Dari tiga jabatan tersebut, Presiden SBY menetapkan Kepala Staf TNI-AL Laksamana TNI Agus Suhartono sebagai calon tunggal panglima TNI. Agus dipastikan lolos menjadi orang nomor satu di tubuh TNI menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso. Saat ini Agus menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di depan anggota Komisi I DPR (membidangi politik, luar negeri, dan pertahanan keamanan).
Calon Kapolri saat ini masih di meja presiden. Ada dua calon kuat, yakni Komjen Pol Imam Sudjarwo dan Komjen Pol Nanan Soekarna.
Sedangkan calon jaksa agung masih menjadi perdebatan, antara yang berlatar karir (orang dalam) dan nonkarir (orang luar). Kejaksaan Agung sudah menjagokan delapan jaksa karir untuk menggantikan Hendarman Supandji. Sekitar delapan ribu jaksa yang diklaim Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menginginkan orang dalam. Namun, keputusan akhir ada di tangan presiden.
Proses seleksi calon Kapolri dan jaksa agung sama dengan panglima TNI, yakni nama yang masuk ke Istana akan diserahkan ke DPR. Bedanya, calon Kapolri dan jaksa agung menjalani uji kelayakan dan kepatutan di depan jajaran Komisi III DPR (membidangi penegakan hukum).
Presiden SBY dan kalangan DPR memang sedang diuji untuk memilih sosok yang tepat menduduki tiga jabatan tersebut. Sebab, bila salah memilih, bukan tidak mungkin hal itu menjadi bumerang bagi masa depan bangsa. Proses pemilihan pejabat baru tersebut harus dihindarkan dari segala bentuk kepentingan politis, apalagi menjadi ajang politik dagang sapi untuk kepentingan uang.
Sosok Kapolri, misalnya, harus mampu menjawab tantangan masalah keamanan yang belakangan menjadi perhatian masyarakat. Mulai gangguan terorisme, kejahatan perbankan, keamanan beribadah, dan pembinaan internal di tubuh Polri. Kapolri baru tak boleh hanya dipilih untuk mengamankan kepentingan politis kelompok tertentu.
Khusus calon jaksa agung, Presiden SBY wajib mempertimbangkan berbagai aspek. Jaksa agung baru harus mampu mengembalikan kejaksaan sebagai motor pemberantasan korupsi. Seperti yang kita tahu, kejaksaan saat ini terasa lamban dalam menangani kejahatan menyangkut keuangan negara. Kejaksaan hanya menangani kasus korupsi itu-itu saja. Kasus yang lebih besar, sebut saja kasus dana bailout Bank Century, hanya dipandang sebelah mata.
Siapa sosok ideal, tentu yang bisa menjawab adalah presiden dan kalangan DPR. Meski demikian, bukan berarti masyarakat tidak mempunyai akses untuk menentukan siapa pemimpin kepolisian dan kejaksaan yang terbaik. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan terus-menerus mengingatkan Presiden SBY dan kalangan DPR untuk tetap menggunakan hati nurani dalam menentukan jaksa agung dan Kapolri baru.
Kuncinya hanya satu, yakni pemimpin yang amanah. Dia harus berkarakter kuat yang tidak mudah goyah oleh segala bentuk intervensi. Semua calon memang tidak bisa lepas dari sisi negatif. Namun, itu bukan berarti kita tidak mampu mencari sosok terbaik dari calon yang sudah ada. Semoga Presiden SBY dan kalangan DPR mampu mengemban misi tersebut. (*)
http://jawapos.co.id/halaman/
0 komentar:
Posting Komentar