BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Visi-Misi Antikorupsi Capres Minim

Visi-Misi Antikorupsi Capres Minim

Written By gusdurian on Jumat, 12 Juni 2009 | 13.33

Visi-Misi Antikorupsi Capres Minim
Oleh : Jabir Alfaruqi

Selama kampanye ini, para calon presiden (Susilo Bambang Yudhoyono,
Jusuf Kalla dan Megawati) ramai-ramai menyampaikan visi-misi. Visi-misi
ketiganya yang mendapat perhatian publik dan diekspose besar-besaran
oleh media adalah bidang ekonomi.

Tampaknya masalah ekonomi menjadi prioritas ketiga capres Pemilu 2009
ini. Prioritas ini bukanlah hal yang salah. Sebab, masalah ekonomi bukan
sekadar mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang dialami jutaan warga
negara, tetapi juga peningkatan pendapatan dan pelestarian sumber daya
alam. Tanpa pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari tahun ke tahun,
berarti siapa pun yang memimpin negeri ini akan dinilai gagal.

Namun, ada benang merah yang dilupakan para capres bahwa untuk membangun
sistem perekonomian dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik tidak
berangkat dari akar permasalahan hakiki yang menyebabkan bangsa
Indonesia jatuh miskin dan mengalami krisis yang berkepanjangan. Akar
dari semua masalah ekonomi semestinya bersumber dari mengguritanya
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negeri ini. Pertumbuhan ekonomi
dan pengentasan kemiskinan akan sekadar menjadi jargon politik kalau
tidak dimulai dari pemberantasan korupsi secara baik.

*Visi Antikorupsi*

Mungkin oleh sebagian pihak capres bervisi antikorupsi dianggap hal yang
biasa dan sepele. Namun, bila kita mau belajar dari negara-negara yang
sukses pertumbuhan ekonominya, hal itu selalu dimulai dari keberhasilan
di bidang pemberantasan korupsi. Ambil contoh China yang saat ini
pertumbuhan ekonominya menakjubkan masyarakat dunia. China bisa memiliki
pertumbuhan ekonomi seperti sekarang karena negeri ini cukup berhasil
mengatasi masalah korupsi.

Di China tokoh terdepan pemberantasan korupsi adalah perdana menteri,
bukan komisi antikorupsi atau kalau di Indonesia Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Karena itu, seorang perdana menteri bersumpah untuk
disediakan peti mati bila dirinya terlibat korupsi. Ini bukan sekadar
komitmen, tetapi benar-benar bervisi antikorupsi.

Apa yang disampaikan sang perdana menteri itu bukan sekadar kampanye
politik, tetapi benar-benar menjadi garis perjuangannya. Karena itu,
tidak heran kalau di China para koruptor bisa dihukum mati.

Ini sangat berbeda dengan di negeri ini. Pemberantasan korupsi belum
benar-benar menjadi visi yang akan menjadi garis perjuangan para capres
bila terpilih.

Di China, partai berkuasa yakni Partai Komunis China (PKC) telah
bertahun-tahun dan terus-menerus mendoktrinkan semua kadernya di semua
level bahwa negeri China akan bisa diselamatkan dari kebangkrutan bila
korupsi bisa diberantas. Karena itu, kalau Partai Komunis China dan
China tidak mau porak poranda seperti negara-negara penganut sistem
komunis lainnya, tidak ada pilihan lain korupsi harus dibabat habis.

Dari fakta ini kita bisa mengambil hikmahnya. Lemahnya visi
pemberantasan korupsi di negeri ini di semua level pemerintahan
menjadikan pertumbuhan ekonomi rendah dan tingkat kemiskinan absolut
masih tinggi. Kita masih setengah-setengah dalam pemberantasan korupsi
sehingga hasil yang ditunjukan belum bisa maksimal.

Kita bisa membandingkan peningkatan anggaran untuk kabupaten dan kota di
era reformasi dengan era Orde Baru. Dari jumlah anggaran yang tersedia,
saat ini anggaran kabupaten dan kota sudah mengalami peningkatan minimal
lima kali lipat dibandingkan era Orde Baru. Namun, benarkah besarnya
anggaran daerah bisa menyelesaikan lima kali lipat permasalahan ekonomi
di daerah? Jawabnya belum. Ini terjadi karena pemberantasan korupsi baru
sebatas isu kampanye politik, belum menjadi garis perjuangan.

Yang lebih tragis, kini pemberantasan korupsi sedang dalam ancaman.
Rancangan Undang-Undang Tipikor yang semestinya diselesaikan oleh DPR
pada 2009 hingga kini belum ada kabar beritanya. Secara matematis RUU
Tipikor yang habis masanya pada Desember nanti tidak mungkin
diselesaikan tahun ini.

Memang tanpa ada Undang-Undang Tipikor pun pemberantasan korupsi tetap
berlanjut. Sebab, kasus-kasus korupsi yang ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dilimpahkan ke pengadilan umum. Hanya,
perlu disadari bahwa pengadilan umum semakin hari cenderung sangat
familier dengan para koruptor.

Kita bisa mengukur kecenderungan tersebut dari beberapa kasus korupsi
yang divonis oleh lembaga tersebut. Selain menjatuhkan hukuman rendah,
kini Mahkamah Agung (MA) mewacanakan hukuman percobaan. Ini bukan
sekadar wacana, tetapi MA telah memvonis dua ketua DPRD Provinsi, yakni
Provinsi Jawa Tengah dan Kalimatan Timur, untuk kasus korupsi APBD
provinsi dengan hukuman percobaan.

Patut disayangkan, dalam kondisi pemberantasan korupsi yang dalam bahaya
tersebut ternyata para capres masih ragu-ragu menjadikan pemberantasan
korupsi sebagai visi utama.

Capres Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono juga belum berani secara
terang-terangan seperti kampanyenya Ppartai Demokrat menjelang pemilihan
legislatif lalu yang dengan tegas mengangkat pemberantasan korupsi
sebagai salah satu program utama. Mengpaa hal yang sama menjadi melemah
di saat menjelang pilpres?

Di saat RUU Tipikor tidak mungkin diselesaikan DPR masa bakti 2004-2009,
sesungguhnya menjadi peluang bagi SBY untuk segera memunculkan perpu.
Pemunculan perpu akan menjadi kredit poin bagi SBY untuk bisa
memenangkan pertarungan Pilpres 2009. Sebab, menyegerakan mengeluarkan
perpu akan memberi harapan bagi publik bahwa pemberantasan korupsi masih
terus dilanjutkan.*(*)*

/*). Jabir Alfaruqi, Koordinator Komite Penyelidikan dan Pemberantasan
Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah./

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=74582
Share this article :

0 komentar: