BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » CATATAN BULU TANGKIS

CATATAN BULU TANGKIS

Written By gusdurian on Kamis, 13 Agustus 2009 | 09.09

CATATAN BULU TANGKIS
Siapa Lagi Menyusul Jadi Juara Dunia?



*Jimmy S Harianto*

Menjadi juara All England adalah idaman setiap pemain bulu tangkis
dunia. Untuk menjadi pemain bulu tangkis dunia yang lengkap, ia harus
juara di All England dan juga juara dunia, seperti kejuaraan yang saat
ini tengah digelar di Hyderabad, India. Mau lebih digdaya lagi? Ya,
jadilah juara olimpiade, semenjak cabang olahraga ini menjadi salah satu
cabang yang dipertandingkan di pesta olahraga paling bergengsi di dunia ini.

Mengapa demikian? Ya, itulah mitos di cabang bulu tangkis. Kalau mau
dianalogikan dengan mitos di dunia tenis, barangkali kejuaraan All
England itu ibarat salah satu seri grand slam tenis, Wimbledon. Seorang
petenis legendaris Bjorn Borg, dulu, lebih dikenal sebagai ”juara
Wimbledon lima kali berturut-turut” daripada juara AS Terbuka sekian
kali, Perancis Terbuka berkali-kali, atau Australia Terbuka berulang-ulang.

Di bulu tangkis kita tak banyak pemain tunggal Indonesia yang beruntung
menjadi pemain dengan gelar lengkap, seperti halnya Rudy Hartono, yang
selain mampu delapan kali juara All England tahun 1968-1976, ia juga
juara dunia di Jakarta 1980.

Heryanto Arbi, asal Kudus, Jawa Tengah, juga hebat. Selain dua kali
juara All England, 1993 dan 1994, tahun berikutnya, 1995, ia juga tampil
sebagai juara dunia di Lausanne, Swiss.

Adapun juara dunia tunggal putra dari Indonesia lainnya, seperti Icuk
Sugiarto (1983), Joko Supriyanto (1993), Hendrawan (2001), dan Taufik
Hidayat (2005), mereka tak pernah menjuarai All England.

Atau sebaliknya, juara tunggal All England Indonesia lainnya, seperti
Liem Swie King (1978, 1979 dan 1981) dan Ardy B Wiranata (1991),
keduanya tak pernah satu kali pun juara dunia.

*Susi terlengkap*

Satu-satunya pemain tunggal Indonesia yang terlengkap gelarnya hanyalah
Susi Susanti. Setelah tampil sebagai peraih medali emas pertama
Indonesia di arena Olimpiade Barcelona 1992, secara gemilang tahun
berikutnya, 1993, Susi Susanti tampil sebagai juara All England dan di
Kejuaraan Dunia Birmingham. Tahun berikutnya, 1994, Susi bahkan
memperpanjang gelarnya lagi, sebagai juara All England.

Sementara pacar Susi waktu itu, Alan Budi Kusuma, yang juga tampil
cemerlang sebagai peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992, tak
pernah sekali pun juara, baik di arena bergengsi All England maupun
kejuaraan dunia.

Tiga juara dunia tunggal putri lainnya, Minarni Sudaryanto (1977),
Verawaty Wiharjo (1980), dan Sarwendah Kusumawardani (1991), juga tak
pernah menjuarai All England. Sebuah kejuaraan, yang menurut pemain
legendaris kita, Christian Hadinata, dan sebenarnya juga oleh kalangan
pers dunia, disebut-sebut sebagai ”kejuaraan dunia tak resmi”.

Christian sendiri mampu tampil sebagai juara dunia di dua kategori
berbeda pada tahun yang sama di Kejuaraan Dunia Jakarta 1980, untuk
ganda putra bersama Ade Chandra dan ganda campuran bersama Imelda Wiguno.

Meski prestasinya di All England tak sehebat ganda legendaris kita,
Tjuntjun dan Johan Wahyudi (1974, 1975, 1977, 1978, 1979, 1980), juara
dunia Christian dan Ade Chandra juga pernah juara All England tahun 1972
dan 1973.

*Semakin langka juara*

Semakin tahun semakin langka Indonesia menelurkan gelar juara, khususnya
di nomor tunggal, baik di putra maupun putri. Kali terakhir adalah
Taufik Hidayat (2005). Selebihnya, baik di tunggal putra All England
maupun kejuaraan dunia, sepertinya menjadi milik pebulu tangkis China,
Lin Dan.

Selain empat kali juara All England tahun 2004, 2006, 2007, dan 2009,
Lin Dan juga juara dunia di dua penyelenggaraan terakhir, di Madrid 2006
dan Kuala Lumpur 2007.

”Mungkin ini memang kelemahan umumnya pengurus- pengurus kita dulu.
Setiap pengurus selalu mengejar prestasi, harus menang, tetapi lupa
pembinaan,” ungkap Christian Hadinata dalam pertemuan dengan Kompas
pekan lalu.

Maksud Christian, pengurus bulu tangkis kita lebih banyak mengharapkan
kesuksesan daripada mengirimkan pemain-pemain yang lebih muda, yang
tentunya lebih banyak kalahnya daripada menangnya.

”Padahal, seharusnya kita harus belajar dari setiap kekalahan dan
kemenangan kita,” ujar Susi Susanti, Rabu siang kemarin.

Susi yang pertama masuk pelatnas pratama 1986 pun dulu mengaku merangkak
dari kekalahan demi kekalahan. Bahkan, ia nyaris tak pernah menang
ketika dunia dulu didominasi pemain-pemain putri China, Li Lingwei dan
Han Aiping. Nyaris tak ada celah.

”Tahun 1987, di Kejuaraan Dunia Beijing, saya hanya sampai delapan
besar, kalah sama Gu Jiaming,” kata Susi.

Baru tahun 1989 Susi mulai menembus ke papan atas. Tahun 1989, setelah
juara PON dan Indonesia Terbuka di kandang sendiri, ia kemudian
menjuarai Kejuaraan Dunia 1989 Beijing, mengalahkan Han Aiping di
kandang lawan. Susi melejit setelah itu.

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/13/04375799/siapa.lagi.menyusul.jadi.juara.dunia
Share this article :

0 komentar: