Menilik Program Buruh Capres
Oleh Achmad Deni Daruri President Director Center for Banking Crisis
U TANG Luar negeri dan BLT (bantuan langsung tunai) merupakan paket
mematikan bagi buruh yang bersifat vicious circle yang terjebak pada li-
beralisme. Strauss mengatakan, ”Liberalism its modern form contained
within it an intrinsic tendency towards extreme relativism, which in
turn led to two types of nihilism”. Tanpa utang luar negeri tak mungkin
program BLT dapat dijalankan karena perekonomian semakin rapuh daya
saingnya, sebab ”tried to destroy all traditions, history, ethics, and
moral standards and replace them by force under which nature and mankind
are subjugated and conquered” (Strauss). Berjalannya BLT dengan dukungan
utang luar negeri ini merupakan bukti bahwa SBY juga telah terperangkap
oleh apa yang dikatakan Strauss sebagai ”the gentle” nihilism expressed
in Western liberal democracies – was a kind of value-free aimlessness
and a hedonistic “permissive egalitarianism”. Produktivitas dan
kesejahteraan para buruh justru tidak akan meningkat, namun tanggungan
utang luar negeri rakyat terus meningkat. Artinya utang luar negeri
berpotensi tak terbayarkan tanpa liberalisasi perekonomian. Subsidi
untuk rakyat dihapus dan tarif impor dilibas supaya rakyat terperangkap
konsumerisme. TNI dinihilkan dengan pemangkasan anggaran oleh penganut
neoliberalisme seperti Sri Mulyani dan Boediono
Sementara itu, Megawati justru ingin mengakumulasikan dana investasi
dari trade balance yang mengabaikan current account dan balance of
payment balance. Artinya cadangan devisa sebesar US$300 miliar yang
diharapkan Megawati hanyalah ilusi untuk menopang program
outsourcing-nya yang mengabaikan backward bending curve dari suplai
buruh domestik. Di pihak lain, JK dalam pertemuannya di depan Dita Sari
dan para buruh mengatakan akan membangun perumahan para buruh di sekitar
lokasi usaha
(pabrik) tempat mereka bekerja. Program buruh dari JK ini dalam rangka
memobilisasi tabungan domestik melalui kesejahteraan buruh untuk
menopang produktivitas usaha merupakan bentuk nyata dari program
kemandirian bangsa Indonesia. Secara teori, JK telah menyatukan marginal
rate of transformation dan marginal rate of substitution dari capital
(mengikuti KeynesRamsey Rule) dan menyadari terjadinya backward bending
supply curve dari pekerja (termasuk juga forward bending demand curve
dari pekerja). Pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang andal sangat
ditentukan kemampuan visioner sang pemimpin yang mampu menyatukan
kelompok pengusaha, buruh dan pemerintah dalam kesatuan program yang
sama. Sofyan Wanandi (pengusaha) dan Dita Sari (buruh) ternyata berada
pada keyakinan yang sama bahwa hanya Jusuf Kalla yang mampu membuat
sinergi tersebut. Kemampuan JK dalam program perdamaian di Aceh, Poso,
dan Ambon sudah terbukti yang menurut Fukuyama adalah bentuk dari
kemampuan mengelola social trust. Hanya dengan kerja sama (trust) antara
pengusaha, buruh dan pemerintah maka program buruh yang ideal dapat tercipta
Program buruh yang ideal harus mampu meningkatkan marjinal produk dari
buruh serta marginal produktivitas tersebut harus sesuai dengan upah
yang diterima pekerja tersebut
Paham neoliberalisme menganggap bahwa upah keseimbangan buruh pada pasar
yang bersifat persaingan sempurna akan selalu berada di bawah upah
minimum yang ditentukan pemerintah
Karena itulah kaum neoliberal selalu menganggap upah minimum regional
akan menyebabkan tambahan pengangguran di dalam perekonomian
Pendekatan ini sangat keliru karena paham neoliberalisme mengasumsikan
pasar tenaga kerja berdasarkan pasar Neoklasik yaitu terjadinya law of
diminshing return dari kapital. Padahal fakta empiris termasuk
terjadinya perdagangan intra industri justru akibat tidak berlakunya
asumsi tersebut. Belum lagi neoklasik selalu
mengasumsikan kurva permintaan dan penawaran pekerja selalu bersifat
linear. Jika kurva permintaan pekerja tidak bersifat linear maka
peningkatan upah minimum regional justru memungkinkan penurunan pengangguran
Langkah JK yang berupaya untuk memberikan fasilitas kemudahan
transportasi dan perumahan bagi buruh merupakan langkah strategis yang
bukan hanya mampu meningkatkan marginal produktivitas dari pekerja
tetapi juga peningkatan produktivitas kapital dalam proses produksi
sehingga keluar dari perangkap salah kelola mobilisasi tabungan
masyarakat (buruh) yang bersifat vicious circle menuju virtuous circle.
Langkah ini akan meningkatkan upah riil buruh tanpa menyebabkan
pengangguran seperti yang selalu didalihkan oleh kaum Neoliberal. Dengan
membangunan rumah disekitar tempat produksi ma ka tabungan para pekerja
akan meningkat akibat biaya transportasi yang menurun dan juga biaya
perumahan yang lebih murah. Pembangunan perumahan di sekitar pabrik akan
mampu membuat biaya pembuatan rumah menjadi lebih murah karena
terjadinya economies of scale di mana rumah dibangun dalam jumlah massal
dengan standar yang sama
Dari sisi kesehatan juga akan lebih baik karena sarana air bersih dan
sarana mandi, cuci dan kakus akan lebih terkelola. Dengan green
teknologi maka kakus mampu berpotensi sebagai sumber energi bio gas yang
mampu bukan hanya mencegah global warming tetapi juga sumber listrik
yang murah. Dengan dibangunnya secara terpadu perumahan buruh di sekitar
pabrik maka economies of scale terjadi secara serentak bukan hanya pada
harga rumah yang murah tetapi juga biaya kesehatan, biaya energi dan
biaya makan bagi para pekerja tersebut
Selama ini 80% Rusunawi masih dibangun di sekitar perguruan tinggi.
Income elasticity of demand dari buruh akan rumah juga akan meningkat
Inilah arti kemandirian yang sesungguhnya
Virtuous Circle mobilisasi tabung an rakyat yang sehat telah tercipta.
Pada tahap ini utang luar negeri sudah tidak diperlukan
Seiring dengan pendapat Myers bahwa “equity is a less preferred means to
raise capital because...
As a result, investors will place a lower value to the new equity
issuance,” maka efek welfare yang ditimbulkannya akan sangat dahsyat
karena saving investment gap akan teratasi seiring dengan biaya modal
menjadi sangat murah. Selanjutnya, puskesmas dan sekolah negeri
difokuskan untuk segera dibangun dengan biaya APBN bagi perumahan buruh
tersebut. Program BLT seyogianya dihapus agar alokasi dana yang terbatas
dapat ditujuan bagi kesejahteraan buruh dalam rangka meningkatkan daya
saing sektor industri di Indonesia. Becker (1960) sudah membuktikan
bahwa anak-anak adalah barang normal. Artinya, semakin baik pendapatan
dari orang tua maka permintaan akan anak juga akan semakin meningkat.
Tanpa perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak di
perumahan sekitar pabrik, anak-anak tersebut akan berpotensi mengalami
salah kelola dan terperangkap “irreversible loss of opportunity”.
Saatnya subsidi kesehatan, pendidikan dan perumahan bagi buruh ditingkatkan
Selama ini perekonomian Indonesia mengalami nasib yang naas di mana
buruh hanya menjadi objek penderita dan juga sektor industri terus
kehilangan daya saingnya dengan pertumbuhan per tahun yang kian melemah.
Padahal Marx dengan Labour Theory of Value-nya mengatakan bahwa hak
buruh adalah surplus value! Deng Xioping dalam tur ke selatannya
mengatakan bahwa sistem ekonomi harus tidak menentangkan antara profi t
dan surplus value dari buruh. Sebagaimana yang dikemukakan Ceridian:
”Human capital is just one of an organisation’s intangible assets. It is
basically all of the competencies and commitment of the people within an
organisation i.e. their skills, experience, potential and capacity.”
Program seperti BLT merusak human capital buruh dan ironisnya berasal
dari utang luar negeri!
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/06/19/ArticleHtmls/19_06_2009_028_003.shtml?Mode=0
Written By gusdurian on Jumat, 19 Juni 2009 | 08.41
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar