BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Tingkat Probabilitas Prabowonomics

Tingkat Probabilitas Prabowonomics

Written By gusdurian on Selasa, 24 Maret 2009 | 12.01

Tingkat Probabilitas Prabowonomics
Teguh Dartanto

Peneliti LPEM FE Universitas Indonesia, belajar di Universitas Nagoya, Jepang
Musim kampanye adalah musim menebar janji dengan harapan menuai suara pada Pemilihan Umum 2009. Semua partai, calon legislator, calon DPD, dan calon presiden sibuk mengumbar janji-janji manis seakan-akan menepati janji semudah membalik telapak tangan. Di tengah sekian banyak iklan politik di televisi, koran, dan jalanan, terdapat satu fenomena yang cukup menarik dan layak dicermati, yaitu iklan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Prabowo Subianto, ketika beliau dipersonifikasikan seolah-olah sebagai seorang mesias atau ratu adil yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa Indonesia dengan berbagai program ekonomi yang ambisius, nasionalis, dan populis.

Penulis jujur mengakui bahwa Gerindra adalah sebuah partai baru yang punya prinsip dasar dan program kerja yang jelas yang hendak dicapai. Meskipun begitu, kita sebagai warga negara sudah seharusnya tidak kehilangan daya kritik melihat janji-janji itu. Apakah janji-janji tersebut masuk akal dan bisa dicapai atau janji sekadar janji.

Prabowonomics

Program kerja Partai Gerindra tertuang dalam Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia Raya. Program kerja ini dikenal dengan istilah Prabowonomics, yaitu sebuah konsep dan resep ekonomi yang digagas oleh Prabowo Subianto untuk memajukan ekonomi Indonesia melalui ekonomi kerakyatan. Konsep Prabowonomics pada intinya adalah gagasan lama yang sudah dirintis oleh Profesor Mubyarto (almarhum). Dari sekian banyak program populis Prabowonomics, yang perlu dicermati dan dikritik adalah pembagian 1 juta laptop kepada mahasiswa per tahun dan janji Tim Ekonomi Prabowo mewujudkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8-9 persen pada 2011 dan 10 persen dua tahun berikutnya (Vivanews, 20 Maret 2009).

Pembagian sejuta laptop untuk mahasiswa merupakan program yang baik, tapi salah sasaran. Program ini terkesan untuk menarik hati para mahasiswa dan kaum muda, tapi melupakan inti permasalahan pendidikan di Indonesia, yaitu minimnya sarana dan prasarana pendidikan tingkat dasar dan menengah. Berdasarkan pengalaman penulis menggerakkan program sukarelawan 1.000 guru (http://www.1000guru.net/), sebuah program telekonferensi antara mahasiswa/profesional Indonesia di luar negeri dan siswa-siswa SMA dan pesantren di Indonesia, kendala utamanya adalah minimnya infrastruktur.

Banyak sekolah yang ingin menikmati program 1.000 guru, tapi harus mengubur harapannya karena tidak adanya fasilitas Internet dan komputer. Ada baiknya Prabowo mengalihkan program sejuta komputer untuk mahasiswa menjadi program pengembangan Internet, sejuta komputer untuk anak-anak SD, SMP, dan SMA, serta memperbaiki sekolah-sekolah yang hampir roboh. Pengalihan program akan meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar dan melek teknologi informasi bagi siswa-siswa di tingkat SD, SMP, dan SMA.

Program populis Prabowo, yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 10 persen per tahun, patut dikritik secara teoretis dan secara pembuktian empiris dalam pengalaman Indonesia. Literatur ekonomi menunjukkan sumber pertumbuhan ekonomi terbagi menjadi tiga komponen utama, yaitu pertumbuhan barang modal, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan produktivitas. Berdasarkan penelitian Van der Eng (2008) mengenai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 1880 sampai 2007 diperoleh hasil sebagai berikut: rata-rata pertumbuhan ekonomi 3,6 persen per tahun, pertumbuhan barang modal 4,3 persen per tahun, pertumbuhan tenaga kerja terdidik 2,3 persen per tahun, pertumbuhan produktivitas (total factor productivity) 0,3 persen per tahun, sedangkan kontribusi tenaga kerja dan modal terhadap perekonomian adalah masing-masing 50 persen.

Berdasarkan temuan dari Van der Eng dan teori Growth Accounting (Solow, 1957, dan Abramovitz, 1956), untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 10 persen per tahun, dibutuhkan pertumbuhan barang modal sebesar 12 persen per tahun, pertumbuhan tenaga kerja terdidik sebesar 4 persen per tahun, dan pertumbuhan produktivitas sebesar 2 persen per tahun (2 + {0,5 x 12} + {1-0,5} x 4 = 10). Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, dibutuhkan sebuah usaha yang cukup berat karena bangsa Indonesia harus bekerja tiga kali lebih keras dari yang pernah dilakukan pada periode 1880-2007. Meningkatkan pertumbuhan tenaga terdidik sebesar 4 persen dan produktivitas sebesar 2 persen bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan secara instan. Sedangkan untuk meningkatkan modal sebesar 12 persen bukanlah perkara mudah di tengah krisis ekonomi global saat ini.

Catatan penutup

Marilah kita semua berbaik sangka dengan cita-cita mulia Prabowo untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Semoga Tim Ekonomi Prabowo memiliki metode jitu yang belum pernah ada untuk mencapai cita-cita tersebut. Prabowo juga bisa meminta bantuan Tim Ekonomi Indonesia Bangkit yang secara ideologi pro-Prabowo untuk membantu mewujudkan cita-cita yang telah dijabarkan dalam Prabowonomics. Tim yang digawangi oleh Iman Sugema, Revrisond Baswir, dan Hendri Saparini dengan "Ekonomi Institusi"-nya mungkin memiliki pendekatan lain dan berbeda dengan yang telah dijabarkan di atas dalam menghitung pertumbuhan ekonomi.

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/03/24/Opini/krn.20090324.160404.id.html
Share this article :

0 komentar: