BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Bila Cinta Berubah Kasar

Bila Cinta Berubah Kasar

Written By gusdurian on Rabu, 18 Maret 2009 | 11.46

Bila Cinta Berubah Kasar
Direktur eksekutif sebuah lembaga pembelaan untuk perempuan dan anak-anak terhadap kekerasan dalam hubungan (di Indonesia akrab disebut KDRT--kekerasan dalam rumah tangga) di Sacramento, Amerika Serikat, mengatakan sejak meledaknya insiden antara penyanyi Chris Brown dan Rihanna bulan lalu, lembaga mereka kerap mendapat telepon darurat dan surat elektronik dari para remaja dan orang tua.

Inilah statistik yang mencemaskan: survei-survei lokal di antara banyak anak muda menunjukkan sebanyak 50 persen di antaranya pernah mengalami kekerasan dalam berpacaran. Empat dari lima mereka yang diteliti terindikasi suka melakukan kekasaran atau kekerasan terhadap pasangannya.

Temuan itu dikemukakan oleh Beth Hassett dari Women Escaping A Violent Environment, Rabu lalu. Hassett menyebut hal itu beberapa tahun terakhir setelah lembaga-lembaga serupa mencatat statistik "KDRT" pada pacaran anak gaul.

Dia mengatakan teknologi bisa membuat kekerasan remaja. Teks, panggilan ponsel, dan jejaring sosial yang tumbuh bejibun membiarkan para pelaku kekerasan menjaga trek seseorang kapan pun.

Hassett mengatakan tanda-tanda kemungkinan itu bila anak remaja Anda, pria atau gadis, mulai berhenti jalan bareng teman-temannya. Anak gadis Anda mungkin menerima SMS dengan nomor tidak biasa dari doi. Dia tampak depresi atau tidak mood. Kebanyakan kekasaran dapat menjadi emosional. Carilah tanda-tanda fisik seperti memar atau tato di lengan, leher, atau kaki.

Maraknya prevalensi kekerasan sebelumnya juga dicatat harian The New York Times. Menurut data Center of Disease Control and Prevention tahun 2007, dalam survei 15 ribu remaja di Amerika, 10 persen dari responden mengalami kekerasan, seperti dipukul atau ditampar oleh pacarnya. Bahkan hampir 8 persen responden dipaksa berhubungan seksual.

Statistik macam itu dan dalam kasus-kasus ekstrem pembunuhan akibat cemburu, tak pelak mengharuskan pemerintah mengadopsi legislasi program-program pencegahan di sekolah atau kampus.

Para pakar mengatakan kekerasan tampak meningkat lebih dari pelecehan, disebut dan diomongkan di antara para remaja di Internet dan ponsel.

"Kami mengidentifikasi kekasaran dan kekerasan dalam berpacaran kini naik tajam," ujar Dr Elizabeth Miller, asisten profesor pediatri di School of Medicine, University of California, Davis, Amerika Serikat. Dia memulai riset atas tindak kekasaran di antara percintaan remaja hampir satu dekade lalu.

Nah, apa yang mesti bisa kita lakukan? Apakah saatnya cinta memang harus diakhiri? Hassett punya beberapa saran. Ajaklah berbincang secara kasual atau akrab dengan anak Anda. Tanya apa pendapat mereka soal kasus-kasus kekerasan dalam berpacaran. Cek anak Anda jika Anda melihat kebiasaan yang aneh-aneh pada hubungan asmara dia di antara teman-temannya lewat Internet, ponsel, dan jejaring sosial.

Di sisi lain, Hassett bilang sejumlah kliennya ingin tahu seperti apa hubungan yang sehat. Dia menyebutkan, hubungan yang bagus adalah mereka merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Mereka atau dia merasa aman berdiskusi suatu hal tanpa takut mengekspresikan diri. Juga bebas melanjutkan hubungan dengan keluarga dan teman-temannya.

Harus diakui bahwa para anak muda (pria maupun gadis) yang baru masuk dunia kencan mungkin salah mengontrol kebiasaan sesama secara signifikan dalam hal cinta dan komitmen. Di sini Dr Miller memaklumi, "Sedikit saja dari mereka yang paham seperti apa sebuah hubungan yang sehat." Jadi, orang yang lebih dewasalah yang mesti berperan. News10.net/The New York Times/Dwi Arjanto



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/03/16/Gaya_Hidup/krn.20090316.159612.id.html
Share this article :

0 komentar: