Dana Kampanye
Audit Bolong Kantong Politikus
Laporan dana kampanye partai selesai ditelisik pekan ini. Bersiaplah
untuk kecewa.
KANTOR Akuntan Publik Chatim, Atjeng, Yusuf, dan Rekan di lantai dua
Gedung Pulomas Satu, di Jalan Ahmad Yani, Jakarta, bak kapal pecah.
Kardus cokelat berisi tumpukan dokumen teronggok di sana-sini. Gunungan
kertas memenuhi semua meja. Belasan akuntan, laki-laki dan perempuan,
hilir-mudik memeriksa laporan. Sebagian sibuk di depan komputer, yang
lain memberikan instruksi lewat telepon. ”Kami bekerja habis-habisan,”
kata Chatim Baidaie, pemimpin kantor akuntan publik itu, Jumat pekan lalu.
Pekan ini Chatim dan puluhan akuntan publik lain di seluruh Indonesia
harus menyelesaikan audit atas laporan dana kampanye semua partai
politik peserta pemilu dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Chatim
sendiri bertanggung jawab atas audit laporan dana kampanye Partai Golkar
dan tiga partai lain yang tidak lolos parliamentary threshold. Selain
itu, kantor yang dipimpinnya juga bertugas memeriksa laporan keuangan 50
calon anggota Dewan Perwakilan Daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Yogyakarta. Tak mengherankan bila mereka bekerja ekstrakeras. ”Kalau
terlambat, kami bisa didenda,” katanya.
Hasil audit Chatim dan akuntan lainnya bisa mengubah nasib partai
politik peserta pemilihan umum. Jika ditemukan ada sumbangan dana
kampanye dari sumber ilegal, pengurus partai akan masuk bui. Hukuman
maksimalnya sampai tiga tahun penjara. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Legislatif tegas melarang peserta pemilu menerima
dana dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya,
pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara, dan pemerintah desa.
Tak hanya itu. Jika auditor menemukan ada dana kampanye yang digunakan
untuk membeli suara, ancaman hukumannya tak kalah seram. Si pelaku
politik uang terancam dikurung dua tahun dan kehilangan haknya sebagai
peserta pemilihan umum. Bahkan, sekadar terlambat mengirim laporan pun
diancam sanksi. Komisi Pemilihan Umum bisa membatalkan kemenangan calon
anggota parlemen dari partai yang tidak melapor sesuai jadwal.
Di atas kertas, semua aturan itu tampak bergigi. Banyak orang lalu
berharap hasil audit akan mengungkap hitam-putih fulus partai politik
dan peserta pemilu lainnya. Tapi bagaimana pelaksanaannya?
”Siap-siap saja kecewa,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu, Bambang Eka
Cahya Widodo. Menurut dia, pagi-pagi proses audit ini sudah dirundung
kisruh. Bambang menunjuk tiga biang keladi: batasan audit yang terlampau
sempit, terlambatnya penerbitan aturan teknis, dan tidak adanya kontrol
publik.
Undang-Undang Pemilu Legislatif memang membatasi audit hanya pada
rekening khusus dana kampanye. ”Padahal, siapa yang bisa menjamin semua
dana kampanye masuk ke rekening itu?” kata Bambang. Selain itu, akuntan
publik juga hanya memeriksa pemasukan dan pengeluaran partai yang
dilaporkan kepada auditor. Artinya, jika ada sumbangan ilegal yang
langsung masuk ke kas partai atau rekening perorangan calon legislator,
pelanggaran itu bakal lolos.
Masalah berikutnya, soal aturan teknis yang terlambat turun. Komisi
Pemilihan Umum baru merilis Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pelaporan Dana Kampanye pada awal Februari lalu. Padahal laporan
peserta pemilu harus mencakup seluruh pemasukan dan pengeluaran sejak
kampanye dimulai pada pertengahan Juli tahun lalu. ”Akibatnya, banyak
laporan yang tidak lengkap dan tidak mengacu pada format laporan yang
diminta Komisi,” kata Bambang.
Yang paling parah adalah minimnya kontrol publik. Soal ini, Bambang tak
bisa menyembunyikan kegusarannya. Permintaan Badan Pengawas untuk
mendapatkan salinan laporan dana kampanye partai politik, sampai pekan
lalu, tak kunjung diluluskan Komisi Pemilu. ”Kami sudah mengirim surat
berkali-kali, tapi dibalas pun tidak,” katanya pekan lalu.
Tak hanya Badan Pengawas Pemilu, banyak organisasi nonpemerintah
pemantau pemilu bernasib sama. Indonesia Corruption Watch sampai pekan
lalu juga tidak mendapat akses untuk memperoleh laporan dana kampanye
partai. Padahal, sebagai lembaga antikorupsi, ICW berkepentingan
memastikan tidak ada dana hasil korupsi yang dicuci lewat partai.
Komisi Pemilihan Umum beralasan mereka tidak punya laporan itu. ”Partai
politik mengirim laporan itu langsung ke kantor akuntan publik,” kata
anggota Komisi, Andi Nurpati Baharuddin. Kantor akuntan publik sendiri
diikat kode etik auditor untuk tidak mempublikasikan data laporan
keuangan klien. Walhasil, publik tidak bisa ikut memeriksa kesahihan
data laporan dana kampanye partai.
Simpang-siur soal proses audit dana kampanye partai ini tecermin jelas
dalam acara yang digelar Institut Akuntan Publik Indonesia, Jumat dua
pekan lalu. Dalam acara bertajuk Dialog Audit Dana Kampanye Pemilu 2009
yang diadakan di Gedung Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Surabaya itu, puluhan akuntan publik yang hadir tak putus-putus
mengacungkan tangan, mengajukan pertanyaan.
”Banyak peserta dialog yang kebingungan,” kata Tarkosunaryo, Sekretaris
Institut Akuntan Publik Indonesia, saat ditemui pekan lalu. Tarko hadir
di Surabaya sebagai pembicara tunggal dalam dialog itu. Menurut dia, ada
dua masalah yang ketika itu bolak balik ditanyakan.
Soal pertama, lagi-lagi seputar format laporan dana kampanye yang tidak
seragam. ”Banyak partai mengaku tidak tahu ada pedoman pelaporan dari
Komisi Pemilu,” kata Tarko. Sedangkan soal kedua, lebih gawat lagi:
banyak kantor akuntan publik yang belum menerima kontrak kerja sama dari
KPU setempat. ”Padahal mereka sudah mulai bekerja melakukan audit,” kata
Tarko.
*l l l*
AKHIR April lalu, Komisi sempat mengumumkan total dana kampanye yang
dilaporkan partai politik. Partai Gerakan Indonesia Raya ada di urutan
teratas dengan total penerimaan dana Rp 308,8 miliar, disusul Partai
Demokrat dengan jumlah pemasukan Rp 234, 8 miliar. Partai Golkar ada di
peringkat ketiga dengan total sumbangan yang diterima Rp 145,5 miliar.
Malkan Amin, Wakil Sekjen Partai Golkar, mengaku dana kampanye partainya
lebih banyak berasal dari kader Beringin sendiri. Dia membenarkan
sumbangan dana yang berasal dari luar partai biasanya dibarengi titipan
tertentu. ”Donatur besar biasanya minta imbalan berupa kebijakan,” katanya.
Karena itu, kata Malkan, Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla selalu
wanti-wanti agar tim sukses partai tidak menjanjikan sesuatu yang tak
mungkin diberikan Golkar. ”Kami sangat berhati-hati menerima bantuan,
karena bisa merusak posisi kami sendiri di kemudian hari,” katanya.
Ketua Partai Demokrat Max Sopacua membenarkan. Menurut Max, dana
kampanye partai sekarang lebih banyak berasal dari anggota partai dan
calon legislator partai. ”Para calon yang lebih banyak mengeluarkan dana
dari tabungan masing-masing,” katanya.
Kebenaran pengakuan dua petinggi partai ini harus diuji. Alat uji yang
ideal adalah audit investigatif atas laporan dana kampanye partai
mereka. Namun, lagi-lagi soal itu terbentur ketiadaan aturan yang tegas.
”Sejak awal, audit ini memang tidak didesain menjadi indikator
akuntabilitas dan transparansi partai politik,” kata Bambang Eka.
*Wahyu Dhyatmika, Ismi Wahid
*
*http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/05/18/NAS/mbm.20090518.NAS130353.id.html
*
Audit Bolong Kantong Politikus
Written By gusdurian on Selasa, 19 Mei 2009 | 12.14
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar