Ketua MK: Kalau Masif (Pemilu) Kami Suruh Ulang
TEMPO Interaktif, Jakarta: Pada Pemilihan Umum 2004, Mahkamah Konstitusi menangani sebanyak 479 permohonan sengketa penetapan hasil pemilihan. Pada Pemilu 2009 kali ini diperkirakan jumlahnya melonjak.
Mahkamah harus "tancap gas" menangani perkara pemilihan umum. Selesai atau tidak, permohonan harus diputus dalam 30 hari. "Kami akan sidang 12 jam setiap harinya," kata Mohammad Mahfud Md., Ketua Mahkamah Konstitusi. Kepada Sutarto dan Famega Syafira dari Tempo, awal pekan lalu.
Mahfud menjelaskan persiapan Mahkamah Konstitusi menghadapi "banjir" permohonan dan isu seputar pemilihan. Berikut ini petikannya.
Apa saja persiapan Mahkamah Konstitusi?
Pertama, menyiapkan hukum acaranya. Hukum acara pemeriksaan jarak jauh dan ketentuan hukum persidangan di Mahkamah Konstitusi. Kedua, personal. Sembilan hakim telah dibagi menjadi tiga majelis. Masing-masing majelis dibantu 10 panitera. Terakhir, fasilitas teknologi informasi. Kami memiliki 34 fasilitas video untuk video conference di 34 perguruan tinggi di Indonesia.
Berapa kira-kira jumlah permohonan sengketa pemilu yang akan ditangani?
Kami perkirakan ada 1.000 perkara. Asumsinya, tiap partai mendaftarkan 20 permohonan dan untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah ada dua permohonan tiap provinsi. Itu perkiraan dengan asumsi sengketa pada pemilu lalu. Bisa saja nanti di atas 1.000.
Dengan sembilan hakim dan waktu hanya 30 hari, bagaimana menangani itu?
Simpel. Seribu perkara itu dikelompokkan sesuai dengan partainya. Jadi gugatannya dikelompokkan menjadi satu partai. Sederhana, kan? Kalau sudah menjadi 44 kelompok, dibagi dalam tiga majelis hakim. Masyarakat tak perlu cemas. Kami memeriksa hasil perhitungan, bukan kecurangan pemilu. Kami memeriksa kecurangan yang bisa dibuktikan dalam hal mempengaruhi perhitungan hasil suara.
Dalam sehari, bisa kelar berapa perkara?
Ada 18 sidang. Satu majelis bersidang enam kali. Kami majukan sidang, mulai pukul 8 pagi sampai 8 malam.
Apakah majelis bisa memerintahkan penghitungan ulang atau pemilihan ulang?
Misalnya dalam kasus ada dua dokumen yang sama-sama sah, tapi perhitungan beda dan sulit ditemukan. Ada kemungkinan kesulitan itu saat dihitung di kecamatan. Maka akan kami suruh turun ke kecamatan. Itu putusan sela untuk hitung ulang, tapi tetap dalam tenggat. Kalau lewat tenggat, tidak sah.
Seperti putusan pemilihan gubernur Jawa Timur?
Secara ekstrem dan teoretis bisa.
Kisruh daftar pemilih tetap (DPT) kan bisa memicu pemilihan ulang?
Lihat kasusnya. Kisruh DPT, misalnya, orang mengajukan DPT ganda. Nama seseorang dikloning 10 kali. Tapi orang kan tidak tahu di bilik memilih siapa? Tapi, kalau ada yang bisa membuktikan yang mencoblos DPT itu KPPS, itu kecurangan menjadi masif. Kalau masif, kami suruh ulang.
Apakah calon legislator sebagai perseorangan bisa menjadi pemohon?
Yang boleh itu partai politik peserta pemilu melawan KPU pusat. Tidak boleh pengurus DPC partai menggugat KPU daerah. Kecuali DPD, karena perseorangan.
Apa yang Anda dengan backup Komisi Pemilihan Umum soal suara terbanyak?
Kalau KPU sudah menetapkan suara terbanyak tapi masih ada gugatan, akan kami menangkan KPU. Sebab, perintah menetapkan suara terbanyak itu berdasarkan undang-undang negatif yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi.
Bagaimana soal golput?
Golput bertambah. Tapi golput administratif, bukan sikap politik.
Selama gugatan pemilu, apakah panitera akan diisolasi?
Kami akan memblokir handphone panitera dan direncanakan hakim tidak menggunakan nomor telepon genggam yang biasa dipakai. Jangan sampai kerja kami terganggu.
http://tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009_berita_mutakhir/2009/04/06/brk,20090406-168523,id.html
Ketua MK: Kalau Masif (Pemilu) Kami Suruh Ulang
Written By gusdurian on Senin, 06 April 2009 | 14.41
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar