BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Saatnya Berburu Koruptor Daerah

Saatnya Berburu Koruptor Daerah

Written By gusdurian on Kamis, 25 Juni 2009 | 11.53

Saatnya Berburu Koruptor Daerah
Oleh:* *Joko Susanto

*TERTANGKAPNYA* Hengky Samuel Daud, bos PT Istana Sarana Raya, dalam
kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) menimbulkan
efek bola salju. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seakan mendapat
amunisi baru dan siap-siap menciduk para kepala daerah yang terindikasi
kuat terlibat kasus itu. Optimisme tersebut diperoleh setelah semua
bukti pendukung dikumpulkan. /(Jawa Pos, 22 Juni 2009)./

Sebenarnya KPK telah memeriksa sejumlah kepala daerah yang pernah
membeli mobil damkar milik Hengky. Misalnya, Gubernur Kepri Ismeth
Abdullah, Gubernur Irian Jaya Barat Abraham Octavianus Atururi, Gubernur
Sulawesi Utara Sinyo H. Sarundajang, mantan Gubernur Bali Dewa Made
Beratha, dan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi. Namun, dengan
tertangkapnya Hengky, ''posisi'' mereka diharapkan makin transparan.

***

Sinyalemen bahwa otonomi daerah yang deras digeber beberapa tahun
terakhir ini telah menghasilkan raja-raja kecil di daerah bukan isapan
jempol belaka. Urusannya sangat kompleks. Para gubernur, bupati, wali
kota, dan anggota DPRD dengan alasan otonomi seolah berhak mengolah
keuangan di daerahnya. Tak heran, mantan KPK Taufiequrachman Ruki
menyatakan bahwa mayoritas korupsi di Indonesia akan terjadi di
pemerintahan daerah.

Pernyataan itu dikuatkan dengan data statistik PuKAT (Pusat Kajian
Antikorupsi) Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta dalam laporan
korupsi triwulan III 2008 memaparkan kerugian negara akibat maraknya
korupsi di daerah mencapai ratusan miliar. Modus korupsinya paling
tinggi penyalahgunaan anggaran. Kelompok kerugian negara di bawah Rp1
miliar tercatat sebelas kasus, korupsi kisaran Rp 1 miliar hingga Rp 10
miliar 19 kasus, kisaran Rp 10 miliar hingga Rp100 miliar 12 kasus, dan
korupsi di atas Rp 100 miliar satu kasus.

Untuk meluluskan semua keputusan penggunaan dana APBD perlu mendapatkan
stempel dari para wakil rakyat. Para anggota DPRD yang seharusnya
mengawasi penggunaan dana APBD malah merasa perlu mendapatkan bagian
alias saling pengertian. Banyak sekali alasannya, mulai uang rapat, uang
kunjungan, tunjangan-tunjangan jabatan, hingga polis asuransi yang
nilainya acapkali melebihi nilai anggaran untuk publik. Jadilah APBD
sebagai akronim ''ajang persetujuan bagi-bagi duit''.

Pengejaran koruptor daerah oleh lembaga superbodi itu mengandung
beberapa arti. /Pertama/*/,/* pembabatan korupsi di daerah oleh penegak
hukum daerah masih jauh dari memuaskan. Wajar saja gelombang
ketidakpuasan akibat penanganan kasus korupsi daerah terus bermunculan.
Banyak kasus di daerah yang macet bila diduga melibatkan kepala daerah.
Hambatan kasus itu biasanya karena kejaksaan dan kepolisian beralasan
membutuhkan izin presiden untuk memeriksa kepala daerah. Sedangkan KPK
tidak membutuhkan.

/Kedua,/ gema perang korupsi selama ini masih bersifat ''Jakarta
sentris''. Segala sesuatu yang berhubungan dengan korupsi masih berada
di wilayah aparat penegak hukum di Jakarta. Lihat saja /blow up/ media
yang besar bila kasus pusat terungkap. Pengungkapan koruptor daerah
seakan nyaris tak terdengar. Tak heran, koruptor daerah merasa ada
kesempatan untuk santai.

Emerson Yuntho (2006), aktivis antikorupsi, menyebutkan bahwa berdasar
data ICW yang berasal dari mitra kerja di 13 kota besar di Indonesia
dengan 191 kasus korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian di
daerah, ditemukan sejumlah permasalahan lain yang muncul, seperti
laporan korupsi tidak ditindaklanjuti, dihentikan penyidikannya (SP3),
serta sulitnya izin pemeriksaan terhadap kepala daerah dan anggota
legislatif daerah.

/Ketiga/*/,/*/ /semua elemen penegak hukum di daerah mestinya terpacu
dan berani membuktikan diri bahwa mereka masih mampu dan punya taring
tajam untuk mencegah daerah dijadikan pesta korupsi. Alasan klise
anggaran dana yang berbeda dengan KPK kiranya bukan penyebab yang
mutlak. Menegakkan keadilan hukum adalah tugas mulia.

*Otonomi Korupsi*

Berbagai kejadian penyalahgunaan wewenang di daerah setidaknya makin
membuka kotak pandora* *bahwa dana anggaran daerah telah menjadi lahan
empuk bagi orang-orang nakal di daerah, termasuk oknum lembaga
legislatif. Maka, jelas diperlukan efek jera untuk mencegah daerah
menjadi otonomi korupsi. Ironisnya, dalam memberangus korupsi, intrik
dan friksi politik lebih terlihat ketimbang keinginan dan kesadaran
bahwa kejahatan tersebut dapat kita hilangkan.

Penanganan kasus-kasus korupsi di daerah sering mengecewakan. Kalaupun
diproses sampai ke pengadilan umum, penanganannya berjalan sangat
lambat, berputar-putar, berbelit-belit, sangat menguras energi, dan
menghabiskan waktu. Sebagian terdakwa pelaku korupsi miliaran rupiah
akhirnya malah divonis bebas. Cara penanganan kasus-kasus korupsi
semacam itu tentu sangat menyakitkan hati rakyat. Itu berbeda dengan
kasus korupsi yang ditangani KPK yang tidak sedikit berakhir di balik
jeruji tahanan.

Meminjam istilah Mar'ie Muhammad (2005), korupsi itu selalu /abuse of
power/. Semakin tinggi kualitas dari /good governance,/ maka semakin
rendah korupsi. Sebaliknya, semakin rendah kualitas /good governance/,
korupsinya akan semakin tinggi. Perihal latar belakang diperlukannya
membangun masyarakat transparansi terkait hal-hal fundamental dalam
etika kekuasaan. Kalau sudah mencapai kekuasan, meskipun mencapai
kekuasaan itu dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum dan konsensus di
masyarakat, masih timbul pertanyaan: bagaimana kekuasaan itu digunakan.
Apakah telah digunakan betul-betul untuk kepentingan publik atau
masyarakat yang diwakili.

Saatnya KPK tidak hanya tebar pesona di Jakarta dengan gebrakan-gebrakan
yang spektakuler, sementara kasus-kasus korupsi di daerah semakin
terbengkalai. Untuk menguatkan upaya preventif itu, media massa perlu
terus aktif memantau korupsi di daerah. Alasannya, publikasi korupsi di
media jelas menjadi kontrol sosial dan /warning/ bagi penegak keadilan
di daerah. (*)

/*)./*/Joko Susanto/*, /alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=77013
Share this article :

0 komentar: