BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Gayus, Teroris, dan Moralitas Administrasi

Gayus, Teroris, dan Moralitas Administrasi

Written By gusdurian on Rabu, 27 Oktober 2010 | 14.22

Oleh Irfan Ridwan Maksum Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP UI dan Dewan Pakar IAPA


P ERHATIAN masyarakat Indonesia tersita besar pada dua kasus nasional, yakni kasus korupsi perpajakan yang menyeret pegawai pajak Gayus Tam y bunan dan kini muncul kasus pem d bobolan bank yang diduga berkaitan k dengan keberadaan teroris di Indone y sia. Kasus-kasus lain bersifat lokal m meskipun ada yang harus ditangani m secara nasional seperti persoalan ibu b kota RI. Kacamata administrasi negara d mengatakan kasus-kasus tersebut m menjadi taruhan dalam mengulas keberhasilan administrasi negara RI. u Keberhasilan itu sangat bergantung p pada banyak faktor. Apakah kita bisa s melewati kemelut ini dengan jernih d dan efektif atau makin menimbulkan g kesemrawutan manajemen pemerin G tahan, ini yang menjadi persoalan. m i Keberhasilan administrasi negara s Ukuran keberhasilan administrasi ri negara adalah jika sasaran dalam i manajemen pemerintahan yang ditu C runkan jauh bahkan dari ideologi a negara berhasil diwujudkan. Manaje a men pemerintahan itu bergantung pada governance, birokrasi, dan leaderb ship dari administrasi negara tersebut s (Turner dan Hulme:1995). ja Di sini sasaran tampak bak puncak n puncak gunung es, sedangkan gover c nance, birokrasi, dan leadership berada e di dalamnya. Dalam realitas keseha n rian, puncak-puncak gunung es itu mendapat sorotan media massa setiap t hari baik cetak maupun elektronik, baik virtual maupun nonvirtual.

Tampak kasus Gayus mewakili niat baik untuk menertibkan manajemen pemerintahan negara RI, sedangkan kasus pembobolan Bank CIMB dan teroris mewakili kepentingan yang tidak jelas. Kasus pertama juga terkait dengan irama kasus lain yang kurang lebih jika dikelola akan membawa kemaslahatan, sedangkan yang kedua terkait untuk menghalangi perhatian masyarakat terhadap niat baik tersebut. Terjadi paradoks dalam manajemen pemerintahan nasional.

Kasus Gayus menjadi uku Kasus Gayus menjadi ukuran untuk menentukan tiga pilar penegak hukum RI, yakni kejaksaan, Polri, dan KPK yang sedang dicarikan calon pemimpin pengganti di tiga tempat ini. Kasus Gayus meminta perhatian masyarakat lebih banyak terhadap institusi Polri yang berwibawa, sampai-sampai Deny Indrayana rindu pada sosok Hugeng. Kasus ini juga menyita Jakarta Lawyers Club untuk membicarakan serius apakah perlu jaksa agung karier atau dari luar.

Kasus Gayus menjadi pintu pembuka KPK untuk kasus-kasus lain sampai Bank Century. Kasus ini menjadi taruhan efektivitas administrasi negara RI yang sedang berusaha menciptakan sistem yang efektif dan efisien dalam mewujudkan ideologi negara.

Kasus tersebut tentu tidak sepi tantangan. Di tengah kejaran terhadap penuntasan kasus ini, kita menghadapi pergantian Kapolri, jaksa agung, dan pimpinan KPK. Terutama pimpinan Polri yang menjadi sorotan karena mencuat kasus pembobolan Bank n CIMB TIYOK i yang dikaitkan dengan isu teroris. Isu ini juga di awali dengan penangkapan Ba'asyir.
p Saya bahkan melihat bahwa setiap kali akan terjadi suksesi pucuk pimpinan Polri saat itu pula dalam dekade terakhir ini mencuat isu teroris, sedikitnya mencuat isu penangkapan bandar besar narkoba. Seolah dengan me ngetengahkan isu-isu tersebut, pimpinan Polri menjadi berha sil. Bisa jadi kalau kita perha tikan betul, di antara namanama jajaran pimpinan Polri yang berada di balik pena nganan kasus-kasus terse but sedang dijagokan akan menggantikan pimpinan lama.

Yang dikhawatirkan adalah bahwa kasus Ga adalah bahwa kasus Ga yus terkait dengan gu liran isu-isu tersebut ada lah dalam rangka bargain ing position petinggi Polri agar tidak perlu dilanjut kan. Sungguh ini akan me lukai administrasi negara RI. Ini sangat mungkin terjadi jika kekuatan di balik kasus Gayus lebih dominan, seperti layaknya Tragedi Se manggi untuk mengusut ke matian aktivis mahasiswa, kasus Munir, dan kasus lain yang menggantung. Inilah penyebab stagnasi administrasi negara. Moralitas administrasi negara Di Amerika, stagnasi adminis trasi pun pernah terjadi bahkan bukan hanya sekali. Stagnasi terjadi terkait dengan peristiwa ekonomi dan politik. Krisis dunia yang berawal di sana, membawa pada perubahan paradigma administrasi. Peristiwa politik pun menyumbangkan hal yang sama se perti kasus Perang Dingin dan pergantian rezim.
Kebekuan administrasi belakangan di Amerika menyangkut efektivitas swastanisasi yang mengendur sehingga muncul gerakan new public services yang memperkuat elemen masyarakat madani.

Jauh sebelumnya George Frederickson (1984) mencatat di Amerika pun pernah terjadi stagnasi administrasi negara karena rendahnya moralitas sehingga dia mengusulkan administrasi Amerika harus lebih bermoral.
Apa yang diusulkan Frederickson itu tampak cocok sekali untuk keadaan Indonesia saat ini.

Kuncinya adalah jalinan governance, birokrasi, dan leadership yang berorientasi pada lingkungan dan mengedepankan moralitas. Moralitas yang menjunjung tinggi public value seperti akuntabilitas, kejujuran, integritas, ketegasan, dan disiplin.

Kendurnya perhatian masyarakat terhadap kasus yang berupaya menertibkan administrasi ke arah tujuan negara yang betul karena tertutupi oleh kasus lain yang seolah lebih penting, menjadi kunci perlunya peran moralitas tersebut. Tentu itu harus didorong leadership yang memiliki paradigma kuat, ideologis, dan visioner.

Perubahan itu juga diperlukan agar bangsa ini tidak frustrasi dengan sistem baru yang digulirkan sejak reformasi. Jika tidak diperhatikan, tentu ini ancaman buat demokrasi. Jika demokrasi terancam, bukan tidak mungkin efektivitas administrasi negara pun terancam.


http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/10/27/ArticleHtmls/27_10_2010_021_003.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: