BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » JK : Ini Bukan Sekadar Manuver Politik

JK : Ini Bukan Sekadar Manuver Politik

Written By gusdurian on Rabu, 11 Maret 2009 | 14.17

Jusuf Kalla:
Ini Bukan Sekadar Manuver Politik

Tak ada kata libur bagi Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Akhir pekan lalu, Sabtu pagi hingga tengah hari, ia menerima kerabat dekat yang menghadiri acara akikah cucunya di rumah dinas wakil presiden, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Selanjutnya, Ketua Umum Partai Golkar itu diwawancarai Metro TV selama dua setengah jam.

Setelah itu, giliran Gatra mewawancarai Jusuf Kalla (JK). Selepas magrib, ia menghadiri resepsi perkawinan kerabat dekatnya di kawasan Jakarta Pusat. Minggu pagi-pagi, lelaki 67 tahun itu terbang ke Makassar untuk "menggalang" dukungan politik dari DPD Partai Gokar se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dalam rangka pencalonannya sebagai presiden.

Begitulah sekelumit kesibukan JK pada hari libur, sepekan selah ia menyatakan kesediaan menjadi calon presiden (capres) pada pemilu mendatang. Berikut petikan wawancara Heddy Lugito dan Anthony Djafar dari Gatra dengan JK:

Apa yang mendorong Anda mencalonkan sebagai presiden?
Pertama, saya yakin bahwa perolehan suara Golkar dalam pemilu mendatang akan meningkat. Lebih baik dari pemilu sebelumnya. Mudah-mudahan bisa mencapai 25%. Yang kedua, setelah rapat konsolidasi partai, sebanyak 33 DPD Golkar menemui saya. Mereka meminta kesediaan saya jadi capres dari Partai Golkar. Saya katakan, saya menerima amanah itu.

Ini bukan masalah taktik atau manuver politik, melainkan tekad dan pilihan. DPD-DPD Golkar yang meminta saya menjadi calon presiden. Saya menerima amanah itu. Tentu nantinya disahkan atau diformalkan lagi dalam Rapimnas Khusus Partai Golkar.

Seandainya tidak diminta oleh DPD, Anda punya keinginan mencalonkan sebagai presiden?
Bukan begitu juga. Itu dua hal yang bersamaan. Kami ingin berbuat lebih baik bagi bangsa, dan saya menerima amanah dari partai. Sebagai orang beriman, tentu kita harus percaya bahwa sesuatu itu harus mendapat hidayah dan berdoa.

Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Anda sering menyatakan tidak akan mencalokan sebagai presiden karena bukan orang Jawa.
Ada dua hal yang sangat mengubah pikiran saya. Yang pertama, ketika saya ke Jawa Timur bertemu para kiai, akhir tahun lalu. Mereka bilang: "Pak Jusuf Kalla, penyataan bahwa harus orang Jawa yang jadi presiden itu salah. Itu sama dengan menanggap bahwa Jawa itu diskriminatif. Padahal, orang Jawa tidak demikian. Orang Jawa itu tidak diskriminatif. Kita hanya menghendaki pemimpin yang terbaik, yang amanah, tidak peduli berasal dari daerah mana." Hal itu beberapa kali disampaikan kepada saya.

Yang kedua, fenomena Presiden Obama itu menghapus image bahwa kelompok minoritas tidak bisa jadi presiden di Amerika.

Tapi ini Indonesia, bukan Amerika, tentu tidak bisa disamakan....
Justru ini Indonesia, tidak ada diskriminasi lagi sejak tahun 1928, pada saat Sumpah Pemuda dicetuskan. Jadi, kita harus menutup sekat-sekat dan tetap menonjolkan sikap kebangsaan.

Yakin bisa mengalahkan calon dari partai lain, karena persiapan Gollkar lebih singkat?
Persoalan menang atau kalah tidak diukur dari persiapan apakah panjang atau pendek, tetapi tepat atau tidak, mampu atau tidak. Pengalaman Pemilu 2004 menunjukkan, saya dengan Pak SBY hanya butuh waktu tiga bulan. Tidak lebih dari itu. Sekarang justru ini lebih panjang, masih ada waktu delapan bulan. Insya Allah, kami punya persiapan matang.

Jadi, peluang berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah tertutup sama sekali atau masih ada kemungkinan berduet lagi?
Ini suatu proses politik yang belum final. Masih banyak kemungkinan. Dalam politik itu tidak ada yang tertutup sampai selesai. Saya tidak ingin menyebutkan yang pasti jika prosesnya belum selesai. Jadi, semua itu ada prosesnya, saya dan juga Golkar.

Kenapa Anda tidak diberi waktu untuk bertemu Presiden SBY sepulang dari lawatan ke luar negeri?
Sebenarnya hanya masalah waktu. Seharusnya kami bertemu Senin, tapi ditunda karena beliau flu. Selasa Presiden SBY harus ke Jawa Timur, akhirnya kami ketemu juga pada hari Minggu di Cikeas.

Dalam pertemuan di Cikeas itu, sekaligus Anda berpamitan kepada Presiden SBY untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden mendatang?
Bukan. Saya menyampaikan kepada beliau bagaimana proses keinginan DPD-DPD Golkar. Saya menyampaikan, ini merupakan proses dari bawah di Golkar.

Apa reaksi Presiden SBY?
Beliau sangat paham bahwa ini merupakan keharusan, kehendak partai. Beliau tidak terganggu. Sebagai sesama orang partai dan sekaligus mitra, kami bisa saling memahami.

Tapi tampaknya hubungan Anda dengan Presiden SBY kian renggang belakangan ini. Ketika berangkat ke Thailand, pekan lalu, sebagai wakil presiden, Anda tidak mengatarkan ke bandar udara.
Soal itu, kita ada aturan bahwa kalau presiden ke negara Asia yang dekat, cukup diantar oleh Panglima TNI, pangdam, atau gubernur. Kecuali kalau presiden ke Eropa, wakil presiden mengantarkan beliau.

Beberapa survei menyebutkan, popularitas SBY jauh mengungguli calon lain. Bahkan popularitas Anda sebagai calon presiden sangat rendah. Mengapa nekat mencalonkan?
Saya sering mengatakan bahwa hasil polling atau survei tentang saya memang begitu. Itu karena orang selalu memosisikan saya sebagai calon wakil presiden, tidak pernah memosisikan sebagai calon presiden. Kalau saya ditempatkan sebagai calon presiden, mudah-mudahan hasil surveinya berbeda. Lagi pula, survei itu berbeda dari pemilu. Yang paling penting, hasil akhirnya di pemilu. Kita lihat saja nanti.

Ada sejumlah tokoh Golkar lain, seperti Sultan Hamengku Buwono X, yang menghendaki dicalonkan sebagai presiden. Apakah Rapimnas Khusus Partai Golkar pasti mencalonkan Anda?
Ya, secara formal memang demikian. Walaupun itu belum final, daerah sudah punya tekad yang sama. Ya, kita lihat di rapimnas khusus nanti.

Di Golkar, ada faksi yang menghendaki Anda berpasangan dengan SBY sebagai calon wapres. Ada juga faksi yang menginginkan calon lain.
Ya, boleh-boleh saja. Katakanlah ada perbedaan pandangan seperti itu di Golkar. Tetapi kita harus serahkan amanah partai setelah apa yang diputuskan bersama dalam Rapimnas Khusus Partai Golkar.

Jika akhirnya kalah, apakah Golkar akan beroposisi atau malah merapat kepada presiden terpilih untuk mendapat jatuh kursi menteri?
Golkar selalu mendukung kebijakan yang baik dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai. Jadi, tergantung nantinya bagaimana aturan lebih lanjut.

Golkar tidak berani beroposisi seperti dilakukan PDI Perjuangan terhadap pemerintahan SBY-JK sekarang ini?
Saya pikir, Golkar tidak jauh seperti itu. Tapi kita lihat perkembangannya nanti.

Perkiraan Anda, ada berapa calon dalam pemilihan presiden mendatang?
Ya, tiga atau empat. Besar kemungkinan cukup tiga saja.

Tiga itu adalah Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, dan Jusuf Kalla?
Kalau melihat kondisi pada saat ini, ya, tiga itulah kira-kira.

Untuk meraih tiket pencalonan presiden, Golkar akan melakukan koalisi dengan partai apa?
Belum, belum kami putuskan. Nanti setelah rapimnas khusus.

Tapi, pendekatan untuk kolasi sudah dilakukan?
Ada pendekatan dengan banyak partai itu memang iya. Tapi sekarang ini masih sebatas konsentrasi pemilihan legislatif dulu. Tidak mungkin terjadi koalisi pada saat pemilihan legislatif. Kalau sekarang ini, kan setiap partai politik ingin memenangkan partainya dalam pemilu legislatif. Koalisi akan dijajaki secara intensif menjelang pemilihan presiden.

Dalam pandangan Anda, partai apa yang paling cocok berkoalisi dengan Golkar?
Golkar merupakan partai yang moderat, kebangsaan, dan nasionalis, sehingga lebih mudah melakukan pendekatan dengan siapa pun. Apalagi, saya punya hubungan pribadi baik dengan hampir semua pemimpin partai. Jadi, praktis Golkar lebih mudah berkoalisi dengan partai mana saja.

Untuk figur calon wakil presiden Anda, apakah masih mempertimbangkan faktor Jawa dan luar Jawa?
Dulu seperti itu, misalnya Soekarno-Hatta, walaupun itu tidak mutlak. Beberapa wakil presiden Pak Harto dari luar Jawa. Beberapa tahun ke depan berbeda lagi. Pasangan itu tentu saling melengkapi dan memberi nilai tambah. Nilai tambah itu kalau ada perbedaan latar belakang, baik kultur maupun politik, walaupun ini juga masih ada pertimbangan.

Jadi, dilihat lagi dari tokohnya, tidak semata-mata bergantung pada latar belakangnya. Artinya, Jawa atau bukan, militer atau sipil, bisa juga ada prinsip lain. Yang jelas, ada keseimbangan.

Kunjungan Anda ke kantor PKS, pekan lalu, bisa diartikan sebagai pendekatan?
He, he, he... saya diundang oleh PKS. Kami setiap saat dan selalu menjalin hubungan baik dengan siapa saja, partai apa saja.

Termasuk menjalin hubungan dengan PDI Perjuangan?
Iya, dengan siapa saja, kalau saya diundang. Saya selalu menjalin silaturahmi dengan partai-partai yang lain. Misalnya dengan Demokrat dan PPP. Tentu dalam pilpres mendatang harus ada koalisi dan karena itu harus tetap menjaga hubungan dengan partai-partai lain.

[Laporan Utama, Gatra Nomor 17 Beredar Kamis, 5 Maret 2009]

http://gatra.com/artikel.php?id=123886
Share this article :

0 komentar: