BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Perkara Data Kependudukan

Perkara Data Kependudukan

Written By gusdurian on Jumat, 27 Maret 2009 | 14.19

Perkara Data Kependudukan


Perkara data kependudukan tampaknya sudah menjadi problem nasional yang serius. Masalah inilah yang akhirnya menimbulkan kekisruhan data pemilih tetap (DPT) dalam pelaksanaan pemilu yang hanya tinggal hitungan minggu.


Tidak jelasnya DPT bukan hanya terjadi dalam Pemilu 2009 ini, tetapi berulang setiap lima tahunan. Bahkan konflik-konflik pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) seperti yang terjadi di Depok, Maluku Utara,dan terakhir Jawa Timur bersumber dari tidak validnya dan tidak pastinya DPT.Lebih dari soal pemilu dan pilkada, ketersediaan data kependudukan yang valid adalah keharusan bagi suatu negara.Tulisan ini akan memerkarakan ketiadaan sistem dan data kependudukan di Indonesia.

Kewajiban Pemerintah

Polemik tentang tidak validnya data kependudukan harus dikembalikan pada unsur-unsur dasar yang membentuk negara, yaitu adanya rakyat (staatsvolk), adanya wilayah (staatsgebiet), dan adanya kekuasaan (staatsgewalt).

Unsurunsur ini penting untuk menggambarkan bahwa negara diadakan oleh rakyat dan memberikan pelayanan kepada rakyatnya.Karena itu,data mengenai siapa-siapa saja yang menjadi rakyat sebuah negara merupakan sesuatu yang bersifat wajib. Kewajiban ini sangat mendasar karena pelayanan yang akan diberikan oleh negara kepada rakyatnya jelas akan bersandar pada data-data kependudukan tentang rakyatnya.

Jadi jika ada satu negara yang tidak memiliki data yang pasti mengenai jumlah dan status sosial ekonomi penduduknya, sebenarnya negara telah mengabaikan kewajibannya untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Pemerintah sebagai pelaksana tugas negara berkewajiban uuntuk mengadakan sistem data kependudukan yang valid demi kebutuhan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Saya maksudkan dengan sistem data kependudukan adalah pendaftaran, pencatatan, pengolahan,dan pendayagunaan informasi serta data secara benar, tepat, terintegrasi, dan terus- menerus mengenai identitas serta keadaan status sosial ekonomi penduduk baik di tingkat pemerintahan daerah maupun di tingkat nasional. Kewajiban pemerintah ini tertuang dalam UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam Pasal 5 UU No 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan administrasi kependudukan secara nasional.

Dalam Pasal 13 disebutkan bahwa setiap penduduk wajib memiliki nomor induk kependudukan (NIK) yang berlaku seumur hidup. Kewajiban untuk mengadakan NIK sejatinya merupakan tanggung jawab pemerintah karena dalam Pasal 2 disebutkan bahwa setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh dokumen kependudukan dan pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Ada sejumlah jawaban mengapa sistem data kependudukan ini penting dan harus diadakan oleh pemerintah.

Pertama, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia. Kedua, setiap penduduk berhak untuk mendapatkan pelayanan yang sama dari negara sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan oleh Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan.

Ketiga, data kependudukan ini dibutuhkan untuk menjadi pegangan yang sama bagi seluruh instansi pemerintah sehingga tidak ada perbedaan tentang nama penduduk, jumlah penduduk, alamat penduduk, dan data status sosial ekonomi penduduk. Keempat, sebagai dasar bagi negara dalam hal ini pemerintah untuk menentukan penduduk yang memiliki hak untuk mendapatkan subsidi dan bantuan dari negara.

Kerancuan Dasar Kebijakan

Pertanyaan yang harus diajukan adalah bagaimana pemerintah selama ini menentukan jumlah pelayanan dan subsidi yang harus diberikan (termasuk Bantuan Langsung Tunai/BLT,beras untuk rakyat miskin /raskin,Asuransi Kesehatan untuk Rakyat Miskin/Askeskin, dan pendidikan gratis) kepada masyarakat jika pemerintah tidak memiliki data yang akurat tentang siapa, di mana,dan bagaimana kondisi status sosial ekonomi penduduknya.

Ada dua jawaban yang tersedia. Pertama, pemerintah mempergunakan data sensus BPS tahun 2000 yang kemungkinan tidak valid lagi dan kedua, pemerintah hanya mengira-ngira saja jumlah penduduk yang harus dilayani dan diberi subsidi.Jika kedua jawaban ini benar, hal itu merupakan malapetaka yang sangat besar dalam kehidupan bernegara di Indonesia di mana anggaran yang dikeluarkan pemerintah selama ini tidak mencerminkan kebutuhan yang sesungguhnya atas pelayanan yang harus diberikan.

Hal ini dapat diindikasikan terjadinya pemborosan keuangan negara secara terencana. Akan halnya DPT yang sekarang menjadi perdebatan dalam Pemilu 2009 hanyalah imbas dari buruknya sistem data kependudukan di Indonesia. Apa yang dikemukakan sejumlah kalangan baik parpol maupun lembaga studi mengenai kemungkinan terjadinya pemalsuan data-data kependudukan melalui rekayasa nomor induk kepagawaian (NIK) dalam kasus di Bangkalan sangat mungkin terjadi di daerah lain.

Pemalsuan melalui data-data fiktif penduduk dengan cara mengubah alamat dan tanggal lahir hanya bisa dilakukan jika data-data kependudukan yang ada di seluruh Indonesia tidaklah tunggal. Artinya, setiap pihak (BPS, Bappenas,BKKBN,KPU, dan lembaga lain) memiliki data kependudukan yang berbeda. Pemalsuan merupakan salah satu modus saja. Masih banyak modus yang mungkin dilakukan untuk memanipulasi data kependudukan atau menyalahgunakan data kependudukan.

Pertama, kepemilikan NIK ganda yang disebabkan tercatatnya seseorang lebih dari sekali dalam wilayah yang berbeda.Kedua,masih tercatatnya orang yang sudah meninggal dunia dalam DPT. Ketiga, tercatatnya bayi dan anak-anak yang belum berusia sebagai pemilih dalam DPT. Keempat, tidak terdaftarnya penduduk berusia pemilih yang sudah memiliki NIK karena kecerobohan petugas PPS dan KPU dalam melakukan pendaftaran pemilih sementara dan tetap. Kelima, masih banyaknya penduduk yang belum memiliki NIK karena berbagai alasan seperti penduduk yang bertempat tinggal liar dan atau masyarakat di perdesaan yang merasa tidak membutuhkan KTP.

Membangun Sistem Data Kependudukan

Perkara data kependudukan akan terus terjadi dalam pemilu, pilkada, dan tentu saja dalam pemerintahan dan pelayanan publik. Dalam jangka panjang, jika administrasi data kependudukan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik hasil pemilu dan pilkada yang terus-menerus dan berkepanjangan.

Pada sisi lain, ketiadaan data kependudukan yang terpadu dan valid mengakibatkan pemborosan keuangan negara karena setiap instansi pemerintah memiliki data yang berbeda dalam memberikan pelayanan.

Administrasi kependudukan yang baik bukan hanya akan menghindarkan korupsi yang terencana melalui kebijakan,konflik dalam pemilu,tetapi juga akan meningkatkan efisiensi pemerintahan dan tambahan sumber penerimaan melalui wajib pajak yang tidak dapat menghindar lagi.Tidak ada hal lain yang dibutuhkan untuk ini,melainkan komitmen presiden dan kepala daerah.(*)

Eko Prasojo
Guru Besar Administrasi Negara FISIP UI


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/224355/
Share this article :

0 komentar: