu dijelaskan ke DPR
sebagai mitra kerja 26 kementerian/lembaga negara yang diperiksa BPK
dalam audit tersebut.
Misalnya, temuan dana hibah sebesar Rp 1,3 miliar yang diterima Badan
Narkotik Nasional (BNN) dari Pusat Keuangan (Pusku) Polri belum
tercatat dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) BNN Tahun 2009.
Berdasarkan hasil kajian BAKN DPR terhadap audit BPK pada semester I
2010, dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BNN per 31 Desember 2009
disebutkan kalau jumlah pendapatan BNN adalah Rp 1.999.916.662.
Sedangkan jumlah realisasi belanja BNN sebesar Rp 239.588.287.442.
Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) BNN Tahun 2009 menyatakan, rea
lisasi pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan sewa gedung, jasa
giro dan pendapatan atas pengembalian belanja. Sedangkan realisasi
belanja meliputi belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal.
Pengeluaran belanja barang BNN antara lain dialokasikan untuk
melaksanakan kegiatan Penyusunan, Penyempurnaan dan Sosialisasi
Peraturan Perundang-undangan dalam Program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Pengedaran Narkoba.
Output kegiatan tersebut adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika pada tanggal 12 Oktober 2009. UU
tersebut sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika.
Biaya yang disediakan untuk mendukung pengesahan UU tersebut,
selain didukung anggaran dari Daftar Isian Pagu Anggaran (DIPA)
dengan realisasi sebesar Rp 2.321.949.000, BNN juga mendapat dana
hibah dari Mabes Polri sebesar Rp 1,3 miliar
Dana tersebut berasal dari Dana Jasa Raharja yang di kelola Pusku
Polri diberikan melalui Kapusku Polri, dan diterima Kepala Sub Bagian
Tata Usaha, dan Pimpinan BNN tanggal 25 Juni 2009 untuk dukungan
operasional BNN sebesar Rp 1,3 miliar. Kasubbag TU dan Pimpinan BNN
kemudian menyerahkan dana tersebut kepada Kabag Hukum BNN, untuk
mendukung proses pembahasan, penyusunan dan pengesahan Undang Undang
Nomor 35 Tahun 2009 di empat hotel, yaitu di Hotel Santika, Hotel
Aryaduta, Hotel Mercure dan Hotel Intercontinental.
Kemudian diketahui bahwa Kabag Hukum BNN tidak mengadministrasikan
bukti-bukti pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tersebut. Pe
ngelolaan dana hibah yang digunakan untuk mendukung proses pem
bahasan, penyusunan dan pengesahan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009
tersebut belum diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
BNN Tahun 2009.
Atas temuan BPK yang sudah dikaji BAKN tersebut, Kepala Bagian
Hubungan Masyarakat BNN, Sumirat Dwiyanto menegaskan, kalau hal itu
sudah ditindaklanjuti dan dilaporkan langsung kepada BPK dan
Kementerian Keuangan.
“BNN sudah melaksanakan tindak lanjut anggaran dukungan operasional
Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba
tersebut sesuai dengan mekanisme keuangan yang berlaku,” katanya.
Sumirat menjelaskan, anggaran yang diberikan Polri kepada BNN lebih
tepat jika disebut sebagai tambahan dukungan operasional. Sebab
anggaran yang diberikan kepada BNN merupakan anggaran Kapolri selaku
Ketua BNN, yang diberikan kepada Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar)
BNN untuk mendukung kelancaran kegiatan operasional lembaga
tersebut dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba.
“Berdasarkan Perpres 83 Tahun 2007 Tentang Badan Narkotika Nasional,
Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika KABUPATEN/KO dinyatakan
bahwa Kapolri secara ex-officio adalah Ketua BNN. Dengan demikian
Kapolri merupakan pimpinan dalam organisasi BNN. Sehingga anggaran
yang diberikan oleh Kapolri selaku Ketua BNN kepada bawahannya,
yaitu Kalakhar BNN tidak bisa disebut hibah,” jelas Sumirat.
Dikatakan, yang dimaksud dengan hibah adalah anggaran yang diberikan
pihak ketiga di luar organisasi BNN, seperti anggaran yang berasal
dari negara asing, instansi di luar BNN, perusahaan, masyarakat, dan
LSM.
Menurutnya, hal ini sudah dipertegas pejabat Kementerian Keuangan, dan
Badan Pemeriksa Keuangan pada saat menyelesaikan Hasil Temuan BPK
tersebut. “Jadi permasalahan ini sudah dilaporkan, dan diselesaikan
pada tingkat Laporan Keuangan Pemerintah,” tegasnya.
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah mengatakan, akan mempertanyakan
soal dana hibah Polri ke BNN sebesar Rp 1,3 miliar itu pada saat rapat
dengar pendapat (RDP) dengan Polri pekan depan.
“Senin besok (24/01) rencananya Komisi III akan melakukan RDP
dengan Polri. Masalah ini akan saya jadikan bahan pertanyaan dalam
RDP tersebut,” katanya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, Arif Nur Alam
menegaskan, terlepas masalah pengelolaan dana hibah di BNN itu sudah
selesai atau tidak, Komisi III DPR sebaiknya menindaklanjutinya,
karena hal itu masuk dalam kategori pelanggaran.
“Kalau Masih Muncul Artinya Belum Selesai”
Eva Kusuma Sundari, Anggota BAKN DPR
Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Eva Kusuma
Sundari menyesalkan, respons yang diberikan komisi, karena saat ini
baru satu komisi saja yang sudah memberikan jawaban. “Sejauh ini baru
Komisi VII DPR yang memberikan respons terhadap hasil kajian BAKN
tersebut,” katanya, kemarin.
Menurutnya, BAKN sudah memberikan hasil kajian mereka kepada setiap
komisi pada saat sehari sebelum reses. Seharusnya hasil kajian
tersebut sudah diterima Sekretariat dari setiap komisi pada saat
reses, dan sudah dipegang anggota komisi setelah masa sidang dimulai
kembali.
Bekas anggota Komisi XI DPR ini menambahkan, dirinya sudah
mengusulkan kepada Ketua BAKN, Ahmad Muzani untuk memberikan surat
kepada kesepuluh Komisi yang belum memberikan respons. Rencananya,
setelah pekan ini BAKN akan mengadakan rapat internal guna membahas
apa saja yang harus dilakukan nantinya kepada setiap Komisi.
“Kita akan memberikan surat teguran 1 kali. Soalnya berdasarkan
kesepakatan memang seperti itu. Kalau mereka tidak menindaklanjuti
sampai batas waktu yang akan kita tentukan nanti, maka kita akan
memilih kasus dari kesepuluh Komisi tersebut, untuk kita tindaklan
juti sendiri,” paparnya.
Soal pengakuan lembaga negara selaku terperiksa, seperti BNN yang
menyatakan sudah menindaklanjuti hasil audit BPK tahun 2010 itu, Eva
menegaskan hal itu perlu dilakukan kroscek kebenarannya.
“Sebelum memasukan sebuah temuan ke dalam laporan yang disampaikan
kepada DPR, BPK pasti akan meminta penjelasan terlebih dahulu kepada
instansi terkait. Kalau di dalam laporan BPK kasus tersebut masih
muncul, artinya BPK beranggapan tindak lanjut yang dilakukan BNN
belum selesai. Jadi nanti dalam Rapat Kerja dengan BNN Komisi III
harus meminta penjelasan mengenai masalah ini,” paparnya. [RM]
http://www.rakyatmerdeka.co.
0 komentar:
Posting Komentar