BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

Paradigma Baru Mengelola Ekonomi

Written By gusdurian on Rabu, 09 September 2009 | 09.50

Paradigma Baru Mengelola Ekonomi
Oleh Sofyan S Harahap Guru Besar FE Universitas Trisakti


SEBENARNYA sudah banyak ahli yang menyampaikan pesan revolusioner ini
termasuk George Soros, tapi mainstream dan pejabat ekonomi belum
menyadarinya. Dr Barbera adalah nama baru lain yang menggaungkannya
dalam buku barunya. Dr Barbera adalah executive vice president dan chief
economist di Investment Technology Group, dosen di John Hopkin
University dan MIT. Ia bekerja sebagai ekonomis di Wall Street selama 26
tahun dan pernah menjadi staf ahli untuk Senator Paul Tsongas anggota
Congressional Budget Office, Capitol Hill. Ia sering menulis di beberapa
majalah Wall Street dan diwawancara CNBC dan New York Times. Kaliber
beliau cukup berbobot untuk menggaungkan ide tersebut.

Barbera menulis buku menarik, mudah dipahami, dan tepat waktu karena
membahas masalah bagaimana memahami anomali pasar dan bagaimana sarannya
menstabilkan ekonomi kita masa depan. Bukunya diberi judul The Cost of
Capitalism, Understanding Market Mayhem and Stabilizing Our Economic
Future (McGraw Hill Book, 2009). Buku ini menarik karena: 1. Penulisnya
open mind dan mengakui bahwa paradigma (we embraced the wrong paradigm,
hal 4, 161, 215) atau teori ekonomi yang kita pakai sekarang ini salah
dan perlu direvisi. Bahkan beliau mengajukan pertanyaan yang menantang:
Sistem sekarang ini sama seperti peta yang salah sehingga dia bertanya
bagaimana mungkin kita terus berjalan dengan menggunakan peta yang tidak
benar? Pasti sesat bukan?
2. Beliau mencoba menunjukkan keterbatasan teori Keynes (uncertainty dan
speculation), Schumpeter (creative destruction), dan Hyman Mensky
(deflationary destruction) dan mencoba memintal pemikiran ketiga tokoh
itu untuk menjawab krisis yang selalu terjadi dalam sistem kapitalisme.
Pemikiran ketiga tokoh tersebut adalah benar dalam konteksnya dan akan
cocok jika ketiganya dipintal dalam satu sistem baru. Ini yang dilakukan
Barbera.

3. Dia masih meyakini ekonomi pasar dengan revisi paradigma dan menolak
sama sekali sistem ekonomi sosialis atau sistem yang diatur oleh pemerintah.

4. Dia juga berpendapat bahwa tidak pedul berapa besar upaya bank
sentral mengontrol (menu runkan dan menaikkan) tingkat bunga, tetapi hal
itu tidak memengaruhi ekonomi riil (h 172).

5. Penulisnya seorang doktor ekonomi, berlata belakang insinyur dan
praktisi pasar modal se lama 30 tahun dan pernah bekerja di Kongres.

Tulisan ini akan mencoba menjelaskan ba gaimana pemikiran beliau dalam
menjawab krisis ekonomi yang sekarang kita hadapi. Dar judul bukunya
dapat disarikan bahwa menuru beliau krisis yang selalu terjadi dalam
sistem ekonomi kapitalisme adalah embeded atau bagian dari sistem (hlm
2) dan merupakan biaya sistem kapitalisme yang harus dibayar. Sayangl
kapitalisme yang harus dibayar. Sayangi nya, dalam buku ini dia tidak
membahas bahwa yang mem bayar adalah rakyat melalui berbagai kebijakan
stimu- lus, bail out, dan pengambilalihan modal, dan sebagainya. Persis
seperti apa yang kita alami pada 1998, ketika uang rakyat sebesar hampir
Rp700 triliun mem-bail out dana perbankan melalui BLBI. Sampai saat ini
dana publik masih harus membayarnya yang menimbulkan berkurangnya
oportunity untuk kemakmuran dan fasilitas rakyat. PATA A Ada beberapa
poin penting pemikiran beliau. Pertama, selama ini pemerintah dan
regulator tidak simetris (asymmetric response) dalam menghadapi fenomena
ekonomi. Kita selalu fokus mengatasi krisis tetapi tidak pernah
mengatasi dampak dari booming ekonomi. Jika terjadi situasi ekonomi yang
maju, dengan pertumbuhan yang demikian cepat pemerintah dan pelaku
ekonomi terlena. Situasi itu disebutnya fenomena creative destructive
yang merupakan harga dari suatu kemajuan ekonomi. Menurut beliau, jika
terjadi situasi ekonomi yang bertumbuh cepat, inflasi rendah, full
employement, ini merupakan tanda-tanda bahaya yang harus disikapi
sebagaimana kita menyikapi situasi krisis ekonomi. Selama ini hal itu
tidak dilakui kan. Kedua, akar krisis yang terjadi disebabkan - fenomena
kemajuan ekonomi yang sukses yang menimbulkan perilaku pelaku ekonomi
(khu susnya pemain pasar modal) yang bermain di r pasar uang dan modal,
"Sucess breads excess,"
- ujarnya. Dalam situasi ekonomi yang maju, pelaku pasar merasa percaya
diri yang berdam- pak pada peningkatan utang melalui berbagai penciptaan
`uang' baru, portofolio, instrumen i keuangan, teknik dan engineering
keuangan, t penjaminan utang atau yang lebih dikenal col lateralized
debt obligation, dsb. Masyarakat berani mengambil risiko tinggi (risk
taker), dan menilai tren ekonomi yang tetap akan bagus yang mela hirkan
`bubble economy' yang sudah hirkan `bubble economy' yang sudah melewati
ambang batas aman atau margin of safety'. Ini merupa kan wilayah
`behavioral finance' yang saat ini mulai menjadi perhatian, sedangkan
sebelumnya tidak. Situasi emas ini diberi istilah goldilock economy.
Ketiga: kita tidak mungkin mengetahui apa yang terjadi di masa yang akan
datang, kita selalu berada dalam ketidakpastian atau `uncertainty',
sedangkan selama ini kita dibuai modelmodel matematis yang seolah READI
bisa menjadi alat prediksi (prediction model) yang akurat, padahal
sesungguhnya tidak. Kita atau dunia ini sebenarnya diatur asumsi
ketidakpastian yang seolah pasti (hlm 179) padahal sebaliknya. Prediksi
pasti akan meleset karena semua orang akan selalu mengu bah pikirannya
setiap saat sesuai dengan input informasi yang baru masuk dan pengaruh
ber bagai perilaku, pendapat, fakta, dan informasi para aktor. Kalaupun
tepat bukan karena modal prediksinya. Sikap orang tidak statis tetapi di
namis sejalan dengan perjalanan waktu. Penda pat itu sejalan dengan
pendapat George Soros dalam bukunya The Alchemy of Finance (2007).

Pelajaran apa yang bisa kita tarik dari penda pat Dr Barbare ini? Sistem
kapitalisme adalah sistem yang secara sistemik akan mengalami fluktuasi,
yaitu ekonomi maju dan ekonomi krisis. Keduanya harus dihadapi dengan
cara yang simetris dalam arti keduanya sama-sama harus dianggap
berbahaya sehingga perlu dihadapi sesuai masalahnya. Dalam setiap krisis
ekonomi, akar permasalahannya adalah jumlah utang yang besar, keberanian
mengambil risiko yang terlalu berani, kesalahan dan asumsi prediksi yang
salah seolah dianggap masa depan bisa diramalkan, fokus yang terlalu
berat pada membuat inflasi yang rendah, dan paradigma ekonomi ortodoks
yang salah membuat kita selalu bergelut dengan krisis yang terus
merambah secara periodik.

Muara dari pendapat beliau adalah: "Appropriate policy changes tied to a
revamping of economic orthodoxy are needed to prevent mammoth crisis. It
may well turn out that renewed commitment to free market capitalism,
from chastened and wiser government leaders, will give us our best
chance for prosperity in the 21st century."

(Perubahan kebijakan dikaitkan dengan perubahan pemikiran ekonomi
ortodoks diperlukan untuk mencegah krisis besar. Ini mungkin harus
memperbaharui komitmen kepada pasar bebas kapitalisme, dari pemimpin
yang rendah hati dan bijaksana akan memberikan kita kesempatan untuk
kesejahteraan di abad 21 ini).

Walaupun Robert Barbare belum menyentuh paradigma baru seperti apa yang
harus diikuti, beliau telah mengangkat satu isu besar yang sudah
diangkat juga oleh ekonom lainnya. Opini revolusioner ini menyatakan
perlu perubahan paradigma dalam mengatur ekonomi kita. Dia menjelaskan
kebijakan apa yang perlu untuk mengatasi krisis selama ini. Tugas kita
selanjutnya adalah menyelesaikan pesan Barbare yang belum tuntas. Kita
masih harus terus mencari paradigma ekonomi baru yang agar krisis-krisis
yang lebih besar tidak mentsunami kita lagi. Dengan pengakuan seorang
Robert J Barbare ini, sudah seharusnya kita di Indonesia mengingat
banyaknya ahli ekonomi ortodoks, ahli ekonomi syariah, ekonomi
Pancasila, ekonomi kerakyatan, para ahli dan agamawan bisa bertemu dan
merumuskan sistem ekonomi yang cocok dengan bangsa, ideologi, situasi,
konteks Indonesia yang berbeda dari konteks Barat. Sistem ekonomi yang
memasukkan paradigma yang benar termasuk nilai-nilai moral dan agama di
dalamnya.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/09/09/ArticleHtmls/09_09_2009_018_002.shtml?Mode=0
*Editorial*


Mempersoalkan Aksi Bakar Buku

Membakar buku jelas tidak dibenarkan, apalagi buku yang berisi
pemikiran. Inilah aksi yang dilakukan Front Anti Komunis--terdiri atas
berbagai organisasi masyarakat dan para ulama di Jawa Timur--di Surabaya
saat mendemo kantor pusat /Jawa Pos/. Mereka memprotes tulisan bos media
ini, Dahlan Iskan, mengenai pelaku sejarah bernama Soemarsono. Mereka
membakar buku Soemarsono yang baru terbit: /Revolusi Agustus/.

Soemarsono adalah Gubernur Militer yang dibentuk PKI pada peristiwa
Madiun 1948. Kini ia berusia 88 tahun dan tinggal di Australia.
Soemarsono pernah terlibat perang di Surabaya 1945. Dalam bukunya, ia
memberikan kesaksian bahwa dalam pertempuran Surabaya, sebagai Ketua
Pemoeda Repoeblik Indonesia, dialah yang memberi Bung Tomo mandat
melawan Belanda. Adapun mengenai tragedi Madiun 1948, ia menjelaskan,
peristiwa itu bukan kudeta kaum kiri sebagaimana selama ini dicapkan.

Di era demokrasi ini, semua kesaksian sejarah harus diterima dengan
tangan terbuka. Fakta-fakta baru akan membuat generasi sekarang bisa
melihat masa lalu secara berimbang. Menurut Soemarsono, bergeraknya kaum
kiri di Madiun saat itu sebenarnya dipicu oleh sebuah dokumen rahasia
(/red drive proposal/) yang disusun oleh Hatta bersama wakil-wakil dari
Amerika Serikat di Sarangan, Magetan, untuk menghabisi kekuatan kiri di
Indonesia.

Boleh saja orang ragu akan informasi Soemarsono. Namun, janganlah
menanggapinya dengan mengerahkan massa dan membakar buku. Kesaksian
versi Soemarsono seharusnya dilawan dengan sanggahan intelektual.
Kebijakan /Jawa Pos/ memberi ruang jawab bagi para sejarawan yang tak
setuju terhadap versi Soemarsono tentang peran Bung Tomo dan "cuci
tangan" kasus Madiun harus dimanfaatkan.

Munculnya dua perspektif sejarah justru mendidik. Kedewasaan sebuah
bangsa ditentukan oleh keberaniannya mengakui paradoks masa lalu.
Apalagi sesungguhnya memang banyak poin menarik dari kesaksian
Soemarsono. Ia, misalnya, berpendapat bahwa ketegangan di Madiun saat
itu sebenarnya bisa diselesaikan secara damai. Saat itu Panglima Besar
Jenderal Soedirman mengirim utusan resmi bernama Soeharto (kelak jadi
Presiden di era Orde Baru) untuk menginvestigasi Madiun. Menurut
Soemarsono, dialah yang mengajak Soeharto berkeliling menyaksikan bahwa
Madiun aman.

Hanya, diduga laporan itu tidak pernah diberikan Soeharto kepada
Soedirman, sehingga pemerintah Soekarno-Hatta memutuskan adanya operasi
militer. Peran Soeharto ini, menurut editor buku /Revolusi Agustus/,
menarik untuk "diusut" karena sepertinya dia seperti "selalu kebetulan"
muncul dalam berbagai krisis politik yang menghancurkan kaum kiri.

Dalam sejarah selalu muncul hal yang tak terduga. Kemauan menerima
dengan kepala dingin bahwa masa lalu penuh sisi-sisi hitam dan putih,
baik dari pahlawan maupun mereka yang disingkirkan, akan memperkaya
batin bangsa. Tindakan marah, apalagi dengan pembakaran buku, justru
jauh dari ikhtiar pencarian sejarah yang benar.

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/09/05/Editorial/index.html

Jawa-Sumatra, Jembatan bukan Satu-Satunya Solusi

Jawa-Sumatra, Jembatan bukan Satu-Satunya Solusi
Oleh Teguh Rahardjo Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi bidang
Program Riptek


GAGASAN untuk menghubungkan Jawa­Sumatra dengan infrastruktur fisik yang
dibangun para insinyur Indonesia dan didukung industri nasional
dilemparkan mantan Presiden Soeka rno pada 1960. Prof Sedyatmo kemudian
me nangkap dan mengembangkan gagasan ini menjadi Tri-Nusa Bima Sakti,
yaitu gagasan untuk menghubungkan Pulau Sumatra-Jawa Bali.

Pada 1980-an hingga pertengahan 90-an, saat pertumbuhan ekonomi
Indonesia rata-rata 7%, berbagai studi khususnya terkait dengan kema
juan teknologi jembatan, terowongan, dan pe ngembangan kapasitas kapal
feri telah dilakukan Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan BPPT,
Departemen Pekerjaan Umum, dan De partemen Perhubungan. Akhir-akhir ini
Pemda Banten dan Lampung dibantu ITB dan swasta juga telah merampungkan
kajian teknis dan fi nansial jembatan Selat Sunda. Dari sekian banyak
hasil kajian yang telah dilakukan terkait dengan Tri-Nusa Bima Sakti,
beberapa di antaranya telah diwujudkan dalam bentuk pembangunan fisik,
seperti jembatan Barelang, jembatan Suramadu, dan jembatan Barito.

Membangun infrastruktur penghubung antar pulau merupakan pekerjaan besar
dan membu tuhkan biaya besar. Agar dampak dan nilai ke untungan
infrastruktur tersebut terhadap ekonomi tercapai, sistem transportasi
nasional harus direncanakan secara matang. Sistem trans portasi unimoda
(mobil dan jalan raya) yang saat ini mendominasi transportasi nasional
sudah tidak dapat diandalkan lagi. Dengan meningkat nya kepadatan
penduduk, terbatasnya jaringan . jalan dan kondisi geografi, sistem
transportasi multimoda menjadi pilihan yang sesuai untuk Indonesia.
Potret situasi Volume lalu lintas kendaraan di Selat Sunda saat ini
sekitar 5.000 kendaraan per hari, dan pada saat Lebaran menjadi sekitar
10 ribu kendaraan per hari. Data arus lalu lintas orang pada 2008
sekitar 16,4 juta per tahun. Volume tersebut dilayani 33 kapal feri
ro-ro dan empat dermaga.
Frekuensi kapal penyeberangan dari keempat dermaga tersebut adalah 25-30
menit. Apabila dermaga kelima yang saat ini sedang dibangun nantinya
beroperasi, frekuensi penyeberangan kapal akan menjadi 15-20 menit.

Teknologi material dan perhitungan struktur telah maju pesat sehingga
mendorong perkembangan teknologi jembatan khususnya jembatan kabel.
Jembatan kabel tipe suspension yang terpanjang di dunia saat ini adalah
Akashi Kaikyo (Jepang) dengan bentang utama sepanjang 1.991 m, tinggi
dek kendaraan sekitar 10 m, tinggi tower sekitar 200 m, dan diameter
fondasi tower (caisson) 70-80 m. Panjang total jembatan Akashi Kaikyo
sekitar 4 km.

Jembatan Xihoumen (China) dengan bentang utama 1.650 m (sedang dalam
pembangunan) menerapkan teknologi aerodinamis untuk dek jembatan
sehingga dek tersebut sangat elastis. Disain jembatan Messina yang akan
dibangun di Italia mempunyai bentang utama 3.300 m dan menerapkan
teknologi jembatan gantung ultra panjang generasi ketiga, yaitu pillon
yang relatif fleksibel dan struktur dek jembatan yang aerodinamis.

Teknologi terowongan berkembang pesat dengan ditemukannya the new
austrian tunneling method (NATM) dan peralatan pengeboran horizontal.
Dengan teknologi itulah Sekan Tunnel (Jepang) dan Eurotunnel
(Inggris-Prancis) dibangun. Kedua terowongan itu mempunyai panjang
sekitar 30 km di bawah dasar laut di kedalaman 100 m dari seabed.
Panjang total setiap terowongan tersebut sekitar 50 km.

Pelajaran yang diperoleh dari pembangunan jembatan Barelang, Suramadu,
dan Barito adalah insinyur-insinyur Indonesia mampu mendesain jembatan
dengan bentang utama 400 m khususnya tipe jembatan cable-stayed.
Kontraktor-kontraktor nasional mampu membangun jembatan tersebut
khususnya untuk pillon/tower dan dek jembatan.
Meskipun demikian, sebagian besar dari peralatan-peralatan konstruksi
masih harus menyewa dari luar negeri. Keterlibatan industri nasional
baru sebatas industri semen. Sementara itu, kabel dan material baja
masih impor dari luar negeri.

Alternatif penghubung Jawa-Sumatra Sarana penghubung Jawa-Sumatra yang
berjarak garis pantai terdekat sekitar 27 km dapat berupa kapal feri,
jembatan, jembatan terapung, terowongan bawah laut, dan terowongan
terapung/di dasar laut (submerge floating tunnel).
Sarana penghubung tersebut bisa dikombinasikan satu sama lain untuk
alasan ekonomi.

Penghubung antarpulau dengan menggunakan kapal feri adalah yang paling
banyak digunakan saat ini. Industri dalam negeri maupun SDM nasional
mampu dalam mengembangkan sarana penghubung dengan kapal feri. Akan
tetapi, keterbatasan sarana penghubung ini adalah kapasitas angkut.
Rata-rata kapal feri hanya dapat mengangkut 80-90 kendaraan per trip.
Dengan kapasitas yang ada dan volume kendaraan dan barang yang besar,
frekuensi lalu lintas kapal akan sangat padat.

Konstruksi jembatan menjadi alternatif penghubung lain yang perlu
mendapat perhatian.
Desain panjang bentang utama jembatan sangat ditentukan kedalaman dasar
laut dan ruang untuk lalu lintas kapal. Makin panjang bentang utama
suatu jembatan, biaya konstruksi akan makin mahal. Berdasarkan survei
bathimetri selat Sunda, terdapat kedalaman di suatu area yang rata-rata
100 m. Karena sangat tidak ekonomis meletakkan fondasi di kedalaman air
lebih dari 70 m, akan ada bagian jembatan yang bentang utamanya lebih
dari 2.000 m. Untuk jembatan sepanjang itu, ketergantungan teknologi
dari luar negeri harus diantisipasi dengan memberikan peran kepada
konsultan nasional sebagai konsultan utama. Di samping itu, kesiapan
industri beton dan baja nasional harus ditingkatkan agar bisa memenuhi
kebutuhan material konstruksi. Alternatif lain adalah jembatan terapung
yang merupakan pengembangan dari teknologi jembatan militer pada masa
lalu. Konstruksi jembatan ini dibangun di atas struktur pontonponton
yang mengapung di atas permukaan air.
Oleh karena itu, konstruksi jembatan ini hanya sesuai untuk perairan
yang permukaan airnya relatif tenang seperti di danau (jembatan terapung
di Seattle, AS) dan tidak ada lalu lintas kapal. Untuk jenis jembatan
ini, SDM dan industri nasional mampu membangun sendiri dan tidak
tergantung dari luar.

Teknologi terowongan adalah alternatif lain yang dapat digunakan untuk
menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatra. Teknologi ini sangat dipengaruhi
kemampuan geologi khususnya dalam hal mendeteksi patahan-patahan di
sepanjang jalur lintasan terowongan. Pengalaman membangun
terowongan-terowongan untuk pembangkit listrik tenaga hidro, dan juga
terowongan-terowongan pada penambangan batu bara, emas dan lain-lain
sangat membantu proyek ini. Moda transportasi yang sesuai untuk
terowongan panjang adalah kereta api listrik atau magnetik. Ketersediaan
listrik dan kesiapan industri beton nasional sangat berperan di sarana
penghubung terowongan.

Pemanfaatan terowongan terapung/di dasar laut (submerge floating tunnel)
sangat tergantung dari kondisi topografi dasar laut dan arus laut.
Apabila terdapat palung-palung di dasar laut ataupun kecepatan arus laut
yang tinggi, terowongan jenis ini tidak feasible. Terowongan jenis ini
telah dibangun di teluk Tokyo (Jepang).

Antisipasi faktor bencana seperti gempa, meletusnya gunung berapi, dan
pengaruh perubahan cuaca global (angin, gelombang, arus) harus
dipertimbangkan dalam proses desain penghubung Jawa-Madura. Kelaikan
teknologi dari setiap jenis penghubung tentunya harus menjadi kriteria
utama dalam menentukan jenis konstruksi yang akan dibangun. Ketelitian
untuk memilih teknologi yang tepat untuk Selat Sunda akan memberikan
manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia. Semoga.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/09/09/ArticleHtmls/09_09_2009_018_003.shtml?Mode=0