BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Menyelami Kearifan Hidup

Menyelami Kearifan Hidup

Written By gusdurian on Kamis, 13 Agustus 2009 | 08.51

Menyelami Kearifan Hidup
/Aku mencari jiwaku, tapi tak kutemukan jiwaku. /

/Aku mencari Tuhan, tetapi Tuhan menghindar dariku. /

/Ketika aku mencari sesamaku, aku malah menemukan ketiga-tiganya./

/---/

Cuplikan kalimat di atas adalah bagian kecil dari kekuatan isi yang
begitu menghujam ke dalam sanubari setiap pembaca buku /Cerita Kecil
Saja /ini. Stephie Kleden-Beetz, si penulis, sangat lihai dan fasih
memainkan bahasa yang lugas, padat, cair, dan enak untuk dinikmati. Buku
ini menceritakan banyak hal, tentang arti hidup, kebaikan, kepemimpinan,
kesabaran, perenungan terhadap alam, dan segala fenomena di dalamnya.

Stephie membawa pembaca hanyut dalam keheningan yang berujung pada
kesadaran diri bahwa manusia sesunguhnya menghamba kepada ''tuan-Nya'',
Sang Pencipta. Setiap bait kata yang ia curahkan dalam cerita-cerita
singkat tapi mengesankan itu merupakan hasil ingatannya selama ia
keliling ke Eropa, Jerman, Swedia, Rusia, dan setelah kembali ke
Indonesia pada 1995.

Tentang usia, misalnya, Stephie menulis: ketika saya menghadiri ulang
tahun seorang suster yang berusia 84 tahun, ia berkata, ''bayangkan,
semua anggota tubuh ada istirahatnya, tetapi jantung tidak pernah. Dan
jantungku tetap setia bekerja selama 84 tahun nonstop. Apa itu bukan
kebesaran Tuhan?''

Ada satu hal yang selalu saya bawa dari setiap perayaan ulang tahun,
kenang Stephie, yaitu panjang atau pendeknya usia kurang penting; yang
paling penting ialah bagaimana mengisi hari-hari kita dengan berguna
bagi Tuhan dan sesama (hlm. 15).

Refleksi mendalam yang digelorakan Stephie tersebut tentu saja membuat
pikiran dan hati kita tersadarkan tentang siapakah diri kita. Buku kecil
ini, menurut Anton Sudiarja dalam pengantarnya, boleh dikata
memperlihatkan kerendahan hati penulisnya, yang tidak mau menyajikan
roti, tapi hanya mengumpulkan remeh-temeh yang tertumpah dari meja
kehidupan; bukan buku besar dengan ide-ide kerohanian yang
menggemparkan, melainkan kumpulan karangan kecil dengan kisah-kisah
sederhana.

Stephie banyak memunculkan simbol rohani yang bisa direnungkan dari
kisah dan peristiwa yang ditulisnya: sayap untuk terbang menuju Tuhan,
cahaya lilin penerang dunia, garam yang berdaya pengaruh luas, mutiara
dan permata yang berharga, jembatan sebagai penghubung, matahari sumber
kehidupan, dan sebagainya. Simbol-simbol tersebut mungkin membaur nuansa
Kristiani, tetapi nilai yang diungkapkannya bersifat umum. Hanya dalam
beberapa kutipan Injil yang dicantumkan di sana-sini, tampak jelas latar
belakang Kritiani penulisnya.

Alur cerita dalam buku ini memang sungguh terasa mengasyikkan. Meskipun
nama Stephie barangkali tergolong baru terdengar di telinga insan
pembaca buku, tapi sebenarnya ia tidaklah awam dalam praktik
tulis-menulis. Terbitnya buku setebal 131 halaman ini tampaknya menjadi
pintu pembuka yang baik di awal karir Stephie dalam menerbitkan
karya-karya berbentuk buku. Yang pasti, gaya tulis Stephie memiliki
kekhasan dan keunikan tersendiri. Gaya tulis Stephie, kata Sudiarja,
mengajak untuk tidak menelan begitu saja apa yang ditulisnya, tetapi
mengunyah dan merenungkannya. Inilah kenikmatan buku ini.

Dalam tulisan-tulisan pendek bernas tersebut, Stephie memperlihatkan
pengetahuannya yang luas tidak saja dari bacaan dan pengalaman
perjalanannya, tetapi juga dari perjumpaan dan persahabatannya dengan
banyak orang. Dia memeras semuanya itu dalam kata-kata yang dipilih
dengan cernat dan disusun dengan piawai sehingga ia hanya menyajikan
saripati, yang berguna. Stephie juga melengkapi tulisannya dengan
kutipan kata-kata atau kisah pendek dari orang-orang bijak, filsuf,
seniman, sastrawan, dan ilmuwan yang terkenal (hlm. xiii).

Kehadiran buku ini nyaris tanpa cacat dan kritik. Walaupun penulisnya
sesekali menyertakan beberapa ungkapan penting yang dicomot dari
Al-Kitab --yang barangkali ia hendak menunjukkan dirinya sebagai
penganut taat umat Kristiani-- namun tidak mengurangi sedikit pun bobot
isi kebenaran yang dikandungnya. Dan memang, dalam banyak hal, apa yang
ditulis Stephie merupakan unsur-unsur kebenaran yang bersifat universal.

Walaupun buku ini merupakan karya pertama Stephie, terlihat kalau
saudara (kakak) dari Ignas Kleden --tokoh intelektual Indonesia itu--
sangat pandai merangkai kata. Sebab, sekali lagi, ia tidaklah awam dalam
hal tulis-menulis. Dalam biografi singkatnya disebutkan, Stephie adalah
bekas koresponden /Deutsche Welle/ (radio nasional Jerman) dan seorang
wartawan lepas. Dia juga giat menulis pada sejumlah media di tanah air
saat berdiam di Jerman selama hampir dua dekade. Aktif juga sebagai
penerjemah resmi bahasa Indonesia-Jerman serta Jerman-Indonesia untuk
Konsulat Indonesia di Muenchen ketika itu.

Akhirnya, inilah buku yang dimungkinkan dapat memberikan pencerahan bagi
pembaca pada kesemestaan kata yang terukir indah di dalamnya. Membaca
buku ini, layaknya menyelamai kearifan hidup yang luar biasa terasa
menenangkan jiwa. Sungguh. Selamat menikmati. *(*)*

---

*Judul *: Cerita Kecil Saja

*Penulis *: Stephie Kleden-Beetz

*Penerbit* : Kanisius, Jogjakarta

*Cetakan* : I, Maret 2009

*Tebal *: xvi + 131 halaman

**) Lailiyatis Sa'adah, *pencinta buku, dan pustakawan AIDA di Jember

http://jawapos.com/
Share this article :

0 komentar: