BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » RAPBN 2011 Tanpa Reorientasi Kebijakan

RAPBN 2011 Tanpa Reorientasi Kebijakan

Written By gusdurian on Minggu, 22 Agustus 2010 | 10.14

Selain menyampaikan Pidato Kenegaraan menyambut Hari Kemerdekaan Ke-65 RI, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah memberikan penjelasan singkat sebagai Pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2011.

Seperti biasa temanteman media meminta saya untuk menganalisis dan mengomentari target-target makroekonomi yang telah disampaikan Presiden. Saya sebenarnya kurang nyaman bila hanya memberikan tanggapan atas besaran-besaran makroekonomi seperti misalnya target pertumbuhan ekonomi,nilai tukar dan inflasi, yang ditetapkan dalam Nota Keuangan. Alasannya tentu karena angka-angka tersebut hanyalah target antara bukan ukuran keberhasilan yang sebenarnya.

Pencapaian angka target-target RAPBN tidak otomatis menggambarkan keberhasilan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Bisa jadi target pertumbuhan ekonomi tercapai,tapi dengan kualitas pertumbuhan yang rendah. Pada Kabinet Indonesia Bersatu I, pertumbuhan ekonomi terus terjaga, tapi pertumbuhan tiga sektor yang menyediakan lapangan kerja terbesar, yakni pertanian, perindustrian, dan pertambangan melambat.

Bahkan terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pertumbuhan dari ketiga sektor tersebut. Fakta ini dapat memberikan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi belum tentu memberikan peningkatan kesejahteraan yang sama bagi sebagian besar masyarakat karena lebih dari separuh penduduk bekerja di tiga sektor tersebut. Sangat mungkin target nilai tukar rupiah dalam RAPBN berhasil dicapai dan cadangan devisa dapat terus ditingkatkan.

Penguatan nilai tukar dicapai bukan karena perbaikan daya saing ekspor dan peningkatan daya tarik investasi. Sebaliknya, penguatan nilai tukar dan penumpukan cadangan devisa justru lebih didorong oleh banjirnya dana-dana jangka pendek. Penyebabnya tentu pilihan pemerintah untuk membiayai APBN dengan menerbitkan surat berharga negara (SBN) dengan imbal hasil sangat tinggi atau suku bunga SBI terus dipertahankan tinggi. Artinya, bisa jadi target tercapai, tapi bukan berarti prestasi dalam pengelolaan kebijakan ekonomi. Kebijakan tersebut akhirnya justru menghambat swasta dalam mencari pembiayaan.

Tidak Menjawab Masalah

Target pertumbuhan penerimaan negara dalam RAPBN 2011 sebesar 9,5%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan belanja yang hanya 6,7%, merupakan isu yang menarik untuk dikomentari.Demikian juga prioritas alokasi anggaran yang sangat besar pada Kementerian Pekerjaan Umum, ESDM, Keuangan dan Pertanian. Walau begitu, sejatinya tidak ada yang istimewa dari angka-angka tersebut karena besarnya alokasi belanja dan pendapatan negara hanyalah terjemahan dari arah kebijakan yang akan dipilih pemerintah.

Artinya,yang lebih penting dan ingin diketahui oleh masyarakat adalah alasan di balik angkaangka pada RAPBN 2011 tersebut. Bila masyarakat yakin dengan arah kebijakan yang direncanakan pemerintah dan diyakini dapat menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi, maka akan tumbuh optimisme terhadap kebijakan dan rencana anggaran yang diajukan pemerintah.

Sebaliknya, bila masyarakat tidak yakin dengan pemaparan rencana kebijakan pemerintah yang disampaikan dalam pidato, angkaangka dalam RAPBN tersebut tidak akan memiliki makna karena tidak dapat mengerek optimisme masyarakat. Sebagai contoh, sudah lama masyarakat resah dengan deindustrialisasi yang terjadi sejak 2004. Turunnya daya saing industri nasional akibat meningkatnya biaya produksi telah mempercepat deindustrialisasi.

Telah sering didiskusikan bahwa lemahnya dukungan kebijakan energi bagi industri dalam negeri telah menjadi penyebab utama naiknya biaya energi dan menyebabkan turunnya daya saing. Pada pidato Pengantar Nota Keuangan Presiden SBY menyebutkan bahwa pada Tahun Anggaran 2011 Kementerian ESDM akan dijadikan sektor prioritas.

Tentu masyarakat akan sangat berharap ada pernyataan dari Presiden bahwa pemerintah tidak hanya memberikan alokasi anggaran yang besar pada Kementerian ESDM, tapi juga akan melakukan reorientasi kebijakan energi dengan memutuskan prioritas pemanfaatan sumber daya alam energi bagi kepentingan industri nasional. Sayang, SBY sama sekali tidak menyinggung masalah yang sangat penting ini.

Contoh lain, masyarakat saat ini sangat resah dengan gejolak harga pangan yang terus terjadi. Sejak peran pemerintah dalam melakukan stabilisasi harga pangan strategis dikebiri pada 1998 dengan Letter of IntentIMF,masyarakat terus menghadapi beban kenaikan harga pangan yang tidak sebanding dengan peningkatan daya belinya.Dengan menyerahkan harga pangan pada mekanisme pasar, instrumen stabilisasi harga pangan saat ini hanya mengandalkan operasi pasar dan PPN ditanggung pemerintah untuk beberapa komoditas terbatas.

Nyatanya strategi ini pun terbukti tidak efektif. Masyarakat tentu menunggu terobosan kebijakan apa yang akan dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah gejolak pangan yang sangat sensitif bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia karena separuhnya masih terkategori miskin dan mendekati miskin.Namun, dalam Pidato Kenegaraan maupun Pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2011 Presiden SBY sama sekali tidak menyampaikan sedikit pun tentang solusi kebijakan yang akan dilakukan untuk menghentikan gejolak harga pangan.

DepartemenPertanianmemang menjadi salah satu yang mendapat prioritas alokasi anggaran pada RAPBN 2011.Itu pun tidak cukup, stabilisasi harga pangan memerlukan reorientasi kebijakan yang saat ini cenderung hands-off menjadi kebijakan dengan pendekatan hands-on,baik dalam produksi,distribusi, peran lembaga penyangga pangan,dll. Memang Nota Keuangan bukan rencana kebijakan dan program detail.

Tapi yang paling penting dalam Pengantar RAPBN adalah pemaparan orientasi strategi dan kebijakan pemerintah yang akan dilakukan pada tahun anggaran yang akan datang, bukan pada detail angka-angka alokasi anggaran sebagaimana fokus pidato Presiden selama ini.

Dalam pidato kita memang tidak mendapatkan jawaban tentang reorientasi kebijakan yang akan dilakukan oleh kabinet SBY untuk menyelesaikan berbagai masalah yang bersifat mendasar,tapi belum terlambat. Bola telah berpindah. Menjadi tanggung jawab DPR dan DPD untuk memberikan masukan dan dorongan bagi kabinet SBY untuk melakukan perubahan orientasi kebijakan pada saat melakukan pembahasan RAPBN 2011.(*)

Hendri Saparini
Ekonom Econit

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/345349/
Share this article :

0 komentar: