BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » "Rapat Rakyat", Pencarian Makna Kepemimpinan

"Rapat Rakyat", Pencarian Makna Kepemimpinan

Written By gusdurian on Senin, 20 April 2009 | 13.56

"Rapat Rakyat", Pencarian Makna Kepemimpinan


Ia dapat menjadi kepribadian yang kuat dan teguh dalam semua keadaan, tetapi, ia juga dapat menjadi perahu rusak yang dalam samudra kehidupan ini diombang-ambingkan gelombang berbagai macam kenafsuan...” (Driyarkara).

Ini adalah kisah di lain dunia. Rapat rakyat adalah ideologi sekaligus alat legitimasi kekuasaan kota Wijaya. Lewat rapat rakyat, segala hal baik itu soal pemimpin, undang-undang, dan segala urusan publik diputuskan dan dilaksanakan. Dalam rapat rakyat semua warga kota boleh urun pendapat dan mengemukakan gagasannya secara bebas tetapi bertanggung jawab.

Rapat rakyat adalah serpihan-serpihan pengalaman. Pengalaman itu kaya dan beraneka, terentang dari zaman ketika penguasa tunggal berkuasa sampai zaman ketika semua bebas bersuara. Serpihan-serpihan itulah yang diangkat dalam pentas Teater Driyarkara bertajuk ”Rapat Rakyat” yang digelar di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 18-19 April 2009.

Naskah karya K Andi Tarigan, SA Tama, dan Betha yang disutradarai Adi Kurdi itu dipentaskan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-40 Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta. Pementasan ini mengusung tema pencarian makna kepemimpinan dan kedaulatan rakyat.

Empat puluh tahun lalu STF Driyarkara didirikan atas prakarsa Prof Dr Nicolaus Drijarkara SJ. Drijarkara adalah seorang pelopor perkembangan filsafat di Indonesia. Ia pun pernah menjabat sebagai anggota MPRS dan DPA dalam kurun waktu 1962-1967.

Keberadaan STF Driyarkara di atas mimpinya itu dimaksudkan sebagai tempat pelajaran dan penelitian filsafat akademik. Selain itu, lembaga akademik ini bermaksud menyiapkan manusia-manusia pemikir bagi Indonesia yang inklusif lintas SARA. Semangat inilah yang mencitrakan STF Driyarkara sebagai sumber pemikiran yang bertanggung jawab, berorientasi pada harkat kemanusiaan yang universal.

Krisis kepemimpinan

Teater yang ditampilkan oleh para mahasiswa STF Driyarkara itu berkisah tentang kota Wijaya yang mengalami krisis kepemimpinan. Hakim agung pun mengusulkan untuk mengadakan rapat rakyat untuk mencari pemimpin baru. Rapat rakyat digelar dan di sana diputuskan mengadakan audisi para calon pemimpin rakyat.

Pemilu dilangsungkan, kampanye digelar. Para peserta dari berbagai kalangan mulai dari artis penyanyi dangdut, rastafarian, sesepuh kampung, hingga pengusaha berlomba merebut hati dewan juri. Tak dinyana, pilihan pemimpin rakyat kota Wijaya jatuh kepada Satriyo Piningit yang dijuluki Bang Sat (diperankan Bovan). Ia sosok yang eksentrik, mistik, karismatik, dan sok mencintai kebijaksanaan.

Masa kepemimpinan Satriyo Piningit diisi dengan kuliah-kuliah untuk mencerdaskan kehidupan kota walau pada praktiknya menjadi bentuk pembodohan kepada rakyat. Indoktrinasi dilancarkan secara halus dan kehidupan kota pun menjadi kacau. Perekonomian remuk karena rakyat sibuk belajar, berpikir, tetapi tidak bertindak dan tidak terampil berkarya.

Muncullah Bung Sukwoso, diperankan SA Tama, yang haus kekuasaan. Ia berusaha merebut kursi Satriyo Piningit dengan segala cara: menghasut dan mengadu domba rakyat.

Atas semua intrik-intrik dan gesekan-gesekan itu muncul pertanyaan di hati rakyat: apa itu kepemimpinan? Mungkinkah pribadi-pribadi yang egois dan haus kuasa dapat hidup bersama dan membentuk kota? Itulah yang kini tengah dialami Indonesia yang sedang mencari pemimpin baru.

Para mahasiswa STF Driyarkara mengajak kita berpikir secara jernih dalam menentukan pilihan. Semoga saja presiden yang terpilih nanti dapat membawa rakyatnya pada kehidupan yang lebih baik lagi.(ELOK DYAH MESSWATI)



http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/20/03404322/rapat.rakyat.pencarian.makna.kepemimpinan
Share this article :

0 komentar: