Tumpak Hatorangan Panggabean: Busyro Bukan Panglima Pemberantasan
Korupsi
RMOL. Jabatan Ketua KPK hendaknya tidak dipersepsikan menjadi panglima
dalam pemberantasan korupsi. Sebab, penanggung jawabnya adalah semua
pimpinan lembaga superbody tersebut.
“Jadi, Pak Busyro Muqoddas bukan panglima dalam pemberantasan
korupsi. Penanggungjawab tertinggi di KPK bukan ketua, tapi semua
pimpinan KPK. Jadi, waktu saya jadi ketua lebih banyak seremonial
saja,” kata bekas pejabat sementara (Pjs) Ketua KPK, Tumpak Hatorangan
Panggabean, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa tidak berlaku istilah panglima di KPK?
Begini ya, di KPK itu tidak ada kepala.Sebab, sifat pimpinannya adalah
kolektif.
Berarti peran Busyro nanti kurang signifikan dong, apalagi dia orang
baru?
Saya rasa Pak Busyro bisa, tidak terlalu sulit untuk menyesuaikan
diri, sehingga bisa sinergi dengan pimpinan KPK lainnya demi
pemberantasan korupsi.
Mengingat kepemimpinannya kolektif, bagaimana Busyro harusnya
bersikap?
Pak Busyro kan pernah memimpin Komisi Yudisial, saya kira pengalaman
beliau cukup, lagipula Pak Busyro itu orangnya santun, halus, tetapi
tegas. Saya percaya ke depan kepemimpinan KPK bisa berjalanlah.
Tapi Busyro kan cuma 1 tahun memimpin KPK?
Pak Busyro bisa menyesuaikan diri dengan target waktu yang satu tahun
ditetapkan itu. Di KPK kan sudah ada rencana strategis, sudah ada
perencanaan sampai akhir 2011, tinggal menyesuaikan saja teknis
pelaksanaannya. Tentunya Pak Busyro bisa membuat inovasi-inovasi
kepada pimpinan KPK lainnya. Tapi semua keputusan itu harus disetujui
lima orang pimpinan KPK, jadi bukan ketua saja.
Bapak sebelumnya adalah Ketua KPK, ada kiat-kiat khusus kepada
Busyro dari Anda?
Tentu sepanjang KPK meminta pendapat saya, saya akan selalu
memberikan. Saya masih punya hubungan psikologis yang bagus dengan
teman-teman di KPK.
Pimpinan KPK sering terlilit masalah, seperti Antasari, Bibit, dan
Chandra, apakah Busyro mengalami hal yang sama?
Dalam pemberantasan korupsi umumnya begitu, akan mendapat perlawanan
dari berbagai pihak. Banyak orang yang masih menghendaki status quo
seperti keadaan yang lalu. Banyak orang tidak suka berubah, khu
susnya koruptor, sehingga bisa saja ada perlawanan dari para ko
ruptor untu melemahkan KPK. Kasus Bibit-Chandra merupakan satu bukti
adanya upaya pelemahan itu.
Bagaimana menyiasatinya?
Saya kira lima pimpinan KPK itu harus solid dan bekerja secara
profesional. Kalau kita bekerja berdasarkan hukum yang ada, apapun
yang diprotes orang, bisa dipertanggungjawabkan.
Soal kasus Gayus yang kini jadi polemik, apakah sebaiknya diserahkan
ke KPK?
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 8 dan 9, KPK memang punya
kewenangan untuk ambil alih. Tetapi dalam pelaksanaannya harus
koordinasi dengan kepolisian.
Jadi sebelum ambil alih, KPK harus meminta penyidik kepolisian
melakukan gelar kasus dulu. Nanti dilihat di mana kekurangannya. Jadi
tidak serta merta diambil alih begitu saja. Makanya perlu koordinasi
yang baik. Tapi kalau memang mau diambil alih, menurut saya sudah
bisa. Sebab, Undang-undang sudah mencantumkan dan memenuhi syarat
untuk diambil alih. [RM]
http://www.rakyatmerdeka.co.
0 komentar:
Posting Komentar