BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Bahasa, antara Mode dan Politik

Bahasa, antara Mode dan Politik

Written By gusdurian on Senin, 20 Juli 2009 | 12.14

Bahasa, antara Mode dan Politik

Seno Gumira Ajidarma
Wartawan

Dengan catatan bahwa artefak bahasa ini telah saya alih­kan ejaannya,
marilah kita perhatikan gejala bahasa yang termunculkan dari baris
komik (comic strip) di atas.

Pertama, saya ingin mencatat bahwa peristiwa kebahasaan ini terbentuk
oleh sejumlah kata yang berasal dari berbagai bahasa, seperti bahasa
Inggris (you, and, donkey, beetle, with bedbug, monkey), Belanda (Je
=kamu, een = satu), Betawi (lu, nggak), Jawa (wewe, momok, mbubut,
jengger, katok), dan sisanya boleh disebut bahasa Indonesia yang tentu
saja masih bisa diasalkan ke bahasa lain seperti betot, copot, dan
amberol itu. Kedua, terdapat sejumlah ”pelisanan tertulis”, seperti
you menjadi yu, one menjadi wan, dan donkey menjadi dongki, tapi saya
tak tahu bagaimana yang mungkin ”yes” menjadi ”tjes”. Ketiga, memang
hanya ada satu akronim yang telah diterima sebagai idiom: tongpes dari
kantong kempes yang artinya tentu tidak berduit.

Namun dengan ketiga aspek dari pencacahan ini, susunan bahasa campur
aduk itu mampu menemukan puitika sendiri. Perhatikanlah sekali lagi
dialog tersebut, maka akan dapat ditemukan bahwa ujaran satu yang
berbalas ujaran lain bukanlah seperti pasangan tanya dan jawab,
melainkan susunan komentar singkat yang susulmenyusul dengan ritme
serta bunyi sangat terjaga: dari ”Yu Texas!” ke ”Yes, Yu donkey!” dan
”Lu wewe!” ke ”Je momok!” sangat terasa sebagai sesuatu yang ritmis;
yang bergabung dengan kesadaran bunyi seperti ”Haha een monkey!” yang
disusul ”And satu donkey!”, secara keseluruhan membentuk musikalitas
yang canggih.

Apalagi jika mengingat bagaimana nada riang dan santai pada bagian
awal semakin meningkat tegangannya dan berakhir dengan suatu klimaks
dalam konstruksi sempurna. Memang, puitika dalam suatu gejala bahasa
tentu erat menyangkut musikalitasnya juga.

Ini kalau purapura bicara tentang content analysisnya, tapi lantas
bagaimana dengan doi punya discourse analysis? Untuk ini perhatian
harus diperluas kepada gambar dan asalusulnya. Dalam komik seri
Keluarga Miring No. 12, khususnya dalam epi­sode ”Sakarat”, konteks
yang melahirkan wacana kebahasaan semacam itu menjadi jelas.

Pertama bahwa ”Texas” dan ”donkey” maupun ”wewe” dan ”momok” ini
adalah komentar tentang mode. Petruk dan Gareng mengenakan celana
jengki ketat, sementara Bagong rambutnya gondrong dan Istri Bagong
berambut sasak. Ketika berpapasan mereka saling mengejek dan humor
berpuncak secara slapstick.

Kedua, dengan kunci dari dua panil pertama: mengapa tujuan berbangga
diri diwakili istilahistilah yang mengejek diri? ”Texas” untuk celana
melitit mungkin masih ”netral”, tetapi ”donkey” untuk jengki, ”wewe”
untuk rambut sasak, dan ”momok” untuk rambut gondrong, ketika tampil
melecehkan diri bukanlah dimaksud sebagai jiwa besar, melainkan tetap
menghina dan merendahkan ”pemilik” mode tersebut, yang kini terarahkan
dari kata ”Texas”. Apalagi jika bukan representasi Amerika Serikat
atau ”Barat”? Sementara kata ”beetle” adalah ejekan untuk Beatle (s),
mungkinkah ”donkey” untuk yankee?

Ketiga, mengingat izin terbit bertanggal 1481964 di halaman terakhir
komik tanpa nama penggubah ini, penafsiran mode yang dipandang sebagai
representasi ideologis kaum ”kontrev” alias ”kontra revolusi” menjadi
sahih, karena pada masa Orde Lama (ini penamaan Orde Baru), selain
terdengar slogan ”Inggris kita linggis, Amerika kita setrika”, razia
celana jengki bahkan dilaksanakan tentara di jalanan. Jadi celana
jengki, rambut sasak, dan rambut gondrong, dalam comic strip ini
adalah representasi ”imperialisme”. Sebagai ideologi yang sedang
diganyang Bung Karno, diperlihatkan betapa ideologi ini bagi
”pengguna”nya tidaklah produktif sama sekali.

Kita telah menyaksikan suatu peristiwa kebahasaan, sebagai konstruksi
mode dan politik dalam kebudayaan Indonesia.


http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/07/20/BHS/mbm.20090720.BHS130863.id.html
Share this article :

0 komentar: