Setoran Fiktif
Fadel Terjerat Setoran Fiktif
Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad menjadi tersangka kasus ”bagi-bagi duit” anggaran daerah. Pekan lalu, Mahkamah Agung sudah menolak permohonan kasasi Ketua DPRD, yang divonis penjara karena kasus ini.
PEKAN-pekan ini Fadel Muhammad, 57 tahun, bisa jadi makin tak tenang. Itu bukan lantaran memikirkan Partai Golkar yang suaranya merosot pada pemilihan umum, melainkan ada perkara lain yang tak kalah pentingnya: soal ditolaknya kasasi yang diajukan Amir Piola Isa, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Gorontalo.
Majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dan beranggotakan Mansyur Kertayasa serta Abbas Said menilai Amir terbukti melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. ”Dia terbukti menandatangani surat keputusan bersama terkait penggunaan dana anggaran daerah,” kata Artidjo.
Putusan ini tidak bulat lantaran Abbas mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Menurut Abbas, permohonan kasasi Amir harus dikabulkan karena dia telah mengembalikan uang negara. Tapi Artidjo dan Mansyur berpendapat lain. Alasan uang sudah dikembalikan tidak menghapuskan dugaan tindak pidana yang dilakukan Amir. ”Pengembalian hanya meringankan,” ujar Artidjo seraya menegaskan putusan pengadilan negeri pada 2005 dan Pengadilan Tinggi Gorontalo pada 2006 dalam perkara Amir Piola sudah tepat. Amir dihukum satu tahun enam bulan penjara.
Amir, melalui kuasa hukumnya, Muchtar Luthfi, menyatakan akan menempuh langkah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Menurut Muchtar, majelis telah keliru mengadili perkara Amir. Saat Amir dijadikan terdakwa, surat penghentian penyidikannya belum dicabut. Selain itu, Amir disidik untuk kasus setoran fiktif, ”Tapi putusannya atas kasus penyalahgunaan wewenang.”
Kenapa Fadel yang gusar? Itu lantaran ia juga terseret kasus ini. Sebagai gubernur, Fadel bersama Amir memang telah meneken surat keputusan bersama, surat nomor 112/2002 dan nomor 16/2002, soal ”pelampauan APBD” tahun anggaran 2002 Provinsi Gorontalo. Surat ini diperkarakan lantaran menjadi dasar digelontorkannya Rp 5,4 miliar untuk 45 anggota Dewan pada 2002. Setiap anggota menerima fulus yang disebut sebagai bantuan dana mobilisasi ini, masing-masing Rp 120 juta.
Menurut Fadel, pembagian uang itu ada dasarnya, yakni hak bujet, dan sudah diatur dalam peraturan pemerintah. Politikus kawakan Partai Golkar ini rupanya sudah bersiap jika terjadi sesuatu dengan dikeluarkannya duit itu. Maka dibuatlah surat bersama yang ditekennya dengan Amir. Intinya, jika ada hal yang timbul akibat uang itu, sepenuhnya jadi tanggung jawab Dewan.
Kekhawatiran Fadel terbukti. Pada 2003, Kejaksaan Tinggi Gorontalo mengusut kasus ini—penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Amir dan rekannya, Rustam Wantogia. Belakangan, kejaksaan sepakat dengan Dewan, jika duit itu dikembalikan, penyidikan terhadap 45 anggota Dewan dihentikan. Pada 2003, uang itu dikembalikan dan dimasukkan ke anggaran daerah. Pada 30 April, terbit surat perintah penghentian penyidikan.
Ternyata penghentian itu hanya sementara. Pada November 2004, kasus ini dibuka lagi. Alasan kejaksaan, ada bukti baru, yakni laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan di Makassar yang menyebutkan surat setoran Rp 5,4 miliar tanggal 21 Maret 2003 ternyata fiktif. ”Dalam perkara setoran fiktif, ini tuduhan kejaksaan kepada Amir,” kata Fadel.
Menurut bekas Presiden Direktur Bukaka Group ini, kejaksaan mengajukan izin ke Presiden untuk memeriksa dirinya dan Amir. Tapi izin hanya turun untuk Amir. Izin untuk memeriksa dirinya tidak turun karena, ujar Fadel, ada surat dari Menteri Dalam Negeri, pada 28 Januari 2005, yang menyatakan dana mobilisasi telah dikembalikan sesuai dengan hukum dan prosedur keuangan daerah. ”Sehingga tidak menimbulkan kerugian negara, demikian tertulis dalam surat Menteri,” ujar Fadel. Lima bulan kemudian, Badan Pemeriksa Keuangan juga mengeluarkan surat yang menyatakan uang telah dikembalikan, tidak ada kerugian negara, dan pemeriksaan selesai.
Tapi penyidikan terhadap Amir berlanjut. Dalam pemeriksaan, tuduhan korupsinya tidak terbukti. Yang terbukti, ujar Fadel, penyalahgunaan kekuasaan. ”Karena itu, dia kena satu setengah tahun.”
Belakangan, ternyata izin Presiden memeriksa dirinya turun. Fadel berang dengan status tersangka yang diberikan kejaksaan terhadap dirinya. Ia tak datang saat dipanggil kejaksaan pada 19 dan 23 Maret lalu. Dia baru muncul sehari setelah itu. ”Saya marah benar, ini semua manipulasi kejaksaan,” ujarnya. Ia menduga penetapan tersangka atas dirinya berkaitan dengan pemilu. Fadel memang masuk ”tujuh besar calon presiden dari Golkar” yang diadakan sebuah lembaga riset.
Juru bicara Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Suhartoyo, menegaskan status tersangka Fadel tak ada kaitannya dengan pemilu. Dibukanya lagi kasus ini, kata dia, semata karena ditemukannya bukti baru setoran fiktif serta baru turunnya izin pemeriksaan. ”Tidak ada intervensi. Ini murni kasus pidana,” ujar Suhartoyo. Juru bicara Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, menyatakan status tersangka Fadel sangat kuat karena di pengadilan dakwaan terhadap Amir terbukti, yakni secara bersama-sama meneken surat untuk ”menurunkan” duit. ”Kalau tidak setuju, kenapa tanda tangan?” katanya.
Tapi, soal putusan kasasi, baik Suhartoyo maupun Jasman tak mau berkomentar apa dampaknya untuk Fadel. Mereka hanya memastikan Fadel akan diperiksa kembali segera setelah kejaksaan meminta keterangan sejumlah saksi, termasuk auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Suhartoyo, kasus ini bahkan bisa berkembang ke puluhan anggota Dewan yang juga menerima duit rakyat itu.
Anne L. Handayani, Anton A., Rini K., Christopel Paino (Gorontalo)
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/04/13/HK/mbm.20090413.HK130035.id.html
Fadel Muhammad:
Saya Sakit Hati
TIGA pekan menjelang pemilihan umum, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, 57 tahun, oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana sisa anggaran pendapatan dan belanja daerah senilai Rp 5,4 miliar. Pekan lalu, dalam kasus yang sama, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Amir Piola Isa divonis hukuman penjara 1 tahun 6 bulan oleh majelis kasasi Mahkamah Agung. Kepada wartawan Tempo Akbar Tri Kurniawan, Senin pekan lalu, Fadel membantah melakukan korupsi. Berikut ini petikan wawancara dengan Fadel.
Kenapa Anda membagi-bagikan duit sisa anggaran?
Mereka (anggota Dewan) meminta karena punya hak, yakni hak bujet dan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD.
Itu tidak melanggar aturan?
Enggak, dong. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 110 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, itu hak DPRD terhadap anggaran. Ada hak bujet dan hak legislasi.
Tapi, dalam surat keputusan bersama yang dibuat bersama Amir Piola, ada keputusan keempat yang menegaskan bahwa akibat dari keputusan itu adalah tanggung jawab Ketua DPRD. Sepertinya Anda sadar pemberian uang itu berisiko?
Benar, makanya poin itu saya buat. Saya tidak mau bertanggung jawab kalau ada apa-apa. Perasaan saya bilang ada sesuatu yang tidak beres.
Anda menerima kompensasi apa dari Dewan?
Enggak ada. Yang penting sekarang uangnya sudah kembali.
Apa yang membuat Anda yakin tidak bersalah?
Saya berpegang pada keputusan bersama dengan Ketua DPRD, lalu surat Menteri Dalam Negeri yang menyatakan uang itu sudah kembali, begitu juga hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Saya sudah bertemu dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution dan beliau bilang, ”Katakan sama kejaksaan, bilang sama publik, surat yang saya keluarkan menyatakan pemeriksaan selesai dan sah.”
Bagaimana Anda melihat kasus ini?
Menurut saya, ini tidak ada hubungannya dengan korupsi, tapi kok saya mau diperiksa, dicekal, ditahan. Saya merasa ini semacam pencemaran nama baik. Mestinya, sebagai institusi lembaga tinggi, Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan saling menghormati.
Menurut Anda, ini berkaitan dengan peluang Anda dalam pencalonan presiden?
Secara politik saya tahu, tapi tidak bisa saya jawab, tidak enak. Saya merasa tertekan, seperti orang dizalimi. Satu sen pun saya tidak menikmati. Amir juga bikin pernyataan, saya tidak pakai uang itu. Kenapa setelah empat tahun baru sekarang turun izinnya (izin Presiden memeriksa Fadel). Siapa di balik ini, saya tidak tahu.
Bagaimana perasaan Anda?
Santai sekali. Saya cuma sakit hati. Sebagai gubernur diperlakukan seperti ini, tidak pantas. Kalau mau menjadikan saya tersangka, cek dulu, periksa dulu, baru sampai ke situ.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/04/13/HK/mbm.20090413.HK130036
Fadel Terjerat Setoran Fiktif
Written By gusdurian on Selasa, 14 April 2009 | 11.58
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar