Perbaiki Tata Kelola Hukum
Keyakinan publik terhadap komitmen dan konsistensi penegakan hukum anjlok. Alih-alih percaya, publik kini justru mencibir.
Karena itu saya mengimbau Presiden agar menjadikan tata kelola hukum sebagai agenda rapat kerja (raker) pemerintah berikutnya, setelah tata kelola keuangan menjadi fokus raker pemerintah di Istana Bogor,5- 6 Agustus 2010. Ada beberapa persoalan strategis yang harus mendapat penanganan segera dari pemerintah, terutama yang terkait langsung dengan kepentingan sehari-hari rakyat. Misalnya soal pengen-dalian harga kebutuhan pokok, identifikasi dan penarikan segera kompor gas yang tak memenuhi SNI berikut perlengkapannya,tentang pro-kontra publik atas eksistensi Ahmadiyah yang mulai meruncing, sampai persoalan ekses kemiskinan yang menyebabkan sebagian warga miskin putus asa dan mengakhiri persoalan mereka dengan jalan pintas sangat ekstrem: bunuh diri.
Kritik mantan Presiden Megawati Soekarnoputri terhadap pemerintah atas penanganan beberapa masalah tersebut rasanya sudah cukup mewakili aspirasi orang kebanyakan. Di tengah rentetan persoalan beban hidup itu, perhatian masyarakat terhadap masalah atau isu-isu penegakan hukum tak pernah surut.Bisa dimaklumi karena penegakan hukum, diminta atau tak diminta, langsung menyentuh rasa keadilan rakyat,sesuatu yang kodrati. Tak jarang orang melupakan rasa lapar dan haus demi memenuhi rasa keadilan, at all cost. Ada banyak contoh kasus tentang hal ini. Ada baiknya Presiden juga mengkaji masalah tata kelola hukum pada tingkat pemerintah, karena persoalan-persoalan yang mengemuka di sektor hukum tak kalah seriusnya dibanding persoalan pengelolaan keuangan negara dewasa ini.
Bagi banyak orang,arah penegakan hukum tampak membingungkan. Tetapi,untuk meringkas uraian saya sebut saja beberapa contoh kasus yang menjadi pusat perhatian masyarakat akhirakhir ini.Arah penanganan kasus rekening gendut belum jelas. Dalam persidangan perkara mafia kasus dengan terdakwa Gayus Tambunan terungkap bahwa penegak hukum melakukan rekayasa penyidikan yang berujung pada vonis bebas Gayus dalam perkara penggelapan pajak. Dalam perkara percobaan penyuapan pimpinan KPK yang diduga melibatkan Bibit-Chandra, penegak hukum ternyata belum bisa menghadirkan bukti tentang rekaman pembicaraan antara Ade Rahardja dengan Ari Muladi.
Rekaman pembicaraan kedua orang ini dinilai sebagai salah satu faktor kunci kasus ini.Padahal, baik Polri maupun Kejaksaan Agung sebelumnya mengklaim sudah mempunyai rekaman pembicaraan itu, dan siap diperdengarkan manakala majelis hakim memerintahkannya. Kasus ini menjadi tontonan yang tak lucu,bahkan memalukan. Kegagalan menghadirkan bukti rekaman pembicaraan Ade-Ari justru makin menguatkan dugaan tentang adanya persekongkolan untuk mengkriminalisasi KPK beserta pimpinannya. Lagi-lagi tumbuh kesan di benak publik bahwa kasus Bibit-Chandra tak lebih dari produk rekayasa penegak hukum.
Contoh kasus lain yang juga masih dibincangkan berbagai kalangan hari-hari ini adalah jalannya proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Muncul keraguan bahwa kita memang ingin membangun KPK yang kuat dan independen. Panitia seleksi dinilai terlalu menyederhanakan masalah. Soalnya, persyaratan sosok pemimpin KPK yang begitu complicated hanya diseleksi melalui lomba tulis.Menurut persepsi saya, proses seleksi calon pemimpin KPK harus fokus mendalami aspek integritas dan kapabilitas para calon. Sehingga, Panitia Seleksi Calon Ketua KPK harus lebih konsisten mendalami dua aspek itu, agar publik yakin bahwa pemerintah dan panitia sungguh-sungguh ingin menguatkan peran dan fungsi KPK.
Kami di DPR mencium bau tak sedap dari jalannya proses seleksi calon ketua KPK tahap pertama yang sudah menghasilkan 12 nama itu.Menu atau mata acara seleksi mencerminkan perilaku Panitia Seleksi menyederhanakan persoalan tentang urgensi calon ketua KPK yang integritasnya teruji dan kapabilitasnya tak diragukan. Misalnya para calon hanya diminta mengikuti “lomba” menulis tentang korupsi dan strategi pemberantasannya. Cara ini ibarat mencari pemain bola lewat lomba tulis tentang bola. Sudah barang tentu yang terbaik pastilah pengamat atau wartawan spesialis sepak bola yang belum tentu bisa menendang bola. Anehnya, selama ujian itu Panitia Seleksi ceroboh.Para calon diperbolehkan menggunakan laptop, tapi semua laptop calon tidak diperiksa,termasuk kemungkinan calon menggunakan USB atau tersambung dengan internet.
Progres Reformasi
Contoh-contoh kasus yang saya sebutkan tadi sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan betapa tata kelola hukum di negara kita masih sarat masalah. Sebagai tambahan contoh kasus, kita bisa menyebut penanganan skandal Bank Century, perlakuan terhadap Susno Duadji sebagai whistle blower, penanganan kasus penggelapan pajak Paulus Tumewu sampai kasus penganiayaan aktivis ICW. Dalam kasus Gayus, kita diberi gambaran tentang bagaimana para penyidik bisa seenaknya membelokan konstruksi kasus, sehingga pengadilan mempunyai alasan yang masuk akal untuk menjatuhkan vonis bebas bagi Gayus.
Kesimpulannya, para penyidik bisa memainkan sebuah kasus sesuai kehendak dan kepentingannya. Muncul juga kesan yang sama dalam kasus Bibit-Chandra versus Anggodo Widjaja.Ternyata klaim tentang adanya rekaman pembicaraan Ari-Ade masih ditelusuri polisi. Kalau masih ditelusuri,berarti rekaman itu belum di tangan penegak hukum.Persoalannya,kenapa Kapolri dan Jaksa Agung secara terbuka berani membuat klaim bahwa rekaman itu memang sudah ada? Dalam konteks ini, Kapolri dan Jaksa Agung sudah dipermalukan oleh bawahan mereka.
Berkait dengan pencarian sosok pimpinan KPK, publik tak tertarik lagi untuk menunggu hasil kerja Panitia Seleksi. Soalnya, sudah muncul anggapan bahwa Pansel sesungguhnya sudah mengantongi dua nama yang akan diajukan ke DPR. Banyak kalangan yakin Panitia Seleksi akan menjagokan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie dan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqqoddas. Mengacu pada dua nama itu, banyak kalangan mulai membuat kalkulasi berdasarkan latar belakangkeduanya. Tentusajakalkulasi mengenai strategi pendekatan kepada pimpinan KPK terpilih untuk mengamankan kepentingan masing- masing. Jimly dilihat sebagai sosok yang sangat populer, dan sebaliknya mengenal dengan baik berbagai kelompok dalam masyarakat kita.
Berbeda dengan Muqqoddas yang berlatar belakang aktivis dari daerah.Derajat kedekatannya dengan berbagai komponen masyarakat masih sangat terbatas. Siapa yang akhirnya tampil sebagai calon terpilih pimpinan KPK akan menentukan hitam-putih tata kelola hukum di negara ini.Kecenderungannya akan mengarah pada memilih sosok pimpinan KPK yang kompromistis. Dengan fakta dan kecenderungan seperti itu,masuk akal jika derajat keyakinan publik terhadap komitmen dan konsistensi di bidang penegakan hukum terus merosot. Pertama, karena penegak hukum nyaris telah kehilangan kredibilitasnya.
Kedua, rangkaian pernyataan pejabat negara tentang penegakan hukum tidak lagi dipercaya Sebaliknya, ada bukti bahwa tak sedikit penegak hukum yang menggunakan wewenangnya untuk melakukan kejahatan.Ketiga,praktik tebang pilih atau diskriminasi penegakan hukum masih terjadi. Keempat, peran mafia hukum masih dominan. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) ternyata hanya kosmetik istana.Kita belum pernah mendengar Satgas PMH mengungkap praktik mafia kasus. Kehadirannya malah berpotensi merusak tatanan,karena bisa memperlemah kinerja Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.Banyak orang menilai Satgas PMH hanya menekan lawan politik pemerintah dan untuk kepentingan pencitraan.
Mengacu pada respons penegak hukum terhadap beberapa kasus, rasa keadilan rakyat sesungguhnya sudah terusik. Keterusikan ini tentunya harus dihentikan dengan kerja nyata. Persoalannya kini di tangan Presiden.Karena itulah saya melihat sangat relevan jika Presiden juga mengagendakan aspek tata kelola hukum dalam forum rapat kerja pemerintah berikutnya. Selain menyimak pemaparan tentang kinerja penegakan hukum dari para pembantunya, Presiden hendaknya menyimak juga sikap dan aspirasi publik tentang hal yang sama. Tak kalah pentingnya adalah mempertanyakan progres reformasi di masing-masing institusi penegak hukum.
Perkembangan reformasi di semua institusi penegak hukum patut dipertanyakan lagi oleh Presiden karena baik buruknya tata kelola hukum ditentukan oleh kinerja dan perilaku penegak hukum.(*)
Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/343890/
Perbaiki Tata Kelola Hukum
Written By gusdurian on Kamis, 12 Agustus 2010 | 13.43
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar