BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Proporsional Membela Kader Partai

Proporsional Membela Kader Partai

Written By gusdurian on Senin, 13 September 2010 | 13.21


PDIP, Partai Golkar, dan PPP mengambil langkah sigap menyikapi penetapan sejumlah kadernya sebagai tersangka dalam kasus cek perjalanan dalam pemilihan Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior (DGS) Bank Indonesia oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain menyediakan pengacara untuk para tersangka, PDIP dan Golkar hendak memelototi (baca: mengawasi) kasus tersebut lewat Komisi III DPR. Sedangkan PPP bertekad mengupayakan kedua kadernya yang menjadi tersangka itu tidak ditahan.

Tentu, apa yang dilakukan ketiga partai tersebut wajar. Itu adalah bentuk solidaritas perkawanan separtai. Namun, yang perlu kami ingatkan sejak awal, pembelaan itu harus dilakukan secara proporsional. Jangan sampai terjebak menggunakan kekuatan politik yang ada pada mereka.

Para petinggi partai perlu mengingat bahwa citra mereka -baik sebagai partai maupun individu- sudah sedemikian jatuh di mata rakyat. Karena itu, jangan sampai kasus ini malah memperburuk citra mereka. Sebaliknya, kasus ini seharusnya bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki citra. Yakni, dengan cara bersikap proporsional tadi.

Jika penegak hukum memang memiliki bukti kuat soal keterlibatan mereka menerima suap, alangkah baiknya partai tidak membabi buta melakukan pembelaan. Pengacara bisa saja tetap diperbantukan, namun mereka sebatas mengawal agar proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Bukan mencoba membolak balik fakta agar tuduhan itu menjadi tidak benar.

Begitu juga pengawasan lewat Komisi III DPR. Upaya ini harus benar-benar dihindarkan dari kesan aksi ''injak kaki''. Mereka harus bisa menunjukkan kepada publik bahwa pengawasan itu lebih dimaksudkan untuk menjaga dan mendorong agar penegak hukum tetap berjalan dalam koridor hukum dan fairness. Mereka yang terlibat dalam kasus suap ini tertangani secara tuntas, tanpa pandang bulu.

Belum tersentuhnya pihak-pihak yang ada di hulu (Miranda dan Nunun Nurbaeti) jelas merupakan persoalan yang harus dipelototi. KPK harus didorong (tepatnya dituntut) agar segera menyelesaikan wilayah hulu ini. Namun, pengawasan dari Komisi III DPR tidak boleh bernuansa barter. KPK harus tetap diberi keleluasaan dan kemerdekaan untuk tetap memproses wilayah hulu, tanpa mengotak-atik wilayah hilir yang sudah selangkah lebih maju.

Peran petinggi partai (ketua umum) sangat besar dalam hal ini. Karena itu, kami berharap orang sekaliber Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengambil peran signifikan. Mega yang selama ini mengambil peran ''oposisi'' dan sangat getol menyoroti kebijakan pemerintah -termasuk dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi- bisa memberikan pendidikan berharga kepada rakyat. Yakni, bagaimana seorang tokoh panutan bersikap terhadap kader, anak buah, dan teman dekat (separtai) yang kebetulan tersandung kasus korupsi (hukum).

Memang, bisa saja Mega, Aburizal Bakri (ketua umum Partai Golkar), dan Suryadharma Ali (PPP) mengambil jarak dengan kasus ini. Mereka menyerahkan kepada para elite partai lapis kedua atau ketiga. Namun, seperti disinggung sebelumnya, itu akan lebih bermakna bila mereka mau ''memanfaatkan'' momentum ini untuk memberikan keteladanan dan pelajaran politik berharga kepada rakyat. Sebab, meskipun hanya setitik, kasus tersebut merupakan momentum yang pas untuk membangun kembali kepercayaan rakyat terhadap politisi dan partai.

Jadi, kasus ini merupakan ''ujian'' untuk para petinggi PDIP, Golkar, dan PPP. Apakah ''musibah'' ini akan disulap menjadi energi yang positif atau malah sebaliknya. (*)

http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=154115
Share this article :

0 komentar: