BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Hukuman badan dan denda saja tidak memberikan efek jera. Perlu dibuat aturan pemiskinan koruptor.

Hukuman badan dan denda saja tidak memberikan efek jera. Perlu dibuat aturan pemiskinan koruptor.

Written By gusdurian on Minggu, 22 Agustus 2010 | 09.40

PARA koruptor ra mai-ramai mening galkan penjara setelah mendapatkan kado kemerdekaan berupa pengurangan masa hukuman dan pengampunan. Kado itu sama sekali tidak mencerminkan tekad negara untuk memberangus korupsi.

Mereka yang ikut bedol bui karena mendapatkan remisi antara lain Aulia Pohan. Besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu bebas sejak 18 Agustus 2010 setelah mendapatkan remisi (pengurangan masa hukuman) 3 bulan.

Bersama tiga mantan petinggi Bank Indonesia lainnya-Bun Bunan Hutapea, Maman Soemantri, dan Aslim Tadjudin--Aulia Pohan diadili dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp100 miliar pada 2003. Tiga orang lainnya itu juga mendapatkan remisi dan langsung bebas bersyarat.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Jakarta, kema rin, menjelaskan me reka berempat telah resmi berstatus bebas bersyarat sejak 18 Agustus. "Dia (Aulia Pohan) boleh pulang ke rumah, tapi tidak boleh ke mana-mana sampai masa tahanannya berakhir."

Aulia yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 28 November 2008 itu divonis 4 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada pertengahan Juni tahun lalu. Selanjutnya, dalam putusan banding September 2009, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mendiskon hukumannya menjadi em pat tahun penjara. Lalu, pada Maret lalu, melalui kasasi di Mahkamah Agung, hukumannya dikurangi lagi sehingga menjadi tiga tahun penjara. Itu berarti, dihitung sejak ditahan KPK, cuma sekitar 21 bulan Aulia mendekam dalam bui.

Sejak bebas, kediaman Aulia di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tidak henti-hentinya didatangi tamu. Sejumlah pejabat negara dan mantan pejabat datang menemui Aulia.
Menuai kecaman Sedikitnya 341 koruptor menerima remisi, termasuk mantan Ketua Komisi IV DPR terpidana kasus korupsi Tanjung Api-api Yusuf Emir Faisal. Penerima remisi tiga bulan itu sudah dua tahun tiga bulan hidup di bui. "Insya Allah November nanti keluar," kata Yusuf yang kini menjalani proses asimilasi.
Selama asimilasi itu ia mendapat izin 5 hingga 6 jam keluar tahanan tanpa pengawalan. Ia dihukum Pengadilan Tipikor empat tahun enam bulan penjara pada April 2009.

Hanya mantan Gubernur Riau Saleh Djasit yang mendapat pembebasan bersyarat bukan karena mendapatkan remisi. Ia bebas pada 16 Agustus lalu setelah Pengadilan Tipikor memvonis empat tahun penjara pada Agustus 2008.

Mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais juga ikut bedol bui setelah menerima grasi dari Presiden.

Fenomena bedol bui koruptor menuai kecaman. Pengamat politik Yudi Latif menilai pemberian remisi itu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah melawan korupsi.

Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo melihat re misi itu sebagai preseden bu ruk. "Saya mencium bau busuknya," tandas Bambang.

Anggota Komisi III lainnya, Martin Hutabarat, menawarkan gagasan pemiskinan bagi koruptor. "Tidak cukup hukum an badan dan denda."
(Tim/X-3)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/08/21/ArticleHtmls/21_08_2010_001_032.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: