Jakarta Makin Gila Episode I
Jakarta kota sejuta kesempatan. Mau apa saja, di sana tempatnya. Termasuk mungkin kalau mau menjadi gila. Berdasar data dari tiga rumah sakit jiwa utama di ibu kota, didapati bahwa jumlah pasien gangguan jiwa terus meningkat.
---
Baru-baru ini seorang duta besar negara penting mampir ke kantor Jawa Pos di Surabaya. Dia bilang, banyak warganya agak takut datang ke Jakarta. ''Mata orang-orang Jakarta begini-begini,'' katanya sambil menunjukkan ekspresi mata yang didapat ketika kita mengernyitkan dahi.
Bagi yang tidak berasal dari Jakarta, atau yang tidak tinggal di Jakarta, memang ada dua sudut pandang berbeda tentang kota tersebut. Pertama adalah harapan dan kesempatan, mengingat di sanalah segalanya terjadi dan kebanyakan uang beredar. Kedua adalah segala kekacauan yang mengiringi kota. Kemacetan, banjir, kekumuhan, dan lain sebagainya.
Di kota yang penuh paradoks itu, yang kuat mungkin akan terus bertahan. Sementara yang kalah, mungkin, menjadi gila.
Entah memang makin gila atau tidak, yang jelas angka gangguan jiwa di ibu kota terus meningkat. Paling tidak sejak 2007, berdasar data dari tiga rumah sakit di Jakarta yang memiliki poliklinik jiwa.
Di RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, misalnya. Pada 2008, pasien jiwa di sana 20.040 orang. Naik cukup tinggi bila dibandingkan dengan 2007 yang jumlahnya 17.124 orang (kenaikan 17 persen).
Di RSUP Cipto Mangunkusumo juga begitu. Pada 2008, pasien jiwa di sana 14.983 orang, atau 26,8 persen lebih banyak daripada 2007 yang jumlahnya 11.816 orang.
Peningkatan serupa juga terjadi di RS Persahabatan. Pasien jiwa di rumah sakit yang berlokasi di Jakarta Timur itu pada 2008 lalu adalah 2.386 orang, atau naik 8,9 persen dari 2007 (2.189 orang).
Direktur Utama RS Soeharto Heerdjan Grogol Ratna Mardiati SpKJ mengatakan, kecenderungan itu memang terlihat dalam beberapa tahun terakhir. ''Angkanya memang bergerak naik,'' ucapnya.
Ketika ditanya alasannya, Ratna memberikan jawaban-jawaban yang mungkin mudah ditebak. Mulai kepadatan jumlah penduduk yang kemudian berimbas kepada tingginya tingkat persaingan hidup. ''Mereka yang tidak dapat bertahan bisa tersingkir dan kemudian stres,'' tandasnya.
Ratna membeberkan, secara garis besar, gangguan jiwa bisa dibagi dua kelompok. Yaitu, gangguan jiwa ringan (neurosis) dan gangguan jiwa berat (psikotik).
Kasus neurosis, menurut dia, belakangan ini meningkat di perkotaan, terutama Jakarta. Contohnya, stres hingga depresi. ''Mereka yang terkena gangguan ini nggak harus ada faktor biologis. Penyebabnya lebih pada faktor eksternal,'' jelasnya. Penyebabnya ya itu tadi: kepadatan penduduk, tingkat kompetisi yang tinggi, tuntutan dan beban hidup yang tinggi, faktor psikososial, maupun deadline pekerjaan. ''Sekitar 70 persen kasus gangguan jiwa adalah jenis neurosis,'' tandas Ratna.
Masalahnya, gangguan jiwa jenis neurosis sering dianggap ringan. Maka, kerap orang meremehkan itu. Padahal, kata Ratna, gangguan jiwa tersebut bisa berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup seseorang. Ratna mencontohkan, depresi memiliki beberapa gejala. Di antaranya, perasaan sedih terus-menerus, kehilangan minat terhadap segala sesuatu, mengalami gangguan tidur, rasa lelah yang berlebihan meski tidak beraktivitas, atau cenderung menarik diri dan menyendiri. ''Seseorang dikatakan depresi bila mengalami gejala itu selama dua minggu. Jika kurang dari itu, belum bisa dikategorikan depresi,'' ujarnya.
Jika gejala-gejala itu terus-menerus dialami, kualitas hidup seseorang akan berkurang. ''Bayangkan, selama dua minggu banyak sekali waktu yang terbuang karena merasa sedih, enggan beraktivitas, dan menarik diri. Praktis, produktivitas seseorang turun,'' jelasnya.
Kepala Balitbang RSJ Soeharto Heerdjan Grogol Dr Prianto SpKJ menegaskan hal tersebut. ''Inilah yang saat ini dialami banyak orang. Tapi, mereka tidak menyadari,'' katanya.
Prianto mengungkapkan, di RSJ Grogol sehari bisa sampai 100 orang yang berobat (angka tahun lalu 20 ribuan). Mayoritas mengalami stres, depresi, atau panik. ''Dulu, orang yang ekonominya lemah dinilai rentan terkena stres maupun depresi. Sekarang tidak lagi. Semua orang, terutama yang tinggal di perkotaan, rentan mengalaminya,'' ujarnya.
Di Luar Lebih Banyak
Banyak orang bilang sedang stres. Tapi, tidak banyak yang tahu bahwa dia mungkin membutuhkan perawatan. Spesialis Kedokteran Jiwa FKUI Mardi Susanto dari RS Persahabatan mengatakan, jumlah penderita gangguan di luar mungkin jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mereka yang sudah datang berobat ke rumah sakit. ''Sebab, banyak yang tidak menyadari bahwa mereka terkena gangguan jiwa. Padahal, quality of life mereka sudah lama menurun,'' tutur pria asli Jogjakarta itu.
Mereka yang punya gangguan jiwa berat (psikotik) pun mungkin banyak yang belum berobat ke rumah sakit. Untuk gangguan yang satu itu, syaratnya seseorang memiliki faktor genetik (bawaan). ''Mereka yang berbakat sangatlah rentan. Sedikit saja stres bisa langsung jatuh sakit,'' ucapnya.
Mardi menjelaskan, berdasar perkiraan WHO, jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 1-3 persen dari penduduk dunia. Artinya, kata Mardi, jika penduduk Jakarta sekitar 12 juta orang, yang rentan terkena penyakit itu bisa 360 ribu orang.
Kalau yang mengalami gangguan jiwa berat saja bisa sebanyak itu, bagaimana dengan yang terkena gangguan jiwa ringan? Ya bisa jauh lebih besar lagi!
Psikiater RSUP Cipto Mangunkusumo Dr Surjo Dharmono SpKJ mengatakan, prevalensi atau angka kejadian gangguan jiwa ringan bisa 10-15 persen dari jumlah penduduk. Berarti, di Jakarta saja, jumlahnya sekitar 1,5 juta orang!
Jumlah itu, menurut Surjo, masih bisa meningkat lagi bila tidak diantisipasi sejak awal. Terutama untuk gangguan jiwa ringan. Apalagi, masyarakat perkotaan rentan dengan berbagai stressor. ''Mulai sekarang saja sudah bisa dilihat bahwa angka penderita gangguan jiwa terus bergerak naik,'' tandasnya. (titik andriyani)
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=65958
Jakarta Makin Gila Episode I
Written By gusdurian on Rabu, 29 April 2009 | 12.45
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar