BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » JAYA SUPRANA : Mantan

JAYA SUPRANA : Mantan

Written By gusdurian on Jumat, 29 Januari 2010 | 11.22

PEKAN lalu, mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Jusuf
Kalla diundang DPR untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang
diketahui dirinya tentang kasus skandal Bank Century.

Penampilan Jusuf Kalla di masa sudah tidak menjadi wapres ternyata
menimbulkan kesan pada publik jauh beda dengan di masa masih menjabat.
Memang tetap ada yang kontra, terutama pihak yang merasa tidak senang
atas pernyataan-pernyataan Jusuf Kalla yang menimbulkan kesan negatif
terhadap kasus Bank Century.

Namun mayoritas anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Kasus Bank
Centutry tampaknya merasa senang atas pernyataan Kalla,termasuk
mayoritas pemirsa siaran langsung radio dan televisi. Bukan hanya
kesan,komentarkomentar positif juga bermunculan terhadap penampilan
Jusuf Kalla ketika menjawab pertanyaanpertanyaan Pansus tentang apa
yang sebenarnya terjadi pada penyelamatan Bank Century.

Memang citra Jusuf Kalla setelah tidak menjadi wapres jauh lebih harum
ketimbang ketika masih menjadi wapres.Apalagi setelah Jusuf Kalla
diangkat menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), salah satu
lembaga kemasyarakatan di Indonesia yang masih harum pamornya. Dampak
citra mantan wapres itu serupa meski tak sama dengan dampak citra
mantan Presiden IV Republik Indonesia,Gus Dur,setelah tidak menjadi
presiden, apalagi setelah almarhum.

Memang setelah dilengserkan belum bermunculan puji-puji, bahkan puja-
puja terhadap Gus Dur sebagai mantan presiden. Namun minimal hujan
serangan dan cemooh terbuka langsung mereda ketika Gus Dur dielu-
elukan puluhan ribu massa rakyat di saat meninggalkan Istana Negara.
Meski setelah tidak menjadi presiden Gus Dur tetap bersikap dan
berperilaku yang rawan ditafsirkan sebagai kontroversial, praktis
tidak ada yang secara terbuka mencemooh, apalagi menyerang seperti
ketika Gus Dur masih presiden.

Kondisi makin terputar balik di masa Gus Dur telah almarhum. Praktis
semua seolah berebut untuk memuji sikap dan perilaku Gus Dur di masa
kehidupan tokoh pemuka NU yang sangat dihormati dan dihargai
masyarakat internasional sebagai tokoh pluralis dan humanis
sejati.Bahkan secara bertubi- tubi muncul dukungan untuk menobatkan
Gus Dur yang sempat dilengserkan dari jabatan presiden itu sebagai
Pahlawan Nasional Republik Indonesia.

Seteru politik Gus Dur paling terkemuka,Amien Rais,juga tidak mau
ketinggalan memuji Gus Dur sebagai tokoh pejuang pluralisme paling
depan di persada Nusantara. Pendek kata, di masa setelah wafat
mendadak semua mengeluelukan Gus Dur yang semula di masa hidup
dicemooh,dicaci maki, bahkan digulingkan dari tahta kepresidenan
republik Indonesia.

Saya memang selalu menyejajarkan Gus Dur dengan filosof Yunani kuno
Sokrates yang di masa hidupnya dicemooh, dihujat, bahkan dipaksa untuk
bunuh diri oleh para pemuka Kota Athena. Namun kemudian setelah
ratusan tahun berlalu, secara lambat tetapi pasti Sokrates makin
dihormati dan dihargai sebagai tokoh pemikir yang melandasi filsafat
peradaban dan kebudayaan Helenisme sebagai akar peradaban dan
kebudayaan kawasan yang kemudian disebut sebagai Barat.

Tampaknya memang ada kecenderungan masyarakat di dunia ini untuk
senantiasa terlambat menghargai dan menghormati mereka yang layak
dihargai dan dihormati akibat selalu menunggu sampai sang tokoh telah
mengembuskan napas terakhir di alam fana ini.Namun,terutama di
lingkungan masyarakat yang tidak bebas menyampaikan pendapat, ada pula
tokoh yang dicemooh dan dihujat justru setelah dirinya almarhum.
Rentetan contoh cukup tersedia, misalnya Nero, Mussolini, Salin,
Hitler.

Ada pula yang pamornya merosot justru setelah menjadi kepala negara
seperti Lech Wallesa yang semula dipuja-puja sebagai pahlawan
demokrasi di Polandia. Atau Pak Harto yang di zaman Orde Baru tidak
ada yang berani secara terbuka mencemooh,apalagi menghujat; maka semua
pencemooh dan penghujat terpaksa menunggu sampai Presiden II RI
tersebut melengserkan diri.

Ada pula pemimpin negara dan bangsa yang semasa hidupnya sebelum
menjadi mantan sudah dipuja- puja seperti tokoh legenda, misalnya
Nelson Mandella. Namun ada pula tokoh pemimpin bangsa dan negara yang
di masa hidupnya sudah menjadi legenda, tetapi begitu dibenci oleh
mereka yang tidak sepaham hingga akhirnya dipaksa meninggalkan dunia
fana ini alias dibunuh: Mahatma Gandhi.Memang tidak ada konsep baku
yang mampu menyeragamkan nasib dan takdir citra para tokoh pemimpin
negara dan bangsa di planet bumi ini.(*)

JAYA SUPRANA

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/299599/
Share this article :

0 komentar: