BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » JAYA SUPRANA : Menterimologi

JAYA SUPRANA : Menterimologi

Written By gusdurian on Sabtu, 31 Oktober 2009 | 14.07

SUSILO Bambang Yudhoyono (SBY) adalah penyandang rekor Muri sebagai
Presiden Republik Indonesia pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.

Pada 2009, rekor SBY bertambah dengan Presiden Republik Indonesia
pertama pilihan langsung rakyat yang terpilih untuk kedua kalinya
langsung oleh rakyat. Maka SBY juga memiliki pengalaman dalam memilih
menteri untuk kabinet yang tidak dimiliki presiden Republik Indonesia
yang lain. Bung Karno dan Pak Harto memiliki masa jabatan lebih lama,
namun tidak dipilih langsung oleh rakyat.

Pendek kata, dari presiden yang dua kali terpilih langsung oleh rakyat
ini kita memang bisa belajar banyak tentang menterimologi,yakni ilmu
memilih menteri. Menyimak kenyataan siapa yang dipilih menjadi menteri
untuk jabatan apa,dapat disimpulkan bahwa presiden VI Republik Indonesia
ini juga menggunakan kriteria pertimbangan yang klasik dan klise seperti
profesionalisme atau pengalaman.

Namun di luar itu tampak masih banyak kaidah-kaidah lain yang lebih
bersifat subjektif (meski kaidah profesionalisme dan pengalaman pada
hakikatnya juga subjektif). Yang jelas memilih menteri, apalagi demi
menyenangkan semua orang,memang bukan soal mudah, bahkan mustahil. Pasti
ada saja pihak yang merasa tidak senang, tidak setuju, bahkan menentang
pilihan seorang presiden yang paling arif dan paling bijaksana, apalagi
di masa demokrasi, di mana setiap orang berhak memiliki pendapat,
selera, sekaligus berhak mengungkapkan pendapat dan selera subjektifnya.

Di alam otoriter maupun diktatorial pun sebenarnya selalu ada pihak yang
tidak sependapat dan seselera, namun tidak ada yang berani
mengungkapkannya secara terbuka demi keselamatan diri. Dengan susah
payah Presiden Republik Indonesia yang jenderal TNI purnawirawan itu
berusahamengurangi jumlah sesama TNI demi menghindari tuduhan
mengutamakan golongannya sendiri.

Sampai mengorbankan menteri dalam negeri yang baru dua tahun bertugas.
SBY juga harus mempertahankan kementerian negara yang khusus mengurusi
kaum perempuan, demi tidak dituduh tidak memperhatikan pemberdayaan kaum
perempuan Indonesia yang sebenarnya sudah sangat berdaya, sampai bahkan
menjadi presiden—sementara Amerika Serikat belum pernah punya presiden
perempuan.

Jangan sampai pula jumlah perempuan di dalam kabinet berkurang, bahkan
lebih baik bertambah. Maka, meski perempuan calon menteri kesehatan
dibatalkan,terbukti penggantinya harus tetap berjenis kelamin perempuan.
Masalah daerah juga perlu diperhatikan agar jangan sampai dituduh
Jawa-sentris.

Maka perlu cermat diperhatikan agar jangan sampai tidak ada insan dari
Papua yang menjadi menteri demi menepis tuduhan tidak memedulikan daerah
yang kerap merasa dirinya kurang dipedulikan itu. Tuduhan perkoncoan
dalam memilih menteri sebenarnya tidak relevan karena tentu seorang
presiden memilih menteri di antara para konconya, bukan musuhnya.

Namun bukan berarti perhitungan aritmatika politik tidak didayagunakan,
terbukti pada pilihan dalam hal ketua MPR.Maka sebagian departemen wajib
mengakomodasi kepentingan politis, terutama demi memuaskan kehendak
partai-partai politik (parpol) yang di masa pemilu mendukung kampanye
kepresidenan sang presiden terpilih kembali. Jelas pilihan bukan
berdasar profesionalisme terbukti menteri yang dipilih sendiri merasa
terkejut bahkan gamang mengemban tugas yang sama sekali di luar
pengalaman dan profesionalismenya!

Meski oposisi dianggap wajar, bahkan mutlak bagi mekanisme
demokrasi,namun bagi pihak yang berkuasa pasti merasa lebih nyaman
apabila kekuatan pihak oposisi lebih lemah lebih baik.Yang paling ideal
adalah sandiwaraopisisi, yakni di panggung politik seolah ada oposisi
tapi sebenarnya tidak ada—seperti lazim di zaman Orde Baru dulu itu.
Memang mudah bahkan sangat mudah mengkritik dengan menyatakan tidak
setuju apa pun pilihan Presiden dalam menyusun kabinet, namun perlu
disadari bahwa menyusun kabinet memang bukan soal mudah dan sederhana,
apalagi demi memuaskan segenap pihak.

Presiden yang dipilih langsung oleh mayoritas rakyat, bahkan untuk kedua
kali, pada hakikatnya tetap merupakan manusia yang mustahil sempurna.
Termasuk mustahil sempurna dalam memuaskan semua pihak yang berjumlah
mendekati tiga ratus juta insan—yang masing-masing memiliki pendapat dan
selera saling beda satu dengan lainnya (termasuk mereka yang tidak
memilih sang presiden), apalagi di alam demokrasi.

Kearifan tertinggi di demokrasi Nusantara justru adalah kemampuan
menyadari ke- Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat Indonesia dalam
berpendapat. Bagi mereka yang ngotot tidak bisa menerima pilihan SBY
dalam membentuk kabinet, silakan mencalonkan diri menjadi presiden RI
pada pemilu mendatang. Silakan merasakan sendiri betapa sulit bahkan
mustahil bagi seorang kepala negara dalam membentuk kabinet yang mampu
memuaskan segenap pihak di dunia fana ini!(*)

JAYA SUPRANA


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/280705/38/
Share this article :

0 komentar: