BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Problema Utang Pemerintah

Problema Utang Pemerintah

Written By gusdurian on Rabu, 27 Oktober 2010 | 14.25

CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO

Utang pemerintah rasanya sudah hampir identik dengan keuangan
pemerintah kita. Pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno, utang luar
negeri kita juga bertumpuk-tumpuk dan sangat ruwet. Ini yang kemudian
dicoba diurai dalam beberapa kali restrukturisasi dengan fasilitator
Dr Herman Abs, petinggi dari Deutsche Bank, Jerman.

Langkah itulah yang menjadi awal dari kebijakan utang pemerintah pada
zaman Orde Baru dan terus bergulir sampai saat ini. Dengan berbagai
cara, utang luar negeri tersebut masih juga mewarnai APBN kita
meskipun dalam porsi yang sudah jauh lebih kecil dari jumlah
keseluruhan anggaran kita.

Dewasa ini, jumlah utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.600
triliun. Dari jumlah tersebut, bagian utang luar negeri mencapai 60
miliar dollar AS. Jumlah ini turun naik di level tersebut meskipun
sudah dicoba dikurangi dengan melakukan pelunasan lebih besar dari
penarikan utang baru.

Sebagian kenaikan terjadi karena komponen utang luar negeri yang
menggunakan mata uang, misalnya yen, menguat tajam terhadap dollar AS.
Apakah ada kemungkinan jumlah tersebut dikurangi ke level yang lebih
rendah lagi?

Bagaimana pun juga, utang luar negeri kita pernah menjadi beban yang
sangat berat saat kita mengalami krisis tahun 1998. Dengan demikian,
jika kita memiliki kesempatan untuk mengurangi, seyogianya kesempatan
tersebut dimanfaatkan. Kesempatan itu umumnya timbul dalam keadaan
keuangan pemerintah yang cukup kuat.

Beberapa tahun lalu, pemerintah juga melunasi sepenuhnya utang kita
terhadap IMF. Pelunasan tersebut lebih didorong oleh tekanan politik
yang ingin melepaskan kita dari keterikatan yang besar kepada IMF.

Namun demikian, pelunasan utang pemerintah terhadap IMF tersebut jauh
lebih mudah dibandingkan dengan pelunasan utang pemerintah lainnya.
Kenapa demikian?

Utang Bank Indonesia

Utang pemerintah dari IMF sebetulnya adalah utang Bank Indonesia. Ini
terjadi karena utang dari IMF pada hakikatnya adalah dukungan terhadap
penguatan cadangan devisa (balance of payments support) sehingga
uangnya tidak masuk ke dalam struktur APBN pemerintah.

Dengan demikian, pelunasannya pun juga hanya perlu mempertimbangkan
kuat tidaknya cadangan devisa BI. Pada saat BI merasakan bahwa
cadangan devisa sudah memadai, keberanian pun timbul untuk melunasi.
Dalam hal ini, pemerintah tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun
untuk pelunasan ini.

Berbeda dengan hal tersebut, utang luar negeri pemerintah yang ada
dewasa ini merupakan bagian yang sungguh-sungguh dipergunakan
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, penguatan aparatur
pemerintah, dan keperluan lain. Utang tersebut masuk ke dalam struktur
APBN kita sehingga untuk pelunasannya pun memerlukan dana dari
pemerintah.

Jika keuangan pemerintah sangat memadai untuk pelunasan, maka
pemerintah perlu menakar apakah devisanya memadai untuk itu. Dua hal
tersebut yang jadi pertimbangan jika kita ingin melunasi utang luar
negeri.

Jika kita telaah lebih dalam, keuangan pemerintah dewasa ini bisa
dikatakan sangat kuat. APBN kita dari tahun ke tahun, meskipun masih
defisit, semakin berkembang dengan pembiayaan yang berasal dari pajak
dan penerimaan bukan pajak. Ini termasuk dari penarikan utang dalam
negeri (dengan penjualan Surat Utang Negara dan Surat Perbendaharaan
Negara) maupun penarikan luar negeri baik yang bersifat konsesional
dari Bank Dunia ataupun lembaga pemerintah negara lain, maupun yang
berasal dari pasar, baik untuk mata uang dollar AS maupun yen (Samurai
Bond).

Rekening pemerintah

Dari sisi penyerapan anggaran, umumnya hanya 94 persen dari anggaran
pengeluaran yang akhirnya terserap sehingga sisanya merupakan sisa
anggaran yang menumpuk dalam rekening pemerintah di BI dan bank-bank
umum.

Pada bulan Agustus 2010, jumlah rekening pemerintah di BI mencapai
lebih dari Rp 190 triliun dan di bank-bank umum mencapai lebih dari Rp
60 triliun. Jumlah itu secara keseluruhan mencapai Rp 250 triliun.

Dengan melihat fakta-fakta itu, pemerintah tentunya dapat memanfaatkan
untuk pembiayaan APBN tahun selanjutnya atau untuk crash program (yang
disetujui DPR) stimulasi, misalnya untuk pembiayaan infrastruktur.
Namun, nyatanya, tekad semacam itu tak juga terlaksana sampai hari ini
sehingga setiap tahun jumlah rekening ini semakin bertambah besar.

Pada zaman Presiden Bill Clinton, selama tiga tahun terakhir
pemerintahannya, Amerika Serikat juga mengalami surplus dalam APBN-
nya. Surplus tersebut akhirnya digunakan sebagian untuk pelunasan
utang mereka. Itulah sebabnya, pada akhir pemerintahan Presiden
Clinton tahun 2000, utang Pemerintah AS masih dalam kendali yang cukup
kuat dan berada pada level 5,7 triliun dollar AS. Dewasa ini, utang
Pemerintah AS sudah mendekati 14 triliun dollar AS atau mendekati 100
persen dari PDB. Ini berarti, selama kesempatan masih ada untuk
mengurangi beban itu, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan.

Sementara itu, kekuatan cadangan devisa kita juga semakin besar. Akhir
tahun ini (atau mungkin bahkan akhir bulan ini), cadangan devisa kita
akan mencapai sekitar 90 miliar dollar AS dan tidak lama lagi akan
melampaui 100 dollar miliar AS.

Jumlah cadangan devisa yang besar merupakan beban yang besar bagi BI.
Sebab, setiap dollar yang dimiliki BI hanya menghasilkan bunga
mendekati nol persen, sedangkan biaya untuk memeliharanya, yaitu
antara lain dengan pengeluaran SBI, mencapai 6,5 persen per tahun.
Utang luar negeri pemerintah memberikan beban bunga yang jauh lebih
tinggi dari itu. Ini berarti, pelunasan utang luar negeri oleh
pemerintah akan mengurangi beban keuangan BI sekaligus beban keuangan
pemerintah.

Ada suasana win-win jika keputusan semacam itu diambil. Oleh karena
itu, yang paling penting adalah mencari modalitas yang paling baik,
utang-utang pemerintah manakah yang perlu menjadi prioritas untuk
segera dilunasi. Menurut pendapat saya, utang yang menggunakan mata
uang kuat seperti yen harus memperoleh prioritas pertama.

Dengan kekuatan keuangan pemerintah yang ada saat ini, pemerintah
dapat menargetkan pengurangan utang luar negeri pemerintah sebesar 20
miliar dollar AS sampai akhir masa pemerintahan kedua Presiden SBY.
Ini berarti, pemerintah harus melakukan pelunasan sekitar 5 miliar
dollar AS setiap tahun. Jumlah tersebut sangat mungkin kita lakukan
dengan cadangan devisa yang ada.

Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo Pemerhati Ekonomi

http://cetak.kompas.com/read/2010/10/25/04182943/.problema..utang.pemerintah
Share this article :

0 komentar: