Pemberitaan Hukum yang Mengacaukan
Kita sering dikejutkan oleh menyeruaknya kontroversi tentang pemberitaan
masalah hukum yang disebabkan kekeliruan pemberitaan dan manuver politik.
Yang terbaru adalah “kontroversi panas”tentang putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) yang membatalkan penerapan Pasal 205 UU No 10 Tahun 2008
tentang Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kontroversi langsung
memanas begitu putusan MK itu diberitakan di media massa. Banyak yang
mendukung, tak sedikit pula yang mempersoalkannya.Anggota KPU Andi
Nurpatti langsung bereaksi mengatakan MK melampaui wewenang karena telah
membatalkan peraturan yang bersifat sistem.
Idem ditto, pengacara Partai Golkar Victor Nadapdap mengatakan MK telah
menguji materi peraturan di bawah UU yang menurut konstitusi bukan
wewenangnya. Hal yang sama disuarakan oleh anggota DPR Ferry Mursyidan
Baldan dan Yasona Laoly, mantan anggota Pansus Rancangan UU Pemilu di DPR.
Salah Istilah
Salah satu penyebab timbulnya kontroversi adalah kekacauan penggunaan
istilah dalam pemberitaan, terutama penggunaan istilah peraturan dan
keputusan. Karena tak paham perbedaannya banyak yang memberitakan, dalam
putusannya MK telah membatalkan Peraturan KPU No 15 Tahun 2009 yang
memberlakukan perhitungan tahap III dengan hanya menghitung sisa suara
ke tingkat provinsi dari daerah pemilihan yang kursinya belum terbagi
habis.
Istilah membatalkan peraturan itulah yang salah dalam pemberitaan. Yang
benar dan eksplisit dalam amar putusan, MK membatalkan Keputusan KPU No
255 dan No 286, bukan Peraturan KPU. Di dalam vonis MK (butir 3.24)
jelas dinyatakan, MK tidak menguji Peraturan KPU No 15 Tahun 2009,sebab
pengujian yudisial untuk peraturan perundang-undangan di bawah UU
bukanlah wewenang MK, melainkan wewenang MA.
Adapun di dalam amar putusan dinyatakan bahwa MK membatalkan Keputusan
KPU No 255 dan No 286. MK tahu betul bahwa dirinya tidak boleh
membatalkan peraturan (regeling) di bawah UU dan itu telah dinyatakan
secara hati-hati dan tegas di dalam putusan MK.Dalam kasus sengketa
hasil pemilu,
MK hanya membatalkan keputusan( beschikking) Dari sudut ini tampak jelas
bahwa kontroversi panas itu timbul karena kesalahan media massa menyebut
nomenklatur atau istilahistilah dalam hukum yang kemudian ditanggapi
oleh mereka yang tak tahu perbedaan arti istilah-istilah tersebut atau
tidak sadar bahwa istilah yang dipergunakan dalam berita media massa
adalah salah.
Ketika bertemu anggota KPU Andi Nurpatti saya menjelaskan bahwa MK tak
pernah membatalkan peraturanKPU, melainkan hanya membatalkan
keputusanKPU. Andi Nurpatti agak kaget karena, katanya, ketika
menanggapi vonis itu dirinya mendengar dari wartawan bahwa MK
membatalkan sistem penetapan kursi yang diatur dalam peraturan KPU.
Kalau yang dibatalkan itu keputusan, Andi Nurpatti memahami putusan
tersebut. Dalam banyak kasus sering kontroversi timbul karena
pemberitaan tentang hukum yang pengertian istilah-istilahnya
dicampuraduk atau dikacaukan oleh pembuat berita.
Kita sering membaca berita bahwa sebuah gugatan “tidak diterima” tetapi
diberitakan “ditolak”atau “diterima” tetapi diberitakan menjadi
“dikabulkan” padahal arti istilah-istilah tersebut secara hukum berbeda.
Ada juga yang menyamakan istilah “menyatakan batal” dan “membatalkan”
padahal keduanya berbeda, yang satu berlaku surut (ex tunc),sedangkan
yang satunya berlaku prospektif (ex nunc). Putusan yang bersifat ex nunc
hanya bisa berlaku surut kalau menyebutkan bagian yang dibatalkan secara
spesifik.
Manuver Politisi
Selain karena kesalahan pemberitaan dalam penggunaan nomenklatur hukum,
“kontroversi panas”tentang pemberitaan masalah hukum sering pula
disebabkan oleh manuver politisi karena kepentingan politiknya. Ada juga
pengacara yang berbicara keras bukan berdasar logika hukum, tetapi
karena kepentingan politik kliennya.
Di antara politisi yang berasal dari wadah atau lembaga yang sama,
misalnya sama-sama dari DPR, sering terjadi pertentangan pendapat secara
tajam,tergantung dari tempat pijak atau kepentingan politiknya. Dalam
kasus vonis MK di atas misalnya, lihatlah pendapatAndi Yuliani Paris dan
Patrialis Akbar yang ternyata sangat bertentangan dengan pendapat Ferry
Mursyidan Balda dan Yasona Laoly; padahal semuanya bekas anggota Pansus
UU Pemilu.
Ada yang menanggapi putusan MK dengan panas sambil mengklaim bahwa
dirinya adalah mantan anggota Panitia Ad Hoc (PAH) MPR yang melakukan
amendemen UUD 1945 sehingga harus dianggap paling tahu tentang posisi
konstitusional MK.Harus diingat bahwa tiga orang yang sekarang menjadi
hakim-hakim MK juga ikut dalam proses amendemen UUD 1945 oleh MPR
periode 1999–2004 tersebut.
Saat itu Harjono adalah anggota PAH I MPR, Akil Mochtar adalah anggota
MPR, dan saya sendiri adalah anggota Tim Ahli MPR untuk amendemen UUD
1945. Jadi kalau urusan amendemen UUD 1945 beberapa hakim MK juga tahu
sejarahnya. Dari dua masalah (nomenklatur dan manuver politik) dalam
pemberitaan hukum yang sering mengacaukan itu,yang tampaknya lebih mudah
diperbaiki adalah masalah yang pertama.
Kesalahan penggunaan istilah hukum dalam pemberitaan, masalahnya tinggal
pemberian pelatihan (training) singkat kepada para wartawan hukum di
institusi pers masing-masing agar mereka mengerti betul arti
istilah-istilah dan menggunakannya dalam bahasa pers yang populer.
Adapun untuk problem yang kedua, yakni tentang manuver politisi dan
pengacara,akan sangat sulit diperbaiki.
Sebab politisi dan pengacara itu kerap dipaksa oleh situasi untuk
berbicara berdasar kepentingan politik atau kepentingan klien sehingga
harus berpura- pura tidak tahu atas apa yang sebenarnya sudah diketahui
dengan tepat.Saya mantan politisi karenanya saya tahu pasti tentang itu.
Jadi dalam soal manuver politisi dan pengacara ini, biarkan saja
masyarakat yang menilai,memuji, menertawai, atau mengejeknya.(*)
Moh Mahfud MD
Guru Besar Hukum Tata Negara,
Pengajar di Beberapa Universitas
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/247063/
Pemberitaan Hukum yang Mengacaukan
Written By gusdurian on Senin, 15 Juni 2009 | 14.17
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar