BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Duit Kapolri Dipake Bayar Sewa 4 Hotel

Duit Kapolri Dipake Bayar Sewa 4 Hotel

Written By gusdurian on Jumat, 21 Januari 2011 | 10.40

Pembahasan UU Narkotika Telan Rp 1,3 M




RMOL.Dari 46 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2010 yang
diserahkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ke 11
Komisi, sampai saat ini baru Komisi VII saja yang memberikan jawaban.

Padahal banyak temuan yang dari BPK itu yang perlu dije­las­kan ke DPR
sebagai mitra kerja 26 kementerian/lembaga negara yang diperiksa BPK
dalam audit tersebut.

Misalnya, temuan dana hibah sebesar Rp 1,3 miliar yang di­terima Badan
Narkotik Nasional (BNN) dari Pusat Keuangan (Pusku) Polri belum
tercatat dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) BNN Tahun 2009.

Berdasarkan hasil kajian BAKN DPR terhadap audit BPK pada semester I
2010, dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BNN per 31 Desember 2009
disebutkan kalau jumlah pendapatan BNN adalah Rp 1.999.916.662.

Sedangkan jumlah realisasi belanja BNN sebesar Rp 239.588.287.442.
Catatan atas La­poran Keuangan (CALK) BNN Tahun 2009 menyatakan, rea­
lisasi pendapatan tersebut ter­diri dari pendapatan sewa ge­dung, jasa
giro dan pendapatan atas pengembalian belanja. Se­dang­kan realisasi
belanja meli­puti belanja pegawai, belanja ba­rang, dan belanja modal.

Pengeluaran belanja barang BNN antara lain dialokasikan un­tuk
melaksanakan kegiatan Pe­nyusunan, Penyempurnaan dan So­sialisasi
Peraturan Perun­dang-un­dangan dalam Program Pen­ce­gahan dan
Pemberantasan Pe­nya­lahgunaan dan Pengedaran Narkoba.

Output kegiatan tersebut ada­lah disahkannya Undang-Undang No­mor 35
Tahun 2009 tentang Nar­kotika pada tanggal 12 Ok­tober 2009. UU
tersebut sebagai pe­ngganti UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika.

Biaya yang disediakan untuk men­dukung pengesahan UU ter­se­but,
selain didukung ang­garan dari Daftar Isian Pagu Anggaran (DIPA)
dengan realisasi sebesar Rp 2.321.949.000, BNN juga men­dapat dana
hibah dari Mabes Pol­ri sebesar Rp 1,3 miliar

Dana tersebut berasal dari Dana Jasa Raharja yang di kelola Pusku
Polri dibe­rikan melalui Kapusku Polri, dan diterima Kepala Sub Bagian
Tata Usaha, dan Pimpinan BNN tanggal 25 Juni 2009 untuk dukungan
operasional BNN sebesar Rp 1,3 miliar. Kasubbag TU dan Pimpinan BNN
kemudian menyerahkan dana tersebut kepada Kabag Hukum BNN, untuk
mendukung proses pembahasan, penyusunan dan pengesahan Undang Undang
Nomor 35 Tahun 2009 di empat hotel, yaitu di Hotel Santika, Hotel
Aryaduta, Hotel Mercure dan Hotel Intercontinental.

Kemudian diketahui bahwa Kabag Hukum BNN tidak me­nga­d­ministrasikan
bukti-bukti per­tanggungjawaban peng­gu­naan dana hibah tersebut. Pe­
nge­lolaan dana hibah yang di­gu­nakan untuk mendukung proses pem­
bahasan, penyusunan dan pe­ngesahan Undang Undang No­mor 35 Tahun 2009
tersebut be­lum diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
BNN Tahun 2009.

Atas temuan BPK yang sudah dikaji BAKN tersebut, Kepala Ba­gian
Hubungan Masyarakat BNN, Sumirat Dwiyanto mene­gas­kan, kalau hal itu
sudah ditindaklanjuti dan dilaporkan langsung kepada BPK dan
Kementerian Keuangan.

“BNN sudah melaksanakan tindak lanjut anggaran dukungan operasional
Pencegahan, Pem­berantasan Penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba
tersebut se­suai dengan mekanisme ke­ua­ngan yang berlaku,” katanya.

Sumirat menjelaskan, angga­ran yang diberikan Polri kepada BNN lebih
tepat jika disebut se­bagai tambahan dukungan ope­rasional. Sebab
anggaran yang diberikan kepada BNN me­ru­pakan anggaran Kapolri selaku
Ketua BNN, yang diberikan ke­pada Kepala Pelaksana Harian (Ka­lakhar)
BNN untuk men­du­kung kelancaran kegiatan ope­ra­sional lembaga
tersebut dalam upaya pencegahan, pem­be­rantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba.

“Berdasarkan Perpres 83 Tahun 2007 Tentang Badan Narkotika Nasional,
Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika KABUPATEN/KO dinyatakan
bahwa Kapolri secara ex-officio adalah Ketua BNN. Dengan demikian
Kapolri merupakan pimpinan dalam organisasi BNN. Sehingga ang­garan
yang diberikan oleh Ka­polri selaku Ketua BNN kepada ba­wahannya,
yaitu Kalakhar BNN tidak bisa disebut hibah,” jelas Sumirat.

Dikatakan, yang dimaksud dengan hibah adalah anggaran yang diberikan
pihak ketiga di luar organisasi BNN, seperti anggaran yang berasal
dari negara asing, instansi di luar BNN, perusahaan, masyarakat, dan
LSM.

Menurutnya, hal ini sudah dipertegas pejabat Kementerian Keuangan, dan
Badan Pemerik­sa Keuangan pada saat menye­lesaikan Hasil Temuan BPK
tersebut. “Jadi permasalahan ini sudah dilaporkan, dan disele­saikan
pada tingkat Laporan Keuangan Pemerintah,” te­gasnya.

Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah mengatakan, akan mempertanyakan
soal dana hibah Polri ke BNN sebesar Rp 1,3 miliar itu pada saat rapat
dengar pendapat (RDP) dengan Polri pekan depan.

“Senin besok (24/01) ren­ca­nanya Komisi III akan me­lakukan RDP
dengan Polri. Ma­salah ini akan saya jadikan bahan per­tanyaan dalam
RDP tersebut,” katanya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, Arif Nur Alam
menegaskan, terlepas masalah pengelolaan dana hibah di BNN itu sudah
selesai atau tidak, Komisi III DPR sebaiknya menindaklanjutinya,
karena hal itu masuk dalam kategori pe­langgaran.

“Kalau Masih Muncul Artinya Belum Selesai”

Eva Kusuma Sundari, Anggota BAKN DPR

Anggota Badan Akunta­bi­litas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Eva Kusuma
Sun­dari menyesalkan, respons yang diberikan komisi, karena saat ini
baru satu komisi saja yang sudah memberikan jawaban. “Sejauh ini baru
Komisi VII DPR yang memberikan respons terhadap hasil kajian BAKN
tersebut,” katanya, kemarin.

Menurutnya, BAKN sudah memberikan hasil kajian mereka kepada setiap
komisi pada saat sehari sebelum reses. Seharusnya hasil kajian
tersebut sudah diterima Sekretariat dari setiap komisi pada saat
reses, dan sudah dipegang anggota komisi setelah masa sidang dimulai
kembali.

Bekas anggota Komisi XI DPR ini menambahkan, dirinya su­dah
mengusulkan kepada Ke­tua BAKN, Ahmad Muzani untuk memberikan surat
kepada kesepuluh Komisi yang belum mem­berikan respons. Ren­cana­nya,
setelah pekan ini BAKN akan mengadakan rapat internal guna membahas
apa saja yang harus dilakukan nantinya kepada setiap Komisi.

“Kita akan memberikan surat teguran 1 kali. Soalnya berda­sarkan
kesepakatan memang se­perti itu. Kalau mereka tidak menindaklanjuti
sampai batas waktu yang akan kita tentukan nanti, maka kita akan
memilih kasus dari kesepuluh Komisi tersebut, untuk kita tindak­lan­
juti sendiri,” paparnya.

Soal pengakuan lembaga ne­gara selaku terperiksa, seperti BNN yang
menyatakan sudah menindaklanjuti hasil audit BPK tahun 2010 itu, Eva
menegaskan hal itu perlu dila­kukan kroscek kebenarannya.

“Sebelum memasukan se­buah temuan ke dalam laporan yang disampaikan
kepada DPR, BPK pasti akan meminta penjelasan terlebih dahulu kepada
instansi terkait. Kalau di dalam laporan BPK kasus tersebut masih
muncul, artinya BPK berang­gapan tindak lanjut yang dila­kukan BNN
belum selesai. Jadi nanti dalam Rapat Kerja dengan BNN Komisi III
harus meminta penjelasan mengenai masalah ini,” paparnya. [RM]

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=15618
Share this article :

0 komentar: