BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Green Constitution

Green Constitution

Written By gusdurian on Minggu, 10 Mei 2009 | 14.27

Pada 2 Mei 2009 lalu saya diundang pada peluncuran buku terbaru Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH yang berjudul seperti judul tulisan ini.


Kreatif juga teman satu ini, pikir saya.Puluhan buku Prof Jimly telah diterbitkan, umumnya menyangkut konstitusi dan seputar negara dan penyelenggaraan negara. Kali ini juga masih menyangkut konstitusi, ya semacam undang-undang dasar yang bernuansa kelestarian alam. Itulah yang membuat saya juga tertarik untuk hadir. Sama sekali tak berkaitan dengan Al Gore, mantan Wakil Presiden AS yang kini bergiat di lingkungan hidup. Apalagi harus mengait-aitkan Prof Jimly dengan cawapres.

Semangat buku ini adalah agar negeri ini lebih memperhatikan lingkungan hidup, pelestarian alam, atau negeri yang hijau. Bahkan mengangkatnya di dalam dasar bernegara. Beberapa negara memang telah melakukan langkah semacam ini. Di buku ini juga diceritakan. Mulai dari Konstitusi Hijau Portugal pada 1976, Konstitusi Hijau Spanyol pada 1978, Konstitusi Hijau Polandia pada 1997,juga Prancis yang mengubah konstitusinya pada 2006, serta memasukkan hak-hak dasar manusia untuk dapat hidup di lingkungan yang lestari.

Yang lebih revolusioner lagi adalah Ekuador melalui undangundang dasar terbaru pada 2008. Itu bukan sekadar hak manusia untuk menikmati alam yang lestari, melainkan lingkungan hidup itu sendiri memiliki haknya sendiri. Istilahnya, hak alam sebagai subjek dalam kehidupan manusia. Semangat yang ingin disajikan buku ini pun menjadi bahan diskusi yang cukup menarik.

Lebih lebih, munculnya tiga panelis yang memiliki kualifikasi atas topik ini yakni Prof Emil Salim, Dr Sonny Keraf, aktivis partai yang gagal kembali ke Senayan, dan Mas Achmad Santosa,dari ICEL.Moderatornya Nazwa Shihab. Diskusi pun tidak hanya di seputar undang-undang dasar alias konstitusi, tapi juga di seputar pelaksanaan kita berbangsa dan bernegara. Dengan tekun saya menyimak. Muncul banyak gagasan. Terutama di dalam perilaku kita membangun bangsa, khususnya kurangnya perhatian terhadap lingkungan hidup.

Orientasi pemerintah pun masih selalu di bidang ekonomi,belum sampai pada urusan lingkungan hidup! ucap seorang pembicara. Buktinya banyak pemerintahan yang justru tidak memedulikan lembaga yang mengurusi lingkungan hidup.Mestinya tidak sekadar menteri negara, tapi harus sampai tingkat departemen. Para politisi pun tidak peduli dan undang-undangnya tidak mendukung, jawab yang lain. Dari penulis buku pun datang gagasan agar dibentuk komisi khusus untuk mengawasi pelaksanaan lingkungan hidup. Kalau bisa, seperti KPK yang siap menyelidiki, menyidik, dan menuntut pelaksanaan hukum di bidang lingkungan hidup.

Pokoknya banyak retorika yang dikembangkan,tapi yang terkesan bagi saya tetap yang disampaikan Pak Emil Salim walau dengan suara yang kian lemah. Bagaimanapun semua pihak harus ikut menyuarakan dan melaksanakan pelestarian lingkungan hidup ini! katanya. Ingin juga saya menanggapi, tapi tidak jadi. Sesungguhnya sebagaimana yang berkembang di dalam diskusi itu, melalui konstitusi yang kita memiliki pun sudah cukup kalau semua potensi yang dimiliki dapat digerakkan untuk selalu menyadari dan selanjutnya menjaga lingkungan hidup.

Pasal 28 h ditambah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebenarnya sudah cukup menjadi dasar.Tinggal bagaimana mengembangkannya di dalam kehidupan agar faktor lingkungan hidup menjadi milik dan tanggung jawab semua pihak. Setingkat menteri negara pun sesungguhnya akan cukup memadai asal kementerian ini bisa memfungsikan semua komponen yang dimiliki sesuai fungsinya. Saya pernah bekerja di sebuah kantor menteri negara. Sebagaimana sifat birokrasi pemerintahan, mereka pun akhirnya terpusat pada hal-hal kecil.

Yang dipersoalkan hanya anggaran yang kecil.Mereka menuntut kewenangan yang lebih luas. Kini pun banyak kantor menteri negara yang masih berperilaku begitu, padahal merekalah yang semestinya menyosialisasikan pentingnya mempertimbangkan lingkungan dalam kehidupan bernegara. Mereka pula mengoordinasikan semua potensi negara untuk pembangunan yang memiliki aspek lingkungan.Yang saya maksud dengan semua adalah lembaga- lembaga negara (termasuk DPR,DPD,MA,MK,bahkan BPK), lembaga-lembaga pemerintah (termasuk pemerintah daerah), bahkan masyarakat secara keseluruhan.

Biarkan masing-masing melaksanakan fungsinya dengan senantiasa mempertimbangkan aspek lingkungan hidup. Apa bisa? Kenapa tidak? Mungkin banyak pihak yang merasa BPK tak memiliki kaitan dengan lingkungan hidup. Padahal sudah cukup banyak pemeriksaan keuangan negara yang kami lakukan yang terkait pembangunan atau rusaknya lingkungan hidup di negeri ini. Lihat misalnya pemeriksaan (audit) tentang kebakaran hutan, flu burung,lumpur Lapindo,banjir di Jember, dan rusaknya DAS Bengawan Solo.

Termasuk langkahlangkah kecil dengan menanami pohon-pohon di sekitar Kantor BPK,bahkan di pinggir jalan. Sayangnya langkah semacam ini memang masih harus dikembangkan. Bukan hanya kuantitasnya, melainkan juga kualitasnya. Juga peningkatan akan tindak lanjutnya. Dari beberapa pemeriksaan yang kami lakukan, tampak betapa pemerintah yang terkait di bidang ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Bahkan pemerintah melakukan langkah yang justru merusak lingkungan.Aturan yang disusun dalam bidang ini pun tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika masing-masing lembaga yang ada dikembangkan dan selanjutnya dikoordinasikan, mestinya akan menjadi terintegrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tinggal kita merumuskan apa yang harus dilakukan DPR, DPD,masing-masing departemen, Mahkamah Agung, pemerintah daerah, dan semua unsur di dalam negara,termasuk rakyat sendiri.

Agaknya kita tak perlu membuat komisi khusus yang hanya akan meningkatkan pengeluaran negara, apalagi hanya menuntut dan menuntut terus. Bukankah kita sudah memiliki menteri negara juga lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Saatnya untuk bekerja sesuai bidangnya masingmasing, termasuk mempertimbangkan aspek lingkungan hidup yang menjadi hajat hidup bersama. Itu saja.(*)

Baharuddin Aritonang
Anggota BPK


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/236938/
Share this article :

0 komentar: