BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Vox Pupuli yang Terlupakan

Vox Pupuli yang Terlupakan

Written By gusdurian on Rabu, 29 April 2009 | 11.21

Vox Pupuli yang Terlupakan


Setelah perhelatan akbar pemilu untuk memilih anggota DPR,DPD,dan DPRD,kini suara rakyat tampak “hilang”dari peredaran. Ibarat amblas ditelan bumi.


Hiruk-pikuk politik terlalu ramai oleh komunikasi politik para elite yang mirip dagelan. Sodok kanan, sikut kiri, silaturahmi politik terus berlanjut dengan agenda politik dan kepentingan sendiri-sendiri. Dari sekian banyak berita tentang koalisi politik itu,tak satu pun tercetus gagasan-gagasan cemerlang dari pihak-pihak yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Tak satu pun elite-elite partai politik memaparkan visi dan misinya dalam membangun pemerintahan yang kuat (minus baik dan bermanfaat). Untuk apa pemerintahan yang kuat—jika hanya mengamankan agenda politik partai,berbagibagi kekuasaan agar pemerintahan tidak digoyang ditengah jalan.

Pemerintahan yang kuat seperti apakah yang mereka kehendaki? Apakah pemerintahan yang hanya didukung oleh parlemen semata, agar kelak presiden terpilih didak dimakzulkan di tengah jalan? Ataukah yang hendak dicapai adalah pemerintahan yang kuat sebagai akibat pelangi koalisi.

Kenapa para elit partai tidak mencoba untuk mengagas pemerintahan yang memiliki manfaat bagi rakyat. Saya kira para politisi kita sudah keblinger karena idealnya pemerintahan yang kuat yang akan mereka bangun itu adalah pemerintahan yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan tentu mensejahterakan rakyat.

Dua hal itu nyaris tidak pernah terdengar dari pertemuan para elite yang “kemaruk” kekuasaan. Kita disuguhi fragmentasi politik, dinamika politik elite yang berubah dan dinamis,yang semrawut, tanpa kejelasan apa yang akan mereka ingin capai dan perjuangkan.

Pertanyaannya, lalu diletakkan di manakah kepentingan rakyat, yang memiliki suara dan kedaulatan dalam politik? Tampaknya, dari agenda politik setelah pemilu yang diselenggarakan 9 April 2009, kepentingan rakyat ditaruh dalam laci—masih terkunci rapat dan entah kapan akan dibuka.

Koalisi Miskin Konsep dan Gagasan

Setiap pemerintahan yang dibangun, menurut hemat penulis, haruslah memiliki visi agar kehadirannya bermanfaat bagi rakyat yang memilihnya.Pertanyaan kita, apa yang akan ditawarkan dan diberikan oleh para pemimpin tersebut untuk rakyat? Dengan mudah itu dapat dilihat dari visi dan misi apa yang akan dibawa.

Kita masih ingat, fenomena Obamania, begitu ketika namanya mencuat menjadi calon presiden AS, orang disentakkan dengan pikiran-pikirannya yang brilian untuk mengatasi krisis yang sedang melanda AS. Maka, baik Obama maupun MacCain berdebat tentang konsep ekonomi, pendekatan mengatasi krisis yang dialami dunia usaha, dan tentu kesejahteraan rakyat yang akan diberikannya.

Perdebatan itu langsung dapat didengar oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Tetapi hal itu tidak terjadi pada calon-calon presiden/wakil presiden kita saat ini.Karena itu,koalisi yang sedang digagas dan dibangun oleh partai politik dapat dikatakan sebagai koalisi yang miskin konsep dan gagasan.

Bahkan koalisi yang dibangun cenderung hanya sekadar bagi-bagi kekuasaan,bukan untuk mencari jalan keluar bagi harkat dan martabat bangsa. Kecenderungan ini tampak dari ke-aku-an masing-masing partai yang hendak mengusung calon presiden dan calon wakil presiden.

Partai-partai politik terjebak oleh kungkungan kepentingan politik yang sesaat,jangka pendek,dan kesan pragmatisme politik bahkan politik dagang sapi.Baju primordialisme kelompok masih lekat dan kuat, akibatnya logika-logika politik kelompok tidak dapat disingkirkan,sehingga arah dan kecenderungan koalisi hanya menjurus pada politik pragmatisme.

Menimbang Calon Independen (Alternatif)

Perilaku elite politik partai yang semakin hari menjauhkan diri dari kepentingan rakyat, cenderung mementingkan dan memaksakan kepentingannya sendiri agar dapat berkuasa, bukanlah perkembangan politik yang baik bagi demokrasi kita. Karena itu, ada baiknya menimbang kembali perlunya calon alternatif di luar partai-partai politik. Ada tiga alasan atas hal itu.

Pertama,partai-partaipolitikterlalu dihantui oleh proses pengaderan yang instan, yang serbacepat dan kurang tersedianya proses berjenjang. Tentu ini lambat laun dapat menimbulkan krisis kepemimpinan dalam tubuh partai,dan berdampak pada krisis kepemimpinan nasional. Kedua, partai-partai politik cenderung dipenuhi oleh kepentingan politik jalur keturunan.

Hampir setiap partai politik membawa jalur keluarga untuk menjadi pengurus jajaran partai,mulai dari anak,istri, menantu, dan keponakan bahwa adik ipar dan lain sebagainya.Kondisi ini tentu tidak kita harapkan,karena justru akan membawa bangsa ini kembali pada zaman tradisional.

Ketiga, nuansa kekuasaan yang sedang dirancang bangun lebih banyak didominasi oleh kepentingan elite,dan cenderung melupakan kepentingan rakyat yang memiliki kedaulatan. Berita di media massa cetakdantelevisisetelah9 April2009 terlalu didominasi oleh perspektif eliteuntukberkuasa,danmelupakan kepentingan bangsa dan rakyat yang seharusnya yang lebih diutamakan.

Ketiga alasan itu minimal dapat membuka ruang perdebatan ulang, patutkah calon independen dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dibuka kembali. Walaupun memang sebelumnya masalah ini sudah dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi,namun ada baiknya isu ini mengemuka.

Para elite itu setidaknya akan berusaha pula membuat program yang tak kalah menarik dari program- program para calon independen yang keukeuh ingin maju. Dengan itu, semoga bangsa ini tidak terjebak pada masalah yang sama, dan pertarungan keturunan figurfigur politik yang kini berseteru untuk kembali terulang pada periode lima tahun mendatang.(*)

Moch Nurhasim
Peneliti Pusat Penelitian Politik
LIPI Jakarta


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/233990/
Share this article :

0 komentar: