BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Menjaga Stabilitas Rupiah

Menjaga Stabilitas Rupiah

Written By gusdurian on Kamis, 25 Juni 2009 | 12.22

Menjaga Stabilitas Rupiah
Oleh: Agus Suman

*BANTALAN* empuk sebagai mimpi indah ekonomi kita tampaknya dihadirkan
lewat cukup tangguhnya nilai tukar rupiah, setidaknya hingga semester
awal tahun ini. Saat ini rupiah cukup kukuh pada kisaran Rp 10.000 per
dolar AS.

Dalam asumsi RAPBN 2010 yang telah ditetapkan oleh pemerintah, nilai
tukar per dolar AS dipatok pada kisaran Rp 9.500-Rp 10.500. Menjaga
posisi rupiah saat ini tentu dapat menjadi harapan cerahnya kondisi
ekonomi ke depan.

Tetapi, tentu itu bukan pekerjaan yang mudah dan sederhana.
Faktor-faktor yang menguatkan otot rupiah sangat jamak. Bahkan,
suksesnya pemilu legislatif kemarin dianggap sebagai salah satu bumbu
yang cukup dominan.

Maka, berdasar fakta itu, kecemasan terhadap nilai tukar rupiah masih
cukup beralasan untuk diterbitkan. Mengingat, awal bulan depan pemilihan
eksekutif dihelat.

Memang, kita tidak boleh lengah. Bahkan, pencapaian pertumbuhan ekonomi
kita pada kuartal pertama 2009, yang mampu melampaui negara-negara
sekawasan yang terjungkal dalam pertumbuhan negatif, rasanya cukup
riskan untuk dijadikan jaminan. Karena itu, kewaspadaan pantang
dikendurkan.

Tentu saja bara optimisme terhadap keadaan ekonomi yang lebih baik tidak
boleh padam. Contohnya kondisi rupiah pada kuartal ketiga 2008 yang
tenggelam pada level Rp 12.000 per dolar AS. Hal tersebut cukup
mencemaskan.

Ternyata, kita juga mampu menjinakkan gejolak rupiah, bahkan mampu
menghadirkan pertumbuhan 6 persen. Juga, inflasi Indonesia relatif lebih
baik karena hanya melonjak dua kali lipat jika dibandingkan dengan 2007.
Sementara itu, inflasi negara-negara lain umumnya melonjak 3-4 kali dari
tahun sebelumnya.

Selain itu, penurunan nilai rupiah relatif paling kecil bila
disandingkan dengan mata uang negara-negara lain. Nilai mata uang negara
lain tergerus hingga 23 persen, seperti won Korea. Sedangkan nilai
rupiah menyusut hanya 11,96 persen.

*Potret Kerentanan*

Hukum permintaan dan persediaan turut mewarnai kondisi rupiah saat ini.
Artinya, kebutuhan dolar sebagai alat transaksi internasional masih
lebih kecil bila dibandingkan dengan mengalirnya mata uang internasional
itu ke dalam negeri. Selisih itulah yang kerap disebut sebagai cadangan
devisa.

Dolar sering dipakai para importer dan menjadi alat pembayaran utang
luar negeri. Sedangkan eksporter dan investor adalah pihak yang mampu
menghasilkan dolar untuk dibenamkan di dalam negeri.

Saat ini pesona gelanggang perdagangan kita cukup berkilau. Hal tersebut
tampak dari investasi asing yang membanjiri. Selama Mei 2009 saja,
investasi yang masuk mencapai Rp 123 triliun.

Itulah yang menjadikan devisa kita saat ini sangat tambun, mencapai 58
miliar dolar AS. Tetapi, ada yang harus kita ingat, pada awal semester
II/2008 devisa kita juga cukup gemuk. Tetapi, liarnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS mampu mengikis cukup tajam devisa kita. Jika pada Juli
2008 pundi devisa kita masih menjulang dengan 57 miliar dolar AS, enam
minggu berikutnya menyusut tinggal 51 miliar dolar AS.

Saat itu devisa tidak saja digerogoti untuk menjinakkan nilai tukar
rupiah, tetapi juga menutupi tekornya neraca perdagangan kita. Pada Juli
2008 impor kita mencapai 12,82 miliar dolar AS, sedangkan ekspor cuma
12,55 miliar dolar AS. Akibatnya, terjadi defisit perdagangan hampir 300
juta dolar AS.

Bila melihat kondisi saat ini, ketika ekspor kita masih mencemaskan
karena suasana ekonomi negara-negara yang menjadi pasar utama, seperti
Jepang (19,79 persen), AS (14,02 persen), dan Singapura (9,50 persen),
belum pulih, tentu peran mereka sebagai keran devisa mampet.

Karena itu, menjaga hawa politik dan kondisi sosial, yang kesemuanya
bermuara pada iklim ekonomi yang sejuk, mutlak dihadirkan. Sebab, memang
itulah salah satu hal yang mampu mengusir kecemasan akan lunglainya
kondisi rupiah.

Pendek kata, ketidakpastian masih menghadang di depan mata. Indonesia
masih harus bersiap-siap dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi yang
mungkin bisa lebih berat.

Bertenggernya rupiah pada level saat ini dapat menjadi jimat untuk
menghadapi permasalahan ekonomi ke depan. Kita tidak ingin temperatur
politik yang mendidih karena babak pemilihan pemangku negara sekarang
menjadi toksin bagi kondisi rupiah. Sebab, jika hal tersebut terjadi,
pencapaian dan kerja keras tahun-tahun kemarin hanya tumbal di atas
altar politik. *(*)*

/*). / * /Agus Suman/ * /, guru besar ekonomi dan ketua LP3 Universitas
Brawijaya, Malang/

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
Share this article :

0 komentar: